Aruna sedang diantar ke halte bus terdekat oleh Angga seselesainya mereka membicarakan tema Prewed Resha. Keduanya terdiam, tidak sesantai ketika ada orang lain diantara mereka. Aruna yang masih malu-malu dengan Angga, dan sepertinya Angga pun begitu.
Hari-hari pertama Aruna masuk ke kantornya, dia merasa sering diperhatikan oleh Angga. Namun dia sering menampik pikiran gila itu, mana mungkin lelaki sekelas Angga meliriknya?
Tiba-tiba hujan turun di sore itu, reflek Aruna dan Angga memasang wajah panik karena Aruna akan turun sebentar lagi, serta Aruna lupa membawa payung.
"Duh, Hujan lagi." Ucap Angga cemas. Sedangkan Aruna memasukkan tangan kedalam tasnya, mencari-cari dan berharap dia tidak lupa membawa payung.
"Aku antar sampai rumah saja ya."
"Eh, enggak usah kak. Mutar jauh kan dari tempat tujuan kakak, kalau aku lari ke halte harusnya enggak basah kuyup."
"Yakin?" Angga bertanya memastikan.
"Yakin, itu udah mau sampai halte kak." Aruna menunjuk sebuah halte, namun banyak motor didepan halte tersebut sementara para pengendaranya sedang berteduh.
"Wah, agak susah nih berhentinya."
"Agak kedepan juga enggak papa kok, kak."
"Nanti kehujanan."
"Duh, santai saja kak. Kan masih air hujannya."
Angga pun menghentikan mobilnya di tempat yang menurutnya aman dan mudah mencari tempat berteduh.
"Enggak mau aku antar saja? Ini sudah lumayan jauh loh dari halte."
"Enggak, kakak kan mau kondangan habis ini kan? Nanti telat kalau harus antar aku segala. Dan halte berikutnya sudah beda arah sama kakak."
"Ya sudah, kabari kalau sudah sampai rumah ya."
"Siap bos." Aruna nyengir dan membuka pintu mobil, lalu ia berlari cepat mencari tempat berteduh karena hujan semakin lebat.
Aruna memandangi mobil Angga yang menjauh kemudian memerhatikan hujan. Aruna suka hujan. Baginya hujan bisa menenangkannya, dan Aruna akan tenggelam dengan lamunannya setelah itu.
Saat itu juga hujan, pikir Aruna. Dua belas tahun yang lalu, bulan kedua Aruna duduk di kelas 11. Hujan deras turun di pagi hari, dan pada saat itu Ayahnya tak sempat mengantar Aruna sehingga ia harus naik angkutan kota. Aruna yang selalu diajarkan untuk siap siaga ketika sekolah langsung mencari tempat berteduh dan membuka payungnya.
Aruna kembali melanjutkan perjalanannya menuju sekolah. Aruna berjalan dengan pelan dan menikmati suara dan bau hujan disekelilingnya. Sesekali terdapat motor siswa yang lewat disebelahnya sambil mengumpati hujan.
Perlahan, Aruna mendengar langkah kaki berlari kearahnya. Aruna tak menoleh, tetap berjalan. Langkah kaki yang berlari tadi berhenti tepat disamping Aruna, tangan orang itu menggenggam tangan aruna yang sedang memegangi payung.
Aruna seketika menoleh dan melihat siapa yang menghampirinya itu dengan nafas tersengal-sengal, kelelahan berlari. Wajah Fajar kembali dekat dengan wajah Aruna. Mereka berdua menghentikan langkah, dan Fajar mengambil kesempatan itu untuk mengatur nafasnya.
"Numpang." Ucap Fajar, tersenyum lembut.
Si lelaki pembuat onar, pikir Aruna. Aruna menoleh kebelakang, mencari Motor Fajar.
"Enggak naik motor?" Tanya Aruna.
"Di bengkel. Makanya lari begini, baru setengah jalan malah hujan."
"Enggak bawa payung?"
"Naik motor ngapain bawa payung, bawanya jas hujan neng. Kenapa? Enggak suka ya gue numpang?"

KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNA
Roman d'amour"Akan ada suatu momentum, dimana kamu dan dia akan kembali berjumpa. Dimana kamu dan dia akan memutuskan, berhenti atau melanjutkan kisah kalian"