007. Rendevouz

350 40 4
                                    

Butuh waktu cukup lama untuk keduanya menyadari kalau mereka tengah saling memandang. Mata keduanya dipenuhi kerinduan yang tertahan serta keraguan untuk menyapa. Akhirnya Fajar melambaikan tangannya pada Aruna, dan Aruna membalasnya dengan kikuk.

Aruna memerhatikan Fajar lamat-lamat. Mata Fajar tetap besar dan telihat mengantuk, Rambutnya masih ikal berantakan dan mengembang keatas, tubuhnya teramat kurus, namun wajahnya yang berbeda, raut wajahnya bukanlah raut wajah remaja nakal yang penuh keceriaan, melainkan laki-laki dewasa yang sudah ditempa oleh kehidupan.

Tanpa sadar Aruna sudah melangkah maju kedepan, menghampiri Fajar walau ia harus menoleh ke atas.

"Apa yang kamu lakukan disana?" Tanya Aruna, akhirnya dia memiliki suaranya, yang seakan-akan hilang saat melihat Fajar.

"Mungkin sama dengan yang kamu lakukan, kemarilah, mari kita bernostalgia." Fajar tersenyum saat mengatakan itu, yang membuat ingatan Aruna akan senyuman-senyuman Fajar padanya dahulu kala semakin kuat.

"Tunggu aku disana." Ucap Aruna, lalu Fajar lagi-lagi tersenyum dan menganggukkan wajahnya.

Aruna berusaha menggerakan tubuhnya untuk pergi ke kelasnya itu, sambil berpikir keras, apakah tindakannya ini benar, apakah ini adalah kemauannya selama ini. Ada sedikit ketakutan jika kehadirannya dihadapan Fajar malah mengganggu kehidupannya dan kehidupan Fajar, Ada ketakutan akan rasa sakit yang pernah ia alami dahulu kala, ada rasa takut kalau-kalau ini hanyalah halusinasinya saja.

Namun kini Fajar sudah benar-benar ada dihadapannya, berjarak satu meter, mereka lagi-lagi terdiam dan saling memandang.

"Apa kabar?" Fajarlah yang pertama kali membuka suara, menyadari kalau mereka berdua sudah terlihat seperti orang aneh sejak tadi.

"Baik." Aruna menjawab dengan suara tercekat, namun kembali menormalkan suaranya.

"Bagaimana denganmu?" Aruna bertanya balik.

"Sedang tidak baik hari ini." Fajar menjawab diluar dugaan, wajahnya tersenyum namun matanya mengatakan hal lain.

"Kenapa?" Aruna bertanya padanya.

"Karena aku bertemu denganmu."

"Setidaksuka itu kamu bertemu denganku?"

"Bukan, Aku hanya sedang takut untuk jatuh cinta."

Aruna diam menatap Fajar, 'apa yang sedang kamu lakukan, Fajar? Apa maksud semua perkataanmu itu.' Aruna bergumam dalam hati.

"Kenapa kamu ada dikelasku? Kelasmu kan ada disebelah sana." Aruna menunjuk kelas Fajar yang berjarak tiga kelas dari kelas Aruna.

"Tak ada larangan untukku kesini, ini kan bukan sekolahmu saja."

"Tetap saja, harusnya kamu memulai nostalgiamu dari kelasmu, bukan kelasku."

"Tapi masa lalu yang ingin ku lihat bukan ada dikelasku, tapi dikelasmu." Fajar kembali mengucapkan kalimat yang membuat Aruna memandanginya lekat-lekat.

Apa yang terjadi padamu? Pikir Aruna dalam hati.

"Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Fajar.

Kamu, aku, keduanya menggunakan bahasa formal saat berbicara karena merasa gugup. Seperti tidak saling mengenal dari awal.

"Entah, sedang jalan-jalan pagi lalu tiba-tiba sudah sampai gerbang sekolah."

Fajar tersenyum mendengarnya.

"Kenapa?" Tanya Aruna.

"Masih sama."

"Apanya."

ARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang