Part 8

6.8K 475 213
                                    


***

Lain Charisa, lain juga yang terjadi pada Anneth. Empat hari ini Deven terus muncul di hadapannya membuat Anneth bosan. Kalau Charisa bersyukur Joa tidak sekolah, maka Anneth sebaliknya. Lebih baik Joa sekolah jadi bisa membuat Deven menjauh darinya.

Dan setiap hari juga Deven tak pernah luput untuk membujuknya agar menjadi pengisi acara. Pria itu memang benar-benar pantang menyerah.

"Charisa mana?" Tanya Deven.

"Ngapain lo nanya-nanya." Ucap Anneth sewot. Ini juga yang buat dia malas dekat-dekat Deven, apapun ucapan dan pertanyaan laki-laki itu maka Anneth akan menyahutnya. Ini bukan Anneth sekali. Tapi, jika Anneth diam Deven juga tidak akan pernah berhenti berbicara. Berbagai cara sudah Anneth lakukan untuk menjauh, tapi Deven juga menemukan lebih banyak cara untuk dekat dengannya.

"Cemburu ya!" Goda Deven lalu melahap baksonya.

Anneth mendengus lalu cepat-cepat memakan ketopraknya agar tidak berlama-lama di sini. Dalam hati Anneth merutuki pemuda itu dan juga Charisa. Akhir-akhir ini, kalau istirahat Charisa selalu memberi alasan tidak masuk akal menurut Anneth agar tidak ikut ke kantin. Padahal Anneth tahu bahwa semua alasan yang diberikan Charisa adalah bohong. Ia tahu, Charisa pergi kemana. Menemui Devano! Anneth bukannya setuju adiknya itu mendekati Devano, tapi biarkan saja dulu. Biar Charisa puas! Semakin dilarang semakin dilanggar. Jadi, biarkan saja!

"Uhukkk! Uhukkk!!!" Anneth tersedak  karena terlalu cepat makan. Deven bukannya membantu malah tertawa puas. Apalagi melihat wajah Anneth yang memerah, ekspresi Anneth ini harus diabadikan. Deven mengambil HP-nya yang berada di meja, membuka fitur camera lalu memvideo Anneth yang menepuk-nepuk dadanya sambil mencari minum. Siap! Ekspresi pertama Anneth, wajah panik.

"Makanya lain kali hati-hati. Makan kayak dikejar setan." Ledek Deven lalu menyantap baksonya kembali dengan santai. Ia tidak memperdulikan tatapan mata Anneth yang ingin membunuhnya.

Dengan penuh rasa gondok, Anneth pergi dari kantin.

"Eh, Anneth!" Teriak Deven. Ia pun meninggalkan baksonya untuk mengejar Anneth.

"Neth, gitu aja ngambek!" Ucap Deven setelah berada di sebelah Anneth. Anneth diam, ia masih kesal dan ini pertama kali Anneth merasakan kembali kekesalan pada orang lain selain keluarga.

"Neth."

Anneth berdecak, ia menoleh. "Apa..."

"Yes! Dapat!" Seru Deven senang saat Anneth menoleh saat itulah ia mengabadikan wajah kesal Anneth dengan HP-nya. Ia tersenyum-senyum memandangi wajah Anneth di sana, mulut gadis itu ternganga karena mengucapkan kata 'apa' ditambah tatapan matanya yang benar-benar tampak menunjukkan raut kesal.

"Eittsss!!!" Deven dengan sigap menyembunyikan HP-nya ke belakang tubuh saat Anneth ingin mengambilnya.

"Hapus!"

"Nggak!" Tolak Deven.

"Hapus, Deven!" Ucap Anneth dengan kesal, ia berusaha mengambil HP Deven namun pemuda itu malah mengacungkannya ke atas. Anneth memang lebih pendek dari Deven dan membuatnya susah untuk meraih. Anneth sampai harus meloncat-loncat untuk menggapai. Anneth tak sadar bahwa posisinya begitu dekat dengan Deven dan ia juga tidak tahu bahwa Deven memandangi wajah Anneth sejak tadi.

"Lo tahu..." Deven berujar membuat Anneth menghentikan kegiatannya. Ia memandang Deven dan baru sadar tubuhnya hampir menempel pada pria itu. Anneth menjauh namun lengannya di tahan oleh tangan Deven.

"Rasanya menyenangkan kalau jantung gue berdetak lebih cepat seperti ini ketika posisi kita sedekat ini." Lanjut Deven dengan wajah serius.

Anneth memandangi wajah Deven, ia akui pria ini begitu tampan, kharismatik, dan Anneth yakin ada banyak perempuan yang menyukainya baik di sekolah maupun di luar sekolah. Tapi sayang, hati Anneth bahkan tidak bergetar untuk Deven. Anneth telah membuang jauh-jauh rasa sukanya untuk siapa pun. Cinta bagi Anneth adalah kesakitan, dan Anneth harus menghindarinya.

FEBYAN'S FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang