006. Renjana

371 31 2
                                    

Sabtu pagi, Aruna baru saja kembali pulang berbelanja di swalayan dekat rumahnya bersama sang ibu. Begitu sampai di rumah, sudah ada sahabat lelakinya, Dika, sedang bersama ayahnya bermain catur di teras rumah Aruna.

"Hai, Run!" Sapa Dika santai.

"Hai. Rajin banget elo pagi-pagi udah disini." Aruna membalas sapaan Dika sambil membawa masuk barang belanjaannya.

"Belanja bulanan?" Ujar Dika, ternyata menyusul Aruna ke dalam rumah setelah kalah main dengan ayahnya.

"Iya, ngapain elo pagi-pagi kesini?"

"Hush, sama tamu kok begitu ngomongnya." Sang ibu mengomel di dapur.

"Yah, masa orang kaya Dika dianggap tamu." Ucap Aruna.

"Enggak kangen apa elo sama gue."

"Tiap gue berangkat kerja juga gue ketemu elo dijalan. Ngapain kangeng-kangenan."

"Iya deh, terserah. Undangan gue taro meja depan ya, diliat ayah dulu tadi."

"Undangan?" Aruna yang sedang susah payah membuka botol minuman terkejut.

"Iya undangan, undangan pernikahan." Kali ini Ayahnya yang menyahut, menekankan kata pernikahan sambil menyeruput kopinya lagi di teras.

Sudah bertahun-tahun Ayahnya memaksa Aruna menikah sebelum umur 25 tahun. Tahun ini Aruna berusia 28 tahun, sudah lewat 3 tahun dari target sang ayah. Maka semakin seringlah Ayahnya sindir menyindir dalam hal itu. Aruna hanya bisa menghela nafas mendengar jawaban ayahnya.

"Makanya nikah." Bisik Dika meledek Aruna.

"Berisik! Kapan acaranya?"

"Dua minggu lagi,"

"Dimana?"

"The breeze."

"Jauh banget di BSD."

"Dekat rumah cewek gue, Run."

"Elo kapan?" Goda Dika.

"Doain saja cepat ketemu sama cowoknya dulu,"

"Ya elonya pilih-pilih, mana bisa ketemu."

"Boro-boro mau milih, yang mau sama gue saja enggak ada."

"Masih ya ngerasa rendah diri."

"Ya, memang kan. Mana ada cowok yang mau sama cewek kaya gue."

"Elo boleh ngomong gitu kalau seumur hidup elo enggak pernah pacaran. Nyatanya pernah kan?"

"Cuma sekali, itupun cowoknya bosan sama gue, diputusin."

"Memang cowoknya yang brengsek, bukan elo yang membosankan. Beneran enggak ada satu cowokpun yang lagi dekat sama elo sekarang?" tanya Dika.

Aruna enggan menjawab, baru makan bersama sekali dan akan pergi bersama nanti sore bersama Angga, bukan berarti mereka sudah dekat. Barangkali Angga hanya tidak tahu harus mengajak siapa, maka Aruna adalah pilihan terakhirnya.

"Enggak ada."

"Ah, elo nya kali yang enggak ngerasa."

"Apa sih. Memang enggak ada. 28 tahun tapi jelek begini memang susah dapat jodoh, mau gimana lagi."

"Ya malah pesimis, elo itu enggak jelek, Run. Bagian mana sih dari diri elo yang elo anggap jelek?"

"Semuanya."

"Apanya?"

"Badan gue, gendut." Jawab Aruna, entah kenapa setiap membahas ini dirinya jadi emosional.

ARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang