Part 23

5.3K 467 34
                                    

Happy Reading
..

Musim kemarau masih singgah dalam rumah tangga May dan Pangeran, kering kerontang. Terkadang berhembus hawa dingin,  dingin yang membuat gigil setengah mati.

Hujan perdamaian belum jua luruh, terik panasanya perseteruan masih mendominasi.

Permasalahan utamanya hanyalah terletak pada ego mereka masing-masing, tidak ada yang mau mengalah.

"Aku udah masak, ayok makan." Pangeran berdiri di ambang pintu kamar.

May memperat pelukannya pada bantal guling yang berada dalam dekapannya, ia berbalik arah memunggungi Pangeran.

Pangeran menghela nafas, sejujurnya Pangeran merasa teramat lelah, ia baru saja pulang bekerja, dan langsung memasak untuk dirinya dan May, mengabaikan rasa lelah yang mendera dirinya. Kemudian ia masih mendapat sambutan seburuk ini dari May.

"May, jangan begini." Pangeran mendekat, ia duduk di pinggiran tempat tidur.

"May, kamu belum makan kan dari tadi pagi?" Pangeran menyentuh punggung May, tidak ada jawaban.

"May kasihan anak kita, kamu gak boleh mentingin diri sendiri lagi saat ini, kamu harus mikirin kondisi anak kita juga."

Pangeran mengusap wajahnya kasar, padahal ia telah rela menurunkan egonya dan mengajak May untuk berbicara baik-baik. Tapi apa yang ia dapat? Kesabarannya benar-benar tengah diuji.

"May, apa kamu berniat untuk memperpanjang masalah ini hingga tak mengenal tepian? Aku lelah May."

"Aku ingin menepi, dan berdamai. Ayok kita turunkan ego kita masing-masing. Aku akan belajar lebih memahami kamu, kamu tidak akan menghadapi ini semua sendiri, kita lalui bersama. Aku tidak akan berlepas tangan. Belajarlah menerima kehadiran anak kita, jadilah Ibu yang hebat May."

Pangeran mengelus punggung May dengan lembut, sementara itu terlihat jelas bahu May bergetar, dalam persembunyiannya di balik bantal ia tengah menangis, dadanya terasa begitu sesak.

May merasa kecewa dengan dirinya sendiri, akan tetapi ia malu untuk sekadar mengakuinya.

May terlalu malu, seharusnya ia yang memohon maaf kepada Pangeran, tapi nyatanya lagi-lagi Pangeran yang mengalah, dan meminta untuk berdamai terlebih dahulu.

"Anggap saja kejadian beberapa hari ini tidak pernah terjadi, lupakan semuanya. Kita mulai semua dari awal, menyambut kehadiran anak kita dengan suka cita. Aku yakin kita pasti bisa May."

Pangeran mengelus rambut May dengan lembut. Walau posisi May pada saat ini tengah memunggungi dirinya, ia tahu betul pada saat ini May pasti tengah menangis.

"May berbicaralah, jangan menangis seorang diri. Aku akan mendengar seluruh keluh kesalmu. Aku tidak akan membentakmu lagi."

May tak kunjung memberi respon, Pangeran berinisiatif membalikkan tubuh May dengan pergerakan lembut.

May masih menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangannya, namun lelehan air mata May terlihat jelas di sela-sela jemarinya.

"May." Pangeran menyentuh punggung telapak tangan May.

"Lihat aku, kita perlu berbicara dari hati ke hati."

Dengan gerakan perlahan May memindahkan telapak tangannya dari atas wajahnya. Memperlihatkan wajahnya yang sembap.

May dan Pangeran beradu pandang, bercerita lewat mata. Melepas rindu yang mereka pendam beberapa terakhir ini.

"Kak... "suara May tercekat, lidahnya terasa kelu.

"Kenapa? katakan saja sayang, Katakanlah apa yang ingin kamu katakan, aku akan mendengarnya,"ucap Pangeran.

May terenyuh dengan kesabaran Pangeran, jika yang berada di posisi Pangeran lelaki lain belum tentu akan tetap bertahan dengan semua sikap kekanakan dirinya. May bersyukur akan hal itu.

Tidak banyak stok suami sabar di muka bumi ini, lebih banyak yang ingin didengar tapi tak mau mendengar. Pangeran termasuk suami yang mau mendengar, dan didengar.

