15. Walk With You

632 95 65
                                    

Key POV

Apa yang kalian pikirkan saat pertama kali membuka mata di pagi hari?

Bagaimana hari ini akan berjalan? Apakah hari ini akan berbaik hati? Atau malah akan ada permasalahan baru yang harus dihadapi?

Sering kali aku menangis saat kelopak mata ini pada akhirnya terbuka, karena aku berharap bisa terlelap untuk jangka waktu yang lama agar bisa bersembunyi dari kenyataan. Secara ringkas—aku ingin menghilang.

Tapi satu hari yang Tuhan berikan padaku saat ini bisa saja menjadi hari yang orang lain idam-idamkan, seperti orang-orang yang tengah berbaring di rumah sakit misalnya. Jadi dengan alasan itu aku mencoba bertahan dan menerima apa yang telah Tuhan takdirkan padaku.

"Ayo berjuang, Key."

Kini aku memiliki alasan lain yang menjadi penyemangat ketika pagi hari telah tiba. Jalan dingin nan sepi yang kulalui mungkin akan menjadi lebih hangat saat ada Brian bersamaku.

Aku beranjak dari tempat tidur dengan memeluk harapan baru. Hal yang pertama kulakukan adalah mengambil cutter yang selama ini kusimpan dalam nakas dan membuangnya ke tempat sampah. Seperti janjiku pada Brian, setidaknya kita harus berjuang. Dan inilah langkah awal dari perjuanganku.

Seisi rumah terasa lenggang ketika aku keluar dari kamar. Dulu, ruang keluarga ini akan menjadi tempat teramai. Papa selalu melihat berita pagi bersama mama yang mencoba membenarkan dasi papa. Aku sendiri masih enak bermalas-malasan di tempat tidur dan terkadang bertengkar dengan Kak Anya yang selalu menggunakan waktu sebaik mungkin untuk menjahiliku.

Tapi itu dulu—bukan sekarang.

Sekarang, aku tidak boleh terus memikirkan masa lalu yang semakin membuatku terluka.

"Selamat pagi, Ma."

Senyumku langsung terulas saat melihat mama keluar dari kamar kak Anya. Ada lingkaran hitam di sekitar mata mama. Mama pasti tidak tidur dengan nyenyak karena harus sering terjaga saat Kak Anya tiba-tiba teriak di malam hari.

"Key masak dulu ya, Ma."

"Cuma tinggal telur aja di kulkas, Key."

"Yaudah sarapan telur."

Aku segera ke dapur dan benar-benar hanya mendapati satu telur di dalam kulkas dan satu telur ini harus dibagi menjadi tiga jadi telur dadar adalah pilihan terakhir.

Setelah telur matang dan tinggal menunggu nasi nanak, aku pergi untuk mandi. Namun ketika di ruang tengah aku melihat kak Anya tengah buang air kecil dengan tatapan kosongnya.

"Kakak... kalau kebelet ngomong ke Key aja," ucapku dengan menghela napas panjang. Kak Anya sendiri tidak berkata apa-apa dan masih terdiam sambil memeluk bonekanya.

Dengan berhati-hati aku membawa kak Anya untuk ke kamar mandi sambil berdoa agar kak Anya tidak akan mengamuk dan menurut saat aku membersihkan dirinya.

"JANGAN! JANGAN AMBIL ANAKKU!"

Aku tersentak ketika aku mencoba mengambil boneka di pelukan kak Anya. Tubuhku sudah terjatuh di lantai kamar mandi karena kak Anya mendorongku begitu saja.

Hah, pagi ini akan menjadi berat.

"Diletakin dulu, Kak. Nanti basah."

"DIAM! DIAM!"

Merasa kak Anya tidak akan menyerahkan boneka itu, akhirnya aku menurut saja dan mulai memandikan kak Anya walau kak Anya terus berontak dan mencoba melarikan diri. Aku tidak tahu menghabiskan waktu berapa lama di kamar mandi, yang jelas aku akan terlambat ke sekolah.

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang