Part 15 Kenapa Mencintai Seseorang Bisa Semelelahkan Ini?

2.2K 153 2
                                    

Mama Ikram sedang membungkus kado dengan rapi untuk kakak teman Ikram yang baru melahirkan. Kemarin Ikram tiba-tiba saja bertanya dan meminta saran kepada mamanya tentang kado apa yang pas untuk menghadiahi bayi yang baru lahir.

"Kadonya buat bayinya atau buat ibunya?" tanya Mama Ikram.

Ikram berpikir sesaat. "Memang seharusnya kadonya buat siapa, Ma?"

Mama Ikram tertawa. "Ya terserah. Bisa untuk bayinya atau ibunya."

"Yang paling lazim saja, Ma," balas Ikram.

"Ya sudah perlengkapan bayi saja, biar bisa langsung dipake sama dedeknya."

Dan Ikram pun pergi untuk membeli kado tersebut dengan beberapa saran dari mamanya. Lalu setelah membelinya Ikram meminta tolong mamanya untuk membungkuskan kado itu, karena katanya kalau Ikram yang bungkus suka nggak rapi. Padahal dia lupa kalau pagi ini kadonya belum dibungkusin kertas kado dan juga dia lagi buru-buru karena siap-siap mau ke Bogor, ketemu keluarganya Kia. Bukan ketemu sih tepatnya, tapi menghadiri acara keluarganya Kia. Namun, tetap saja, perasaan Ikram jadi campur aduk. Antara nervous dan excited.

Hari ini Ikram berencana untuk datang ke acara akikahan anaknya Kak Tara atas undangan Bunda Kia Jumat lalu. Pukul sembilan pagi Ikram sudah memacu mobilnya ke arah Bogor dan sampai satu setengah jam kemudian. Ketika memasuki gerbang komplek perumahaan, Ikram memarkirkan mobilnya agak jauh dari rumah orang tua Kia karena tidak enak di depan rumah orang tua Kia bergerombol banyak orang. Sepertinya para tamu dan beberapa ibu-ibu pengajian yang menghadiri acara akikahan. Ikram pun berjalan agak jauh sambil sesekali memantau ponselnya, menunggu Kia membalas pesan WA-nya yang mengabarkan bahwa dirinya sudah sampai.

Belum juga sempat masuk ke rumah Kia, perempuan itu sudah muncul duluan di depan pagar rumah, menjemput Ikram. Gamis putih panjang yang dikenakan Kia terasa seragam couple dengan baju koko putih yang dipakai Ikram. Ikram jadi senang nggak jelas. Mereka jadi kayak pakai baju sarimbit gitu, bikin Ikram mengulum senyum.

"Kirain nggak datang," ucap Kia.

"Datang, dong. Nggak enak, yang ngundang Bunda kamu soalnya," balas Ikram.

Kia tertawa. "Jadi, cuma formalitas nih karena nggak enak sama Bunda?" goda Kia.

"Ya nggak, Ki," kata Ikram tak enak. "Kan mau ngasih kado juga buat dedek bayi."

Kening Kia mengernyit lalu melihat bingkisan yang dibungkus kertas kado rapi di tangan Ikram. "Ya ampun ampe segitunya," ia lalu tersenyum, merasa terharu dan mukanya Kia yang seolah bilang "Aww... so sweet banget."

Ikram cuma tersenyum memamerkan giginya yang rapi.

"Eh, ini ibu-ibu pengajian kok, pada keluar, ya?" tanya Ikram heran.

"Akikahannya sudah selesai, sih. Ini lagi pada makan."

"Wah, saya telat, dong," ucapnya menyesal. "Kamu,kok, nggak ngasih tahu mulainya jam berapa, sih?"

Kia tersenyum. "Nggak apa-apa. Kia nggak ngasih tahu karena takut Mas terbebani dan merasa harus datang. Padahal kan waktu itu Bunda cuma basa-basi doang ngundang Mas Ikram."

"Tapi jadi nggak enak, Ki."

"Nggak apa-apa. Makