Part 16

7.3K 480 353
                                    

Warning 17+

***

"Jo, please! Gue mau ketemu Anneth."

Joa menghentakkan tangan William, "Mau ngapain? Mau buat Anneth jadi bahan taruhan lagi?"

"Jo, gue mau minta maaf sama Anneth!" Ucap William dengan penuh penyesalan.

"Nggak perlu! Lagian ngapain sih lo kembali lagi. Anneth udah bahagia dan lo harusnya tau diri untuk nggak dekat-dekat Anneth apalagi datang di kehidupan dia."

"Gue cuma mau minta maaf, Jo. Gue bener-bener menyesal." Mohon William.

"Lebih baik lo pergi sekarang sebelum kesabaran gue habis." Usir Joa. Ia sudah berjanji pada Anneth untuk tidak mengotori tangannya.

"Waw! Nggak nyangka punya nyali juga lo datang ke rumah ini!" Suara Iky di belakang Joa membuat Joa berbalik. Joa gelagapan, padahal ia sudah berusaha untuk berbicara sepelan mungkin agar tidak ada yang sadar bahwa William datang. Ia tidak mau terjadi keributan di rumah ini.

"Kak, saya mohon saya mau ketemu Anneth." Ujar William.

Iky langsung mendorong tubuh William membuat pria itu terjatuh.

"Pergi lo! Dan ingat jangan temui Anneth dimanapun!" Usir Iky dengan emosi.

"Kak! Saya akan lakukan apapun, asal saya mohon ijinkan saya ketemu Anneth. Saya mau minta maaf sama dia."

"Brengsek! Gue bilang pergi ya pergi!" Iky menendang kaki William.

"Kak Iky udah! Jangan bikin keributan!" Joa menarik tangan Iky, lalu menatap William dengan tajam. "Pergi lo dari sini! Sebelum wajah lo babak belur."

Joa dan Iky berbalik namun tubuh mereka mematung melihat Anneth dan Deven berdiri di ambang pintu rumah.

Tanpa memperdulikan yang lainnya, William melangkah mendekati Anneth. Berlutut dan memeluk kaki gadis itu. Menangis dan memohon maaf pada Anneth.

"Maafin gue, Neth! Maaf!" Racau William.

Anneth membuang mukanya ke arah Deven. Gadis itu berusaha untuk tidak menangis dan mengusir bayangan tentang masa lalu yang masuk ke otak Anneth.

Mengerti bahwa keadaan Anneth tak baik-baik saja. Deven langsung mendorong William.

"Wil, sekarang lo pergi! Jangan buat kekacauan di sini!" Ujar Deven dingin.

William tetap menggeleng, ia tak memperdulikan Deven. William berdiri kemudian meraih tangan Anneth, menggenggamnya.

"Neth, please!"

Tubuh Anneth menengang, dadanya menyesak seakan-akan oksigen di sekitarnya sudah habis. Bayangan itu datang lagi, masa lalu itu berputar kembali.

---

"Wil, aku mohon jangan lakukan ini!" Anneth terus meronta minta dilepaskan, tangannya dipegang erat oleh William dari belakang.

"Diam Neth! Lagian cuma di cium, nurut aja sih!" Ucap William kesal, ia berusaha untuk membuat tangan Anneth tidak lepas dari cengkramannya.

"Willl..." Mohon Anneth sambil menangis.

"Sampai lo nangis darah pun si William nggak akan bisa bantu. Dia udah kalah taruhan, dan saatnya gue menikmati hasil kemenangan gue." Raka-teman William itu mencengkram dagu Anneth.

"Gue mohon jangan..." Lirih Anneth. Ia terus menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri berusaha menghindar agar teman William tak menciumnya. Namun usaha Anneth tak membuahkan hasil, Raka berhasil menciumnya. Anneth merasakan harga dirinya diinjak-injak. Bahkan bukan Raka saja tapi teman William yang lain juga ikut-ikutan. Anneth menangis meraung, mengusap bibirnya yang sudah berdarah dengan kasar saat William melepaskan cengkramannya. Ia benci William, ia benci dirinya sendiri. Anneth benci karena mempercayai William. Mereka semua menertawai Anneth yang menangis.

FEBYAN'S FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang