Jinhwan menjatuhkan buku diary yang sedang ia pegang. Rasanya dunia seperti berhenti berputar. Nasib seorang gadis yang akhir-akhir ini selalu memenuhi pikirannya benar-benar kejam. Bagaimana tidak kejam, setelah gadis itu dilecehkan, sekarang ia harus kehilangan janinnya.
Sore ini, seperti biasa aku pulang bersama A. Dia mengantarku menuju pertigaan jalan dekat rumahku, seperti biasa aku selalu mampir ketaman jika sedang banyak pikiran.
Aku duduk sendirian ditaman, dengan kepala menunduk, aku bahkan lupa bagaimana cara menatap keatas, melihat langit-langit cerah yang berubah berwarna jingga, rasanya aku malu untuk sekedar menatap langit yang selalu membuatku merasa teduh.
Kalau aku mempunyai mesin waktu, aku lebih memilih mengulang semuanya dan menghindar dari takdir buruk ini. Tapi sayang, aku hanya berkhayal. Dan, khayalanku terlalu tinggi.
Langit sore semakin menggelap, hanya lampu taman yang remang-remang yang mulai menyala satu persatu. Bahkan malam ini bulan tak menghiasi langit, bulan saja enggan melihatku yang hina ini, apalagi kedua orang tuaku? Aku tahu aku tak pantas disebut seorang anak, setelah membohongi mereka terlalu banyak aku merasa tak pantas untuk mereka rawat.
Waktu berlalu begitu lambat sampai aku ingin mempercepat tanpa jeda. Andai satu menit bagaikan satu detik, antai satu jam bagaikan satu menit, andai satu hari bagaikan satu jam, andai satu minggu bagaikan satu hari andai andai dan andai.
Aku larut dalam kesedihan yang kurasakan saat ini. Tak ada habis-habisnya Tuhan mengujiku, aku sudah lelah. Langit semakin gelap, aku hanya bisa merenung tanpa minat untuk pulang.
Dan akhirnya aku menyesal karena tidak segera pulang. Pria itu datang dengan wajah tanpa dosanya.
Tak ada percakapan yang berarti, dia hanya duduk disampingku dengan jarak yang cukup jauh. Aku terlalu malas berbicara dengannya yang hanya akan menambah sakit hatiku.
Kukira ia takkan berulah, namun dugaanku salah.
"Apa kau sudah mengugurkan anak sialan itu?".
Aku bahkan ingin menangis ketika ia menyebutkan anak ini dengan sebutan 'Anak sialan'.
"Sampai kapanpun aku tidak akan menggugurkannya. Kau benar-benar keji! Kukira kau manusia, tapi nyatanya kau lebih hina dari pada seekor hewan"hanya itu yang bisa aku katakan sebelum pergi meninggalkannya.
Aku berlari ketika ia mengejarku, jalanan yang sudah sepi membuat ketakutanku semakin besar. Hingga, hal yang tidak aku inginkan terjadi. Ia mendorongku cukup kencang hingga membuatku terjerembab jatuh dengan kepala membentur pembatas jalan. Kurasa dunia benar-benar runtuh saat itu juga saat darah mengalir mengenai kakiku.
Sungguh, aku hanya bisa menangis histeris tanpa memperdulikan rasa sakitku.
J, apa aku keguguran?
Apa aku kehilangan anakku?
Apa yang harus aku lakukan?By, J
❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
✅ DIARY NOONA || JINHWAN
FanficDitempat persembunyiannya, Jinhwan menemukan sebuah buku misterius. Buku diary seorang gadis dengan inisial J. Awal Jinhwan membuka lembaran demi lembaran buku diary milik J, dia sudah dimintai permintaan-permintaan aneh yang ditulis oleh sipemilik...