1. Hello, Hell

1.7K 171 36
                                    

KEY POV

"Barang baru nih."

"Masih segelan kayaknya."

"Gue bakal yang cobain pertama."

"Curut! Gak ada duit aja belagu! Tarifnya mahal pasti."

Jari-jariku terus menyisir rambut agar wajahku tertutupi sebagian. Bisikan-bisikan itu benar-benar menakutkan. Sejak pertama kali aku menginjak kaki ke tempat ini seorang lelaki setengah baya dengan seenaknya merangkul pundakku, jika saja gerak refleksku lambat mungkin dia sudah membawaku entah kemana.

Tenang...

Tenang...

Tarik napas dalam-dalam, dan semua akan baik-baiknya—

"Sombong banget sih nunduk mulu."

—atau tidak.

Aku benar-benar tidak bisa bergerak saat pinggangku ditarik begitu saja hingga aku terjatuh di pangkuannya. Mataku sudah memanas, degub jantungku terlampau cepat ketika merasakan tangan-tangan itu mulai bermain di pahaku.

Jangan.

Kumohon jangan.

Tapi suaraku sangat pengecut. Aku tidak bisa bergerak, membisu, dan tubuh yang bergetar ketakutan.

"Gak perlu tegang. Santai saja. Gue nggak main kasar kok."

Napas itu masuk dengan menggelikan di lubang telinga bersama dentuman-dentuman musik yang semakin menelan suaraku. Kepalaku sudah memberat, pandanganku mulai memburam. Ah sial, aku mohon tetaplah sadar. Jangan pingsan. Jangan pingsan.

"Maaf tapi dia sudah sama gue, bro."

Saat tanganku kembali ada yang menarik dengan paksa, aku sungguh merasa bahwa kehidupanku akan berakhir. Aku akan diperkosa oleh para lelaki bejat di tempat ini, digilir dengan tawa yang menjijikkan.

"Apaan lo dateng-dateng langsung ambil jatah orang aja!"

Lelaki yang tadi menarik pinggangku berdiri dan berteriak tak terima, membuat dua-tiga orang di bar menoleh padanya—sedangkan yang lain tentu tetap menari-nari mengikuti irama DJ. Suaranya yang meleking membuatku hanya bisa menutup mata karena ketakutan. Rasanya kini aku benar-benar telah menangis di dalam dekapannya.

Hanya tinggal beberapa waktu. Aku tidak memiliki detik yang banyak untuk mengucapkan selamat tinggal pada kehidupanku yang menyedihkan. Laki-laki ini akan "mengambilku" lalu melemparkannya pada lelaki lain.

"Berisik."

Aku bisa merasakan desis yang dalam dari suara laki-laki ini. Yang entah bagaimana suaranya membuatku semakin merasakan kematian. Aku akan berakhir, sungguh.

Mama, maafkan aku.

Tubuhku kembali di tarik. Dia memaksaku untuk berjalan cepat. Aku tidak memiliki harapan lagi, air mataku semakin deras saja bahkan aku bisa mendengar suara tangisku.

"Pergi."

Tautannya dari tanganku terlepas. Kepalaku yang sedari tadi menunduk, mendongak secara spontan. Dan tak membutuhkan waktu lama untuk mengenali wajah dari laki-laki berwajah dingin di hadapanku.

"Pergi. Sebelum mereka mengejarmu."

"Bri—brian?"

Ya, dia Brian. Yang kutahu sebagai teman sekelas.

"Pergi."

Brian memandangku dengan tajam. Mata itu membuat tubuhku semakin bergetar takut. Tidak—kali ini bukan ketakutan akan dimangsa oleh lelaki buas, tapi takut akan apa yang dia pikirkan tentangku.

"A—aku..."

Brian kembali menarik tanganku saat ada taksi yang berhenti dan menurunkan seorang penumpang. Dia membuka kembali pintu taksi yang baru saja tertutup dan mendorongku untuk masuk.

"Tolong antarkan dia, Pak," ucapnya kepada sopir taksi. Sopir itu hanya mengangguk, kemudian melanjutkan kemudi.

Di dalam taksi aku berusaha melihat Brian. Dia masih menatap taksi ini hingga beberapa orang keluar dari club dan menghajarnya.

***

BRIAN POV

Saat aku membuka pintu rumah, suara meleking itu akan selalu menyambutku, juga langkah-langkahnya yang kecil tapi bergerak dengan cepat.

"Kak Brian! Kak Brian!"

Aku berjalan semakin cepat saat batang hidungnya sudah kelihatan, tapi tangannya dengan tangkas berhasil menarik jaketku.

"Kak Brian sudah makan malam? Ayo makan bareng."

Pertanyaan itu rasanya sudah kuhapal di luar kepala. Aku menangkis tangannya sebagai bentuk penolakan.

"Oh, Kak Brian sudah makan."

Juga jawaban itu. Setiap hari selalu sama. Aku sampai bosan. Apa dia tidak bosan?

"Kak Brian habis berantem?"

Sialan. Kenapa aku tidak segera pergi saja dari hadapan anak kecil ini.

"Mika ambilin obat merah ya kak!"

Aku berusaha menutup beberapa lebam di wajahku dan berjalan cepat menaiki tangga. Aku bisa mendengar langkah Mika yang berlarian menuju ruang tengah.

Brak!

Aku menutup pintu sekeras mungkin. Memberi sinyal bahwa sedang tidak ingin diganggu—walau sekadar mengantar obat merah. Malam ini sudah menyebalkan karena beberapa bedebah yang seenak jidat main pukul saja hanya karena aku mengambil satu perempuan.

Dasar para otak selangkangan!

Tapi mengingat kejadian di club tadi sekaligus membuatku kembali bertanya-tanya bagaimana bisa seorang Keysha si ketua kelas yang menjadi panutan itu berada di sana? Aku segera dapat mengenali perempuan itu saat dia memasuki club. Vodka yang sudah liar berada di mulutku hampir saja kuutahkan karena rasa terkejut saat melihatnya.

Awalnya aku kira dia sedang mencoba menghibur diri dengan mencoba dunia malam, tapi air mukanya yang ketakutan itu memperlihatkan dia tidak nyaman. Aku tidak tahu—dan sebenarnya tidak peduli apa yang membuatnya sampai ke tempat itu, aku hanya tidak tahan jika melihatnya seperti menghadapi malaikat maut saat di pangkuan lelaki brengsek tadi.

"Kak Brian, ini obat merahnya."

Ketukan pintu Mika membuyarkan lamunanku. Aku hanya diam. Tidak berniat menjawab. Aku terlalu lelah dan muak.

"Kalau gitu obatnya aku taruh di depan kamar kakak."

Tidak ada suara lagi. Artinya anak kecil itu telah pergi. Mataku melirik jam dinding, hampir tengah malam. Aku melepas jaket dan sepatu, lalu melemparkannya ke sembarang tempat. Saat melakukan gerakan yang agak cepat, pergelangan bahuku terasa sakit. Aku juga menyentuh sudut bibir dan ternyata masih ada bercak darah di sana. Akhirnya dengan terpaksa aku membuka pintu kamar untuk mengambil obat merah.

Dan itulah penyesalanku. Harusnya aku langsung tidur saja, membiarkan segala bekas luka ini sehingga aku tidak perlu tahu ketika Bunda memasuki rumah bersama seorang laki-laki dan berciuman dengan panasnya.

"Menjijikkan."

Ya, selamat datang di kehidupanku yang menyamai sampah.

***

Gimana part pertama? Komentar dong :D 

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang