enam;

148 30 7
                                    

[Vote and Comment]

If flowers can grow through blankets of melting snow, there is hope for me.

.grey.

"Mengapa kau mudah sekali menangis?"

Aldo menatap miris Finessa. Gadis itu masih melanjutkan acara menangisnya di dalam mobil Aldo yang terparkir rapi di pinggir jalan.

Aldo tidak setega itu untuk membiarkan Finessa menangis sendirian, kan?

"Yaa. Apa kau tidak pernah menangis?"

Menghapus airmata nya menggunakan sapu tangan Aldo, Finessa kembali bertanya seakan pertanyaan yang diajukan Aldo adalah pertanyaan paling bodoh yang pernah ada.

"Tidak."

Maka Finessa mengangkat kepalanya dan menatap Aldo takjub.

"Kau tidak pernah putus cinta?"

"Tidak."

"Sekalipun?"

"Ya."

Finessa menaruh asal sapu tangan Aldo guna membenarkan posisi duduknya agar berhadapan dengan Aldo. Karena tiba-tiba ada begitu banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan.

"Tapi kau punya kekasih, kan?"

Aldo menangguk mantab. Seakan pertanyaan itu bukan apa-apa. Tapi tidak untuk Finessa. Entah mengapa hatinya merasa tidak senang atas satu fakta yang baru ia ketahui itu.

"Berapa lama kalian menjalin kasih?"

Aldo memalingkan pandangannya, menerawang jauh mencoba mengingat-ingat berapa lama kebersamaannya dengan sang kekasih.

"Sekitar lima tahun, mungkin?"

Jawab Aldo ragu-ragu. Ia tidak begitu ingat.

"Kau mencintainya?"

Tubuh Aldo menegang seketika. Suasana canggung jadinya. Aldo tidak suka membahas topik ini.

"Dia mencintaiku."

Finessa menghembuskan nafas kasar, kembali menyenderkan tubuhnya pada penyangga kursi mobil. Menatap lurus kedepan, pandangannya kembali kosong.

"Kau beruntung, Aldo."

Aldo melirik Finessa. Ia bisa mendengar hembusan nafas lelah gadis itu.

"Aku tidak pernah merasa beruntung sebelum bertemu denganmu."

"Jangan pernah sia-siakan dia, Do."

"Dia tidak akan pernah meninggalkanku."

Finessa merasa ada yang aneh dengan ekspresi Aldo. Seperti seseorang yang sangat frustasi?

"Antarkan aku pulang!"

Dan ia memutuskan untuk tidak memperpanjang rasa penasarannya akan sosok Aldo. Melipat kedua tangan di depan dada, Finessa mulai memejamkan mata. Ia berharap hari esok akan lebih baik dari hari ini.

Tapi, mengapa hatinya tetap merasa gundah?

.grey.

Aldo keluar dari lift dengan hati cemas. Meremas kuat ponsel yang ada di tangannya. Peluh mulai mengaliri wajah Aldo, dan detak jantungnya kembali bekerja tidak normal.

Tenggorokkannya terasa kemarau saat pintu apartemen nomor 72 itu ada dihadapannya. Menekan bel dengan ragu, Aldo kembali melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Pukul sebelas malam.

Ia terlambat.

"Happy Anniversary."

Tubuh Aldo terasa mati kaku seketika.

Seorang gadis cantik menyambutnya dengan senyum yang merekah. Di kedua tangannya terdapat sebuah cake lengkap dengan lilin yang menyala.

Kaki Aldo terasa bergetar, ia bisa memastikan bahwa dirinya tidak akan bertahan lebih lama lagi.

"you're late coming home, Baby."

Ucap gadis itu sarkas. Pandangannya kini tajam. Seperti belati yang siap menusuk Aldo.

Senyum manis tidak lagi ada di sana. Melainkan sudut bibir yang terangkat angkuh mendominasi wajahnya.

Aldo menelan salivanya berat. Matanya terasa panas. Dan membawa gadis itu ke dalam pelukan lah yang menjadi jalan teraman yang Aldo ambil.

"Maafkan aku."

"Maaf."

Bohong.

Aldo berbohong bahwa ia tidak pernah menangis.

Nyatanya, saat ini. Di dalam dekapan sang kekasih,

Aldo menangis dalam diam.

Aku tidak pernah percaya apa itu harapan.

Lalu kemudian, aku melihat senyummu.

[an:] Say Hello to Aldo's Girlfie:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[an:] Say Hello to Aldo's Girlfie:

[an:] Say Hello to Aldo's Girlfie:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jennifer Letucia Cole (Jenny).

"You have a place in my heart no one could ever have."

Grey; [Changsub] ✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang