7. Black Hole

629 117 21
                                    


Aku menatap bangunan yang dipenuhi oleh berbagai macam orang yang keluar masuk itu dengan nanar. Sore tadi aku sudah mengunjungi kantor Papa, tapi tak menemukannya di sana. Katanya, papa sudah pulang. Jadilah aku berakhir di sini. Tempat pertama kali aku menemukan jika papa telah memiliki perempuan lain bernama Tian.

"Cewek."

Panggilan itu menyapaku ketika aku baru saja memasuki club. Laki-laki itu berusaha mengalangi jalanku bersama kerlingan nakalnya. Aku hanya perlu menundukkan wajah dan terus berjalan demi mencari keberadaan papa di dalam keramaian ini.

Anggap saja aku nekat, setelah pengalaman yang tidak menyenangkan terakhir kali aku datang ke sini ditambah pelecehan yang kudapatkan tadi siang—aku masih berani datang ke tempat ini. Sebenarnya aku tidak tahu kalau aku ini sedang nekat atau putus asa. Aku hanya ingin bertemu papa, jika perlu aku akan memohon padanya untuk memberikan sedikit saja uang padaku. Papa masih memiliki tanggung jawab terhadapku dan keluarga, jadi meminta uang darinya tidak masalah, kan? Aku sungguh tidak ingin dua laki-laki brengsek tadi kembali datang ke rumah.

"Buru-buru amat sih, mau ke mana."

Seseorang menghentikan langkahku dengan berdiri tiba-tiba di hadapanku. Dia bahkan menyentuh daguku—memaksa agar aku menatap wajahnya.

"Wuih, cantik juga," ucapnya. Aroma alkohol dari mulutnya membuatku merinding. "Main aja sama gue, yuk."

Dia menarik tanganku menuju sudut ruangan. Sudut itu nampak lebih gelap dan aku tak ingin ditelan dalam kegelapannya. Aku menoleh-noleh, tetap mencari keberadaan papa dan akan berlari secepat mungkin padanya saat bertemu tapi aku tidak menemukan papa, aku hanya menemukan sosok lain yang tengah duduk di meja bar sambil meneguk segelas air yang kuyakini alkohol.

"Sayang!"

Sekuat mungkin aku melepas tautan laki-laki itu dan berlari pada Brian yang kini menatapku dengan kerutan di dahinya, namun aku tak peduli dan terus menempelkan tubuhku padanya—bahkan mungkin aku sudah memeluknya.

"Peluk aku balik, please," aku berbisik padanya. Dia menuruti tanpa berkomentar.

"Shit!"

Setelah merasa laki-laki tadi telah menghilang, aku segera mengambil dua langkah ke belakang—menjauh dari Brian.

"Makasih."

"Jadi, ini beneran cara lo dapetin uang?"

"Apa?"

"Lo bilang butuh uang."

Aku paham arah pembicaraan Brian. Tatapan yang meremehkan itu adalah tatapan yang kutakutkan jika ada orang yang tahu aku berada di tempat ini—termasuk Brian.

"Kalau ini cara aku nyari uang nggak mungkin aku dateng ke kamu buat berusaha ngehindar dari cowok itu."

Brian tidak menjawab lagi. Aku pun tak ingin berada di dekatnya lama-lama. Apa yang dia ucapkan padaku telah membuatku kecewa. Dia bilang jika dia tidak akan peduli dan tidak berpikiran tentang itu terhadapku, tapi nyatanya dia sama seperti orang lain yang langsung mencela hanya dari apa yang dilihat.

"Keysha."

Saat suara yang amat familiar itu menyapa, tubuhku sontak berbalik. Dan benar. Papa telah berada di depanku dengan Tian.

"Kamu kenapa main ke sini? Sama cowok? Udah berani kamu?!" suara Papa meninggi bahkan dia melepas tautan tangannya dari perempuan itu.

"Nggak gitu, Pa."

"Mama kamu emang nggak becus buat ngurus anak."

"Jangan salahin Mama dong, Pa. Papa juga masih punya tanggung jawab soal aku."

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang