20. Sapaan Kenangan

498 80 24
                                    

Key POV

Saat aku bilang pada Brian untuk memberi jawaban setelah melihat hasil nilai UTS keluar, sebenarnya itu hanya alasan. Karena aku sendiri tidak tahu jawaban apa yang harus kuberikan pada Brian.

Menerimanya?

Atau menolak?

Hah...

Aku sangat tahu jika hatiku sudah terjatuh pada Brian. Aku bahkan tidak akan sanggup jika harus sendiri tanpa Brian—seperti yang terjadi hari ini contohnya. Kepalaku tak bisa berpikir jernih saat kukira Brian akan pergi meninggalkanku.

Bersama Brian dalam setiap duka yang kualami nyatanya menciptakan ketergantungan. Aku yang selama ini terbiasa menyimpan semua rasa sakit untuk diri sendiri, menjadi tenang saat ada orang yang ada di sisiku. Dan orang itu adalah Brian.

Seandainya dulu aku mengatakannya pada Arga, apa dia akan seperti Brian? Apa dia akan setia di sampingku dan menghapus semua air mata itu?

Pertanyaan itu tiba-tiba saja menyapa.

Iya. Arga. Brian benar. Aku masih belum sepenuhnya bisa melupakan Arga.

Katakanlah aku bodoh, walau dia sudah mencaci-makiku dan menganggap aku mengkhianatinya—diam-diam hatiku masih mengaguminya.

Tapi nggak bisa.

Arga telah terlalu menyakitiku. Aku tidak akan pernah membiarkan Arga kembali dalam hidupku. Aku tidak suka dia mencoba ikut campur dengan caranya, apalagi sampai menceritakan tentang Kak Anya pada Anggun tanpa seizinku.

Dia tidak berhak melakukan itu.

"... aku boleh kan pacaran sama Arga."

Kalimat yang Anggun lontarkan kala itu masih terekam dengan jelas di kepala. Walau sudah lama, nyatanya hatiku masih teriris sakit. Mungkin saja mereka berdua sudah resmi pacaran sekarang. Arga pasti bisa melepaskanku dengan mudah, toh dia yang mengakhiri hubungan ini. Bahkan sudah berkali-kali aku memergoki Arga dengan perempuan lain sebelumnya. Kata orang, itu resiko pacaran sama anak band.

"Kita putus."

Kadang aku merasa marah dan kecewa saat mengingat Arga mengucap kata itu dengan mudah. Dia sangat tidak percaya padaku, padahal selama ini aku selalu mencoba bertahan untuk percaya padanya dan mendengar semua alasan yang dia ucapkan saat aku melihatnya tengah bersama perempuan lain atau membatalkan janji dengan seenaknya.

"Arga itu pangeran sekolah. Lo nggak bisa nyekap dia buat di sisi lo terus."

Itu kata Cintya yang mengaku sebagai ketua fanclub untuk Arga. Aku ingat jika dia adalah orang pertama yang berteriak marah tepat di depan wajahku saat mendengar kabar bahwa aku dan Arga pacaran, dan aku yakin jika dia menjadi orang yang pertama kali berteriak bahagia saat mengetahui kami sudah putus.

Walau ada banyak kenangan yang menyakitkan, Arga itu tipe pacar yang omantic. Semua kata-kata yang keluar dari mulutnya terasa manis. Dia bahkan tak lupa untuk membawakan lagu khusus untukku saat manggung. Oleh karena itu, aku terkejut bukan main saat Arga marah dan menuduhku berbuat yang tidak-tidak.

Jadi, kamu milih Arga atau Brian?

Aku kembali menghela napas panjang. Kenangan yang kurajut selama dua tahun bersama Arga tentunya tak akan bisa memudar dalam semalam. Tapi—pastinya aku tidak akan kembali pada Arga.

Jadi?

Saat Brian selalu berkata agar aku tidak menyukainya, aku setuju saja. Aku mencoba untuk tidak terjatuh terlalu dalam dan merasa terlalu nyaman bersamanya, tapi saat dia sudah mengizinkan pertemanan itu menjadi rasa yang lebih—aku tidak bisa menolak rasa bahagia yang dirasakan dengan jelas oleh hatiku.

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang