3. (lagi)

703 130 12
                                    


BRIAN POV

Mungkin seharusnya aku segera pulang setelah membaringkan kakak Key di tempat tidurnya, namun mama Key malah menyerahkan handuk dan beberapa baju ganti untukku sehingga mau tak mau aku menuju kamar mandi dengan pikiran yang penuh akan Key.

Key. Gadis yang sudah seperti bintang di sekolah itu ternyata memiliki kisah yang tak terduga. Pancaran mata dan senyumannya yang secerah matahari rupanya sebuah tameng untuk menutupi mendung dalam dirinya. Kali ini aku mengerti akan mata takutnya saat melihatku. Dia takut aku melihat kehidupannya yang nyata. Dan sayang aku sudah terlanjur masuk ke dalamnya.

"Brian."

"Hm."

Key sudah berdiri di depan kamar mandi ketika aku membuka pintu. Aku yakin dia sudah berdiri semenjak aku memasuki kamar mandi karena seragam sekolahnya masih basah kuyup.

"Aku tahu kalau kamu nggak suka ngobrol sama orang lain, tapi tetap janji sama aku. Janji rahasiakan semua ini, kalau bisa lupakan apa yang barusan kamu lihat."

Memangnya jika orang lain tahu, apa kau merasa malu?

Aku ingin membalasnya demikian, namun tubuh Key yang bergetar kedinginan membuatku hanya bisa mengangguk. Aku tidak bisa mengatakan apa pun, bahkan sekadar kalimat menenangkan. Aku tidak pandai untuk melakukannya.

"Gue pulang."

Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku. Key memundurkan tubuhnya, memberiku jalan, lalu mengantarku hingga ruang tamu.

"Mama lagi jagain Kak Anya," ucap Key saat aku tidak melihat keberadaan mama Key yang tadinya di ruang tamu.

Aku tidak mengatakan apa-apa lagi, memilih untuk segera keluar rumah.

***

KEY POV

Seandainya aku memiliki kekuatan untuk menghentikan waktu, aku ingin waktu berhenti saja sejak tahun lalu, tepat saat aku meniup lilin ulang tahun ke-16 bersama dengan papa, mama, dan kak Anya di taman rumah. Seandainya saja aku tahu jika itu menjadi momen terakhir aku mengenal rasa bahagia, aku ingin berhenti di sana. Tetap dalam waktu itu dan terus tertawa.

Saat itu kak Anya tengah mengandung, namun berjalan lima bulan bayi itu harus menghilang karena pendarahan. Belum cukup dengan musibah itu, kak Anya ditinggal begitu saja oleh kak Ruben—suaminya. Aku tahu kak Anya diam-diam terus menangis sepanjang malam di kamarnya, hingga pada suatu hari tangisan itu berubah menjadi tawa. Aku dan mama sangat bahagia melihatnya, tapi kebahagiaan itu hanya berlangsung beberapa detik karena menyadari jika tawa kak Anya telah berbeda. Tawa kak Anya tidak bisa dihentikan dan dia terus menggendong boneka beruang kesukaannya.

Di hari itu, aku sadar betapa hancur perasaan mama karena aku saja merasa sangat kesakitan melihat kak Anya. Mama selalu berusaha berada di sisi kak Anya, memeluknya, menenangkannya jika tiba-tiba mengamuk dan berteriak histeris. Sedangkan papa—dia ikut menghilang seperti suami kak Anya. Dia memilih pergi saat mama memutuskan resign dari tempat kerja dan mengabdikan diri sepenuhnya untuk kak Anya. Dia seperti bukan seperti orang yang selalu kukagumi dan kupanggil 'papa'.

"Key, temanmu sudah pulang?"

Mama terbangun saat aku membuka pintu kamar kak Anya, rupanya aku telah menggangu mama istirahat.

"Sudah, Ma. Mama lanjut tidur saja."

Mama tersenyum. Senyum yang diulas dari bibir yang telah memucat. Senyum yang mencoba terlihat baik-baik saja.

"Kamu sudah makan? Tolong masak sendiri ya, Key. Mama nggak sempat masak. Kak Anya tadi juga cuma makan roti."

"Bisa, Ma. Mama tidur lagi ya."

Mama kembali berbaring di samping kak Anya dan membenarkan selimut. Sebelum aku benar-benar menutup pintu, aku melihat mama yang mengelus-elus dengan lembut pucuk kepala kak Anya dan itu menciptakan teriakan kecil di dalam diriku bahwa aku juga ingin merasakan hangatnya tangan mama yang telah lama menghilang untukku.

***

BRIAN POV

Ternyata Key memang sangat cocok untuk menjadi seorang aktris. Sejak dia memasuki ruang kelas, senyum di bibirnya tidak pernah lepas. Dia juga ikut bercanda dengan Anggun dan yang lain. Dia tetap menjadi ahli di setiap pelajaran dengan menjawab hampir keseluruhan pertanyaan guru. Bohong jika sikap Key yang seperti itu membuatku tidak heran.

Saat jam istirahat, Key tidak lagi mengejarku untuk berbicara. Sepertinya dia sudah percaya padaku bahwa aku akan menjaga rahasianya, baguslah kalau begitu.

"Kamu selingkuh, kan?"

Aku mendengus saat mendengar pertanyaan itu. Hah, kenapa tempat ini selalu menjadi tempat persinggahan orang pacaran? Padahal aku ingin tidur sebentar. Apa mereka tidak sadar jika ada orang lain di sini?

"Enggak, Ga. Kamu kenapa sih?"

Mataku yang terpejam seketika terbuka saat mendengar suara yang belakangan ini sangat familiar di telinga. Siapa lagi kalau bukan Key.

"Kamu yang kenapa! Kamu sadar nggak kalau kamu nggak kayak dulu lagi. Kamu sering nggak bales WA, line, bahkan sms!"

"Aku sibuk, Ga... aku kan udah bilang."

"Bohong! Aku tahu kamu selingkuh sama Brian!"

WHAT THE—Apa yang baru saja si brengsek itu katakan?

Key tidak langsung menjawab, sepertinya dia sama terkejutnya sepertiku.

"Kamu kata siapa sih? Aku nggak ada hubungan apa-apa sama Brian!"

"Anggun! Anggun bilang dua hari yang lalu kamu bermalam sama Brian, kan? Aku nggak nyangkah kamu semurah ini, Key."

PLAK!

Key pasti menampar Arga. Kerja bagus. Karena jika Key tidak menampar Arga, aku yang akan melakukannya—mungkin lebih buruk lagi.

"Nggak usah marah. Nggak usah munafik! Aku juga tahu sepulang sekolah kemarin kamu nyamperin Brian dan dianter pulang!"

"Itu nggak seperti yang kamu pikirin! Bukannya kamu kemarin juga ada urusan keluarga? Kalau kamu bisa, tentu aku nggak akan diantar Brian!"

Suara Key terdengar frustrasi, sepertinya gadis itu tengah menangis.

"Aku emang ada urusan dan Anggun yang kirim foto kamu sama Brian. Aku beneran nggak nyangka kamu tega, Key."

"Aku nggak bohong, Ga. Sumpah!"

"Cukup, Key. Kita putus."

Suara langkah kaki Arga semakin menjauh dan menghilang. Aku masih terbaring di atas bangku, tak lama setelah itu aku mendengar isakan. Aku tidak tahu apakah seharusnya aku tetap diam saja atau menghampiri Key, tapi tubuhku memilih beranjak dan berjalan melewati tumpukan bangku yang mungkin menutupi keberadaanku sejak tadi. Dan di balik itu aku menemukan Key yang langsung menatapku terkejut bersama air mata yang menggantung di wajahnya. Ini adalah kejadian ketiga yang seharusnya tidak aku lihat dari kehidupan seorang Keysha. 

***

Dipikiran awal, Arga ini Jae tapi aku lama kelamaan lebih cocok Sungjin kalau dipikir >< 

Kalau menurut kalian, siapa nih yang ada di pikiran pas bayangin Arga?

Oh ya makasih banyak buat yang udah baca, komen, dan vote! 



FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang