011. Matahari, Bulan dan Bumi

267 33 8
                                    

"Sudah siap?" Tanya Fajar pada Aruna, keduanya hendak pergi berkeliling kota malam ini sesuai permintaan Aruna.

"Siap komandan." Jawab Aruna.

"Eh, sebentar." Fajar batal menancap gas dan mengambil sesuatu didalam tasnya.

"Kenapa?"

"Ayo jalan sambil mendengarkan musik."

"Suara hujan?" Tanya Aruna.

Fajar menolehkan kepalanya pada Aruna, lalu tersenyum dan berkata "Masih suka mendengarkan suara hujan?"

"Lumayan." Aruna malu mengakui kalau setiap malam ia mendengarkan suara hujan sebelum tidur, bahkan dia membuat playlist khusus suara hujan di akun spotifynya.

"Bukan suara hujan kok, tapi lumayan menenangkan seperti hujan." Fajar menyerahkan salah satu bagian headsetnya pada Aruna, dan satunya lagi ia yang pakai.

Mereka pun berjalan pelan sambil mendengarkan lantunan merdu Banda Neira – Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti.

Keduanya melewati indahnya pemandangan jalan sudirman, lalu ke arah Monas dan meluncur ke arah taman kota yang masih ramai dengan anak-anak muda bermain skateboard.

"Duduk sini saja." Ujar Fajar menunjuk salah satu bangku taman yang pemandangannya cukup bagus, Aruna menuruti dan keduanya duduk sambil memakan eskrim yang mereka beli saat mampir di suatu mini market tadi.

"Kemarin.." Fajar memulai pembicaraan.

"Ya?"

"Kenapa menangis?" Tanyanya pelan.

"Tidak papa." Aruna enggan menjawab, dirinya sudah tahu dari kemarin bahwa Fajar pasti akan menanyakan hal ini tapi belum tahu kapan.

"Tapi sikapmu kemarin sepertinya berbanding terbalik dengan jawabanmu."

"Hanya sedang lelah, sepertinya usaha sekeras apapun, hasilnya sama saja."

"Apa karena seorang pria?" Tanyanya, sepertinya Fajar tak mau mendengar jawaban sebenarnya, namun ia tetap bertanya.

"Sebagian besar, iya."

"Siapa lelaki itu? Yang berhasil membuatmu memikirkannya?"

Aruna menatap Fajar, berpikir, mungkin Angga berhasil membuat dirinya ada di pikiran Aruna. Tapi bukankah Fajar juga sama? Dirinya tak menghilang dari mimpi Aruna selama 10 tahun terakhir ini, walaupun Aruna masih ragu dengan perasaannya.

"Tidak penting dirinya siapa."

"Kekasihmu?"

"Kalau iya, kenapa? Kalau bukan, kenapa?"

"Jika aku merebutmu darinya, bagaimana?" Tanya Fajar, wajahnya berubah menjadi serius.

Aruna menatapnya, menebak maksud sesungguhnya dari pertanyaan lelaki ini.

"Kenapa?"

"Kenapa ingin merebutku?" Tanya Aruna lagi

Fajar hanya menatapnya sejenak, lalu berkata sambil memalingkan wajah "Aku bercanda, mana mungkin lelaki sepertiku bisa merebutmu."

"Memang kamu lelaki seperti apa?" Aruna pun mengalihkan pemandangannya kembali kepada para remaja yang sedang bercengkrama.

"Bukan lelaki yang bertanggung jawab pastinya."

"Lalu apa tujuanmu datang?"

Fajar kembali diam.

"Aku sedang kamu datang kemarin, mungkin aku hanya akan menangis sendirian di kamar jika tidak. Dan kamu datang lagi hari ini, aku kembali tenang. Namun, apa tujuanmu? Apakah untuk menghilang pada akhirnya?"

"Kamu tak akan menjawab, aku tahu itu." Ujar Aruna lagi, menurutnya hal ini sama seperti di mimpinya. Dirinya tak akan mendapat jawaban.

"Hari minggu." Ujar Fajar.

"Ada apa dengan hari minggu?"

"Ikutlah denganku, Anak Bimo ulang tahun, mau menemaniku untuk merayakannya?"

Aruna menatap Fajar lagi, memikirkan apa tujuan sebenarnya dari ajakan Fajar itu, lalu ia memikirkan Angga kembali. Apakah tindakannya benar? Bagaimana pendapat Resha dan Ana jika mengetahui hal ini? Siapa yang akan sahabatnya sarankan untuk Aruna pertahankan?

Aruna menundukkan wajahnya dan memejamkan matanya, menikmati angin malam yang berhembus perlahan melewati mereka.

"Akan kupikirkan." Jawab Aruna pada akhirnya.

"Kamu pernah dengar kisah cinta matahari dan bulan" Tanya Aruna.

"Belum."

"Matahari mencintai bulan, ia membiarkan dirinya mati sejenak agar bulan bisa menjadi pusat perhatian bumi pada malam hari. Ia juga memberikan sebagian sinarnya agar bulan terpancar indah. Bulan juga mencintai matahari, maka ia berterima kasih pada cahaya yang telah diberikan matahari padanya. Tapi, bulan merasa dirinya tak pantas untuk Matahari, Matahari terlalu hebat, bulan takut dilahap habis jika matahari lupa diri."

"Dan ada satu lagi yang mencintai bulan, kamu tahu siapa?"

"Siapa?" Tanya Fajar yang sedari tadi mendengarkan dengan seksama.

"Bumi, Bumi yang sangat manja. Dia meminta bulan memutari dirinya setiap hari sepanjang tahun. Tapi bulan dilarang untuk mendekat atau menjauh, jarak antara bulan dan bumi hanya boleh seperti itu. Karena kalau tidak, bumi akan hancur karena tak dapat mempertahankan gravitasinya."

"Mereka mencintai tapi takut menyakiti dan tersakiti, mereka mencintai, tapi hanya bisa berkorban dalam diam. Mereka mencintai, tapi.. mereka tak bisa memiliki."

"Aku benci kisah cinta ini, semakin aku pahami semakin aku menyamakan diriku dengan mereka. Akan tetapi, aku tidak tahu aku yang mana, apa aku bumi, matahari atau bulan. Menurutmu?" Aruna bertanya pada Fajar.

'Bulan, dan mungkin aku adalah bumi yang memaksamu terus berputar di sekelilingku.' Ucap Fajar dalam hatinya, tak mampu menjawab langsung pertanyaan itu pada Aruna.

ARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang