17. Tentang Perpisahan

581 90 40
                                    

Brian POV

Aku sudah bersiap menemui Key di kafe ketika sebuah mobil memasuki pelataran rumah dan menurunkan seseorang yang sangat tidak diharapkan—Ayah.

"Ada apa?" aku bertanya dengan suara dingin. Pun mata ini sudah menajam.

"Bunda kamu mana?" Dia balik bertanya tanpa memedulikan raut wajahku atas penolakan kehadirannya.

"Kenapa cari Bunda?"

Mata itu akhirnya berbalik menatapku dengan pandangan serupa; tajam dan penuh permusuhan. Jika saja ada orang lain melewati kami berdua, mungkin dia tidak akan menyadari jika kami saling berhubungan darah.

"Ada yang mau Ayah bicarain," jawabnya setelah menghela napas panjang. Rupanya dia mencoba mengontrol emosi.

"Bicara sama saya."

Dan sepertinya emosinya tidak bisa lagi untuk ditahan setelah aku mengucapkan itu. Dengan berkacak pinggang dia berteriak, "Kamu bener-bener kurang ajar ya. Cepat panggil pelacur itu!"

Pekikannya membuat tanganku bergerak lebih cepat dari pikiran. Aku tidak tahu seberapa kuat aku melempar tinju padanya, yang jelas tinju ini cukup untuk membuatnya terjengkang di teras rumah.

"ANAK SETAN!"

"Iya, Anda setannya!"

Seperti itulah awal mula semua kehancuran hari ini. Temperamenku yang buruk semakin menjadi ketika ada orang yang memancingnya untuk menjadi amarah. Aku tidak sadar seberapa banyak luka yang terjadi akibat perkelahianku dan ayah. Aku baru berhenti ketika tubuhnya jatuh tak bisa digerakkan lagi dan dibawa buru-buru ke rumah sakit, sedangkan aku masih tertinggal di rumah. Bersama luka yang masih menganga.

***

Beberapa orang yang berada di tempat parkir langsung menjadikanku bahan pembicaraan ketika aku melepas helm. Lagipula, bagaimana bisa memar di seluruh wajah ini tidak mengundang mereka yang selalu haus akan gosip?

"Dia pasti habis tawuran tuh."

"Gila, memang dasarnya preman si Brian."

"Lo sekelas sama dia kan? Hati-hati jangan deket-deket."

"Amit-amit deket sama dia."

"Gitu Key kok bisa ya betah sama Brian."

Langkahku terhenti ketika nama Key keluar dari mulut mereka. Tiga perempuan itu langsung lari terbirit-birit saat aku menoleh pada mereka seolah-olah tengah melihat iblis. Tapi memang—ya aku sudah dianggap iblis di tempat ini.

"BRI!"

Kali ini bukan hanya langkahku yang kembali terhenti—juga napas. Sejak kapan Key berdiri di depan tempat parkir?

"Kamu kenapa kemarin nggak—kamu habis berantem?"

Senyum yang tadinya merekah di bibir Key langsung luntur saat menyadari memar-memar di wajahku. Dia bahkan tanpa aba-aba sudah menyentuh memar di pipi dan sudut bibirku yang sobek.

"Minggir."

Tapi aku tidak bisa menerima perlakuan Key dan hanya bisa menghempaskan tangannya. Key melangkah mundur dengan terkejut. Matanya yang berubah sendu itu membuat hatiku meringis sakit. Aku hanya terlalu malu untuk berhadapan lagi dengannya karena tidak bisa menepati janjiku pada Key. Dan benar apa yang orang-orang katakan, aku menghancurkan Key jika dia terus berada di sisiku.

***

Key POV

Seperti yang kuduga, pasti ada hal buruk yang terjadi. Brian pasti datang kemarin sore jika tidak terjadi sesuatu, memar di wajah Brian cukup untuk memberiku jawaban meski sang empu sejak tadi mengabaikanku.

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang