Part 23

7.3K 503 251
                                    


***

Beberapa hari ini Charisa terus berusaha untuk menghindar dari Devano. Berusaha untuk mengabaikan chat dan panggilan telpon dari lelaki itu. Ketika Devano datang ke rumah pun ia meminta pembantunya untuk mengatakan pada Devano bahwa ia tidak ada di rumah. Untung Devano selalu datang di waktu yang tepat, di saat Joa sedang kursus masak dengan Mama dan Iky yang sedang bekerja bersama Papa. Hanya ia dan Anneth yang ada di rumah. Tapi Anneth, gadis itu terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Jadilah, Charisa yang menyadari kehadiran Devano.

Charisa tak mengerti untuk apa Devano mendekatinya lagi setelah pemuda itu menyatakan perasaannya pada Jodie. Kalau Devano ingin bermain-main, pemuda itu salah orang. Charisa tak punya waktu lagi untuk meladeni Devano.

"Cha!"

Charisa terkejut saat seseorang menarik pergelangan tangannya, ia melototkan mata begitu tahu Devano pelakunya.

"Cha, kok susah banget sih mau ketemu kamu."

Charisa menghempaskan tangan Devano lalu menatap pemuda itu dengan tajam.

"Cha..." Devano merasa tak enak ketika melihat tatapan mata Charisa.

"Kamu kenapa?" Tanya Devano.

"Kak Devano nggak usah pura-pura lagi ke aku. Aku udah tahu semuanya."

"Tahu apa?" Tanya Devano.

"Kakak dan Jodie."

"Aku dan Jodie. Maksud kamu gimana sih?"

Charisa tersenyum miring, "Masih pura-pura lagi? Kak Devano nembak Jodie kan di Love Cafe?"

Devano membelalakkan matanya, "Cha, kamu ngikutin aku?"

Charisa menganggukkan kepalanya, "Sekarang, aku mohon sama kak Devano untuk nggak dekat-dekat sama aku lagi. Nggak semua cewek bisa kak Devano jadikan mainan."

"Tapi, Cha..."

"Kalau kakak sampai dekati aku lagi, aku bakalan suruh Joa untuk buat wajah kakak babak belur." Charisa berbalik lalu berjalan meninggalkan Devano yang terus memanggil namanya. Gadis itu berjalan menuju taman belakang, tempat yang sunyi yang bisa ia jadikan tempat menumpahkan rasa sedihnya.

Charisa duduk di salah satu kursi lalu menangis terisak di sana.

"Cha."

Charisa tersentak lalu menghapus airmatanya, ia menoleh ke samping. "Eh, Friden!" Ucap Charisa kaget.

"Kenapa nangis?" Tanya Friden.

Charisa menggeleng, "Elo sejak kapan di sini?" Tanya Charisa.

"Daritadi sih. Lo aja yang nggak nyadar kalau ada orang duduk di sini."

Charisa menunduk lalu menendang rumput-rumput kecil yang tertanam di tanah.

"Nih!" Charisa menatap uluran sebatang coklat di depannya lalu ia menatap Friden.

"Buat gue?" Tanya Charisa.

"Iyalah, masa buat burung." Tunjuk Friden pada burung-burung yang bertengger di pepohonan.

Charisa tersenyum lalu mengambil coklat itu, membukanya dan memakannya.

"Joa nggak suka coklat, lo tahu?" Tanya Charisa membuka pembicaraan. Friden mengangguk.

"Tapi gue suka banget. Lo suka juga?" Tanya Charisa.

"Iya."

"Pantes lo kasih Joa dulu coklat ya."

Friden hanya tersenyum tipis.

Coklat di tangan Charisa sudah habis tanpa gadis itu sadari karena ia selalu mengajak Friden berbicara.

FEBYAN'S FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang