Di perjalanan menuju pulang kerumah, ponselnya terus saja berbunyi, menandakan ada telefon bahkan pesan masuk. Tapi, tak ada satu pun yang ia tanggapi.
"Lah kok udah pulang?" tanya Citra heran.
"Bolos." jawab Ara singkat lalu pergi kekamar dan mengunci pintunya.
Citra yang menyadari ada gelagat aneh pada diri anaknya pun mulai khawatir, apalagi Ara termasuk orang yang tertutup. Ia jarang sekali mau menceritakan masalahnya pada orang,bahkan dia lebih suka bercerita pada buku diarynya, yang entah disimpan dimana.
Citra pun menaiki tangga untuk menuju kamar Ara. Sesampainya depan pintu kamar anaknya ia ketuk perlahan, namun tak kunjung ada jawaban.
"Ara, buka dong ini mama. Jangan bikin mama khawatir. Cerita ke mama kamu ada masalah apa, mama pasti bantu kok." ucap Citra berusaha menahan isakannya melihat anaknya yang mengurung diri dikamar.Bi Jiah yang sedang di dapur pun menuju lantai atas saat mendengar suara tangisan Ara dan suara Citra yang seperti memohon-mohon entah ada apa.
"Ada apa, nyonya?" tanya Bi Jiah khawatir.
"Gak tau bi, Ara katanya bolos. Terus ngurung diri dikamar, aku yakin Bi, dia gak pernah bolos asal-asalan, pasti ada masalah, Bi." ucap Citra yang sudah menangis.
Sedangkan didalam kamar Ara terus saja menangis memikirkan kejadian di kantin. Dimana pada saat Malik berbincang asik dengan Risa, dimana pada saat Malik mencubit mesra pipi Risa, dan Risa berusaha menahan senyum karna malu, dimana pada saat itu juga Ara kembali merasakan rasa yang sama seperti dulu, masa lalu yang benar benar ia benci hingga sekarang.
"ARGHHH!!!" teriak Ara kesal lalu ia bangkit dari kasurnys dan mencoba berhenti menangis.
Mulai sekarang gue gak mau lagi nangisin laki-laki yang udah nyakitin gue. Batin Ara lalu menghapus sisa air matanya.
Ia sendiri tak mengerti dengan dirinya. Ia menolak Malik, tapi ia tak suka jika Malik mendekati perempuan lain, apalagi Risa. Ia hanya sebatas sahabatnya, lalu apa haknya untuk cemburu? Entahlah.
"Liat aja lu kalo balik gue bunuh Risa!" gumam Ara kesal.
Ia sendiri tak mengerti dengan perasanaannya, jika ia menolak cinta Malik, mengapa ia jadi sekesal ini karna Malik hanya berkenalan dengan Risa. Entahlah, ia juga pusing.
Prankk!!
Ia pun menjatuhkan meja riasnya yang terbuat dari kaca, menonjoki lemarinya yang terbuat dari lemari tak perduli dengan tangannya yang sudah berdarah akibat tertancap beberapa paku, menendangi pintu kamar mandinya hingga pintu itu copot dan rusak. Ia tak perduli, ia melakukan ini juga demi orang lain, ia akan lebih memilih merusaki benda-benda disekitarnya daripada menyakiti orang-orang disekitarnya. Ia juga tak perduli berapa pun harga benda yang ia rusaki, toh, nanti juga akan dibeli yang baru.
Citra yang mendengar suara pecahan kaca, suara tonjokan, dan suara tendangan pun mulai khawatir. Hingga Ara keluar dari kamarnya, sudah cukup ia merusaki barang-barang dikamarnya, hingga kamarnya terlihat seperti kapal pecah.
Citra bertambah khawatir melihat kedua lengan Ara berdarah, kakinya memerah menahan sakit, matanya bengkak akibat menangis dan rambutnya acak-acakan. Kacau sekali.
"Ara, kamu kenapa? Cerita sama mama." ucap Citra yang masih menangis dan menghampiri Ara yang sedang di dapur membersihkan darahnya.
"Tangan kamu kenapa kok bisa kaya gitu?" tanya Citra khawatir
"Kita ke rumah sakit ya? Mama gak mau kamu kenapa napa." tambah Citra.Ara pun tersenyum tipis sangat tipis hingga tak ada orang yang melihatnya. "Mama gak usah khawatir. Ara gak papa kok. Darah kaya gini mah udah biasa ma." Ucap Ara berusahan menenangkan Mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone
RandomCopyright©2018 by Sabiimh Plagiat dilarang mendekat!! No copy my story!! Cape mikirnya. [Ini cerita pertamaku yang dibuat pada saat aku masih pemula, amatiran. Jadi mohon maaf karna banyak typo, dan alur suka gak jelas] **** Nama wanita itu, Ara, Ar...