"Aku malu." May kembali menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Aku terlalu egois. Aku tidak yakin, apa aku bisa menjadi Ibu yang baik." May mencurahkan kekhawatirannya.

Pangeran memindahkan tangan May dari atas wajah May, Pangeran menggenggam jari jemari May. Mengecup punggung tangan May dengan lembut.

"Kamu pasti bisa, kita belajar bersama-sama untuk bisa menjadi orangtua yang baik dan benar." Pangeran meyakinkan May.

"Aku takut Kak, aku takut anak kita kelak tidak menyayangiku. Karena dari awal aku sudah tidak menerimanya."

Pangeran membantu May untuk duduk, Pangeran memeluk pinggang ramping May dari belakang. Menyandarkan kepala May di bahu kokohnya. Menautkan jari jemarinya dengan jemari May.

"Kamu bukan tidak menerimanya, hanya saja kamu terlalu takut menerima kenyataan. Jangan takutkan hal-hal yang belum tentu terjadi May." Pangeran mengecup pipi May sekilas dari arah samping.

"Kakak gak marah lagi sama aku?" May sedikit mendongak untuk bisa melihat sorot mata Pangeran.

"Sebenarnya kalau aku mengikuti egoku, pertengkaran kita belum tentu usai sampai di sini. Tapi aku sadar tidak ada gunanya memenangkan ego masing-masing. Kita sendiri yang akan rugi bahkan menyesal. Sebelum hal itu terjadi, aku lebih baik menawarkan perdamaian terlebih dahulu. Karena di rumah tangga kita ini, aku adalah seorang imam. Yang harus bisa mengambil keputusan terbaik untuk keutuhan rumah tangga kita,"jawab Pangeran dengan bijak.

May merasa sangat takjub mendengar jawaban menakjubkan dari Pangeran. Jawaban yang terdengar dewasa dan bijaksana.

"Selain itu, aku tidak bisa berlama-lama mendiamkan kamu May. Terasa begitu sulit."

"Kalau begitu, maafkan aku Kak." May meremas ujung kaosnya.

"Kita sama-sama bersalah dalam porsi masing-masing. Kakak juga minta maaf, mungkin ke depannya Kakak harus lebih pandai mengontrol emosi Kakak. Karena sumber pertengkaran paling utama adalah emosi yang tidak terkontrol. Kamu memantik api dan kakak menyiramnya dengan bensin. Dalam hal ini kita sama-sama bersalah dengan porsi masing-masing."

"Kakak sebenarnya terlalu sempurna untuk aku yang kekanakan ini. Kakak bisa menghadapi permasalahan yang kita hadapi dengan dewasa. Sementara aku?" May menggigit bibir bawahnya.

"Yang penting aku mencintai kamu, itu sudah menjadi alasan yang lebih dari cukup kalau kamu pantas mendampingi aku May."

Pangeran mengarahkan tubuh May supaya berhadapan dengan dirinya. Pangeran menangkup kedua belah pipi May yang masih basah oleh air mata.

Pangeran menghapus sisa-sisa air mata yang menempel di pipi May dengan jemarinya.

"Kamu dan anak kita adalah anugerah terindah untukku May."

Pangeran melatakkan tangannya di atas perut May yang masih rata. Membuat hati May berdesir hebat, sensasi baru yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Terimakasih Kak, telah sabar menghadapi aku,"ucap May.

Pangeran mendekatkan wajahnya dengan wajah May, mengecup kening May cukup lama.

May memejamkan matanya, meresapi setiap sentuhan lembut Pangeran di wajahnya. Kemudian berpindah ke kelopak mata May. Pangeran mengecup kelopak mata May bergantian, ia dapat merasakan kelopak mata May yang masih basah bersatu dengan bibirnya. Lalu berpindah ke hidung mancung May, berlanjut ke kedua belah pipi May dan terakhir mengecup bibir May sekilas.

"Kak aku mencintaimu karena Allah,"ucap May dengan suara pelan.

"Aku juga mencintaimu karena Allah." Pangeran tersenyum sangat manis.

Bisa dibilang May dan Pangeran sudah sepakat mengibarkan bendera putih, berdamai.

...

Tbc

Hola

Double up dan masalah selesai. Wkwkwk

Pangeran untuk Maymunah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang