♒ ♓ ♈ ♉ -♊- ♋ ♌ ♍ ♎ ♏ ♐ ♑
Setelah beberapa bulan berlalu, Seungkwan dan Jeonghan memilih untuk melakukan video call daripada saling berkirim pesan, dan setiap kali mereka saling menghubungi, mereka menjadi semakin lebih banyak belajar tentang satu sama lain, mereka saling berhubungan semenjak mereka berpisah.
Jeonghan mengakhiri percakapannya selalu dengan kalimat yang sama: "Kita akan menemukan semuanya, dan kemudian kita akan pulang bersama. Aku janji."
Gemini ternyata sangat sulit ditemukan. Jeonghan dibanjiri ujian untuk beberapa waktu ini, dan hampir tidak ada kesempatan untuk menghubungi Seungkwan untuk meyakinkannya bahwa dirinya masih hidup. Seungkwan berusaha mencari cara untuk pergi menuju Seoul dari Jeju, dia sudah mengajukan permohonan untuk semua jenis beasiswa.
Akhirnya, Jeonghan keluar dari hari-harinya yang membuatnya tidak tidur untuk beberapa hari, dan dia terlihat menjijikkan, dia membutuhkan ramuan penting dari Red Bull dan minuman energi lainnya setelah kembali ke apartemennya tepat setelah ujian terakhirnya, dan dia tertidur selama hampir empat belas jam.
Setelah dia merasa segar dan merasa hidup kembali, pertama-tama dia menghubungi orang tuanya untuk mengabari mereka, sebelum meletakkan teleponnya dia segera menghubungi Seungkwan.
"Akhirnya kamu hidup juga, Jeonghan-hyung?" Suara Seungkwan akhirnya bisa dia dengar, setelah hampir tiga minggu Jeonghan nyaris tidak berbicara dengannya, dan Jeonghan hanya membalasnya dengan bersenandung, lalu dia bertanya, "Bagaimana kabarmu?" Mendengar pertanyaannya, Seungkwan menjadi sangat bersemangat hingga Jeonghan bisa mendengar kalau dia sedang tersenyum lebar.
"Aku mendapat beasiswa, hyung! Aku akan datang ke Seoul!" Kata-kata Seungkwan membuat Jeonghan tersenyum cerah saat dia duduk di sofa. "Itu berita bagus! Kapan kamu sampai disini?" Jeonghan bertanya.
"Yah, aku masih harus menyelesaikan semua masalah teknis, seperti mencari tempat tinggal dan mengemasi semua barang-barangku, tapi aku yakin itu pasti akan selesai dalam satu bulan!" Seungkwan memberitahunya. Jeonghan melihat ke sekeliling apartemennya, kosong dan sunyi.
"Kamu bisa datang dan tinggal bersamaku, jika kamu tidak keberatan," Jeonghan menawarkannya, dia sudah memikirkan tentang semua hal yang harus dia rubah untuk mempermudah hal-hal yang dibutuhkan Seungkwan. "Sungguh, hyung? Orang tuamu tidak keberatan jika aku tinggal bersamamu?"
Ucapan bersyukur Seungkwan adalah hal yang nyata, yang membuat Jeonghan tertawa, "Tentu saja aku sungguh-sungguh. Orang tuaku membeli apartemen ini untukku, dan mereka tidak akan keberatan jika aku berbagi tempat dengan teman-temanku. "
"Sungguh?" Seungkwan mengulangi kata-katanya, "Terima kasih banyak, hyung! Hal itu sudah mengurangi salah satu kekhawatiranku! Tapi aku masih harus mendapatkan paspor, memastikan orang tuaku merawat perkebunannya dengan baik tanpaku, mengemasi ..."
Jeonghan memejamkan matanya, mendengarkan Seungkwan membicarakan semua hal yang harus dia selesaikan sebelum dia sempat berpikir untuk pindah ke Seoul.
Sekarang Jeonghan benar-benar menyadari bahwa masa kecilnya sangat damai. Orang tuanya sangat jarang berdebat, dan sering berbicara satu sama lain untuk membicarakan masalah apa pun yang mereka hadapi.
Mungkin itu karena kekuatannya adalah Libra, yang bisa membuat dirinya saling memahami, pikir Jeonghan. Meskipun dia tidak memiliki ingatan, dia masih memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan antara agresi dengan kepasifan, yang memungkinkan keluarganya untuk mendiskusikan hal-hal dengan damai daripada kehilangan kendali diri mereka sendiri dalam kemarahan.
Setelah beberapa saat, Seungkwan dan Jeonghan menutup telepon, lalu Jeonghan menyeret dirinya dari sofa untuk melakukan hal-hal yang telah dia tunda karena terlalu disibukkan dengan kegiatan belajar.
Dia memasukkan semua cucian kotornya ke dalam mesin cuci, kemudian dia mulai mencuci piring dan membersihkan apartemen dari semua sampah yang berserakan di dalam rumahnya karena berusaha dalam keputusasaan untuk tetap terjaga demi memasukkan lebih banyak informasi ke dalam kepalanya dengan cara memakan berbagai makanan ringan.
Malam itu, dia mendapat mimpi lain. Sejak saat itu, dia belum mendapatkan mimpi karena dia telah menemukan Seungkwan, dan bertanya-tanya apakah tingkat stresnya ada hubungannya dengan itu. Di dalam mimpinya kali ini, dia tidak tahu dia ada dimana.
Yang bisa dia lihat hanyalah salah satu dari banyak jembatan yang dibangun di seberang Sungai Han, dia mencoba untuk melihat sekeliling sebelum akhirnya menyadari bahwa di dalam mimpinya itu, dia sedang berjalan untuk menghampiri seseorang. Dia menyipitkan matanya, mencoba melihat apa yang dilakukan orang itu, dan jantungnya berdebar ketika dia melihat siluet itu sedang bersandar di pagar jembatan, menatap ke bawah memandangi air sungai.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sky Full of Stars - Seventeen
Fanfiction"Not only do we live among the stars, the stars live within us." ― Neil deGrasse Tyson Original Story by arashianelf https://archiveofourown.org/works/6808693/chapters/15547042 Ps : I got the permission to translate this story into Bahasa Indonesia...