003. Lelaki yang Paling Aku Takuti

473 48 0
                                    

Aruna akhirnya turun dari bus kota begitu ia telah sampai di halte tujuan. Hari ini dia berjanji bertemu dengan Resha, yang sekarang juga menjadi teman sekantornya. Memakan waktu 5 menit bagi Aruna untuk sampai ke rumah Resha dari halte bus dan dia terkejut dengan orang pertama yang ia temui di depan pagar.

"Kak Angga?" Sapa Aruna ragu-ragu.

Angga menoleh, bersandar di mobilnya dan sepertinya sedang menelepon Resha untuk memberitahu bahwa ia sudah sampai.

"Hai." Angga menyapa balik dengan senyuman, lalu berbicara dengan Resha yang ada diujung telepon.

"Gue sudah sampai depan rumah elo nih, sama Runa." Angga memberitahu Resha.

Angga, Angga Rizaldi Pangestu, 30 tahun. Lelaki tampan serta mapan yang juga sekantor dengan Aruna dan Resha. Memiliki tinggi 175 cm, berkacamata, memiliki kumis dan jenggot tipis. Hari ini dirinya sedang mengenakan celana jeans dan kemeja flanel berwarna cokelat.

Sudah setahun belakangan ini Aruna mengagumi Angga, lelaki ini ramah dan sopan pada semua orang tanpa pandang bulu. Dia juga lelaki yang cerdas dan sangat diandalkan oleh timnya yang merupanan bagian Financial Planning and Analysis. Namun, selama setahun itu pula, Aruna hanya berani menyapa dan berbicara ala kadarnya jika sedang berdua saja.

"Dari rumah?" Tanya Angga.

Aruna hanya mengangguk bodoh, begitulah ia didepan orang yang ia suka, tak bisa berkata-apa-apa.

"Naik apa?"

"Bus, kak."

"Hai! Maaf, sudah lama ya sampainya?" Tanya Resha begitu ia keluar dari rumahnya.

"Enggak kok, Cuma dua jam." Sindir Angga, sementara Aruna hanya memandanginya dengan gugup.

"Ya kali. Ayo masuk."

Resha akan menikah sebentar lagi, dan hari ini Aruna diminta datang karena ditunjuk sebagai ketua panitia pernikahan oleh Resha. Hanya saja Aruna bingung kenapa ada Angga disini, yang sama sekali tidak ada dalam daftar panitia.

"Kak Angga bakal bantuin Pre-wed gue, Run." Resha menjelaskan tanpa diminta.

"Dia kan jago banget tuh foto-foto, lumayan lah ngirit, sekalian mau gue comblangin sama elo. Setali tiga uang." Resha berbisik jahil, membuat Aruna memukul pundaknya keras-keras.

"Aduh!" Resha mengelus-elus pundaknya sambil memanyunkan mulutnya.

"Duduk sini dulu ya."

"Panitia yang lain belum pada datang, Sha?" Tanya Angga.

"Cuma kalian berdua kok untuk hari ini. Gue siapin minum buat kalian berdua dulu ya. Ngobrol-ngobrol santai saja dulu." Resha pun pergi ke dapur.

Sial, Resha benar-benar mengerjai Aruna.

"Run." Panggil Angga.

"Iya kak?"

"Kemarin kenapa enggak masuk?"

"Ah, demam kak." Aruna jatuh sakit setelah berbulan-bulan diserang tim audit keuangan perusahaannya yang membuat ia sering lembur sampai dini hari.

"Akhirnya tumbang ya." Angga nyengir.

"Haha, iya kak." Aruna menggenggam tangan sendiri karena gugup.

"Sekarang sudah mendingan?"

"Lumayan lah, makanya bisa kesini."

"Makanya jangan suka telat makan."

"Hah?" Aruna bingung.

"Iya, kalau makan siang suka jam 5 sore, malahan disambi sama makan malam kan?"

ARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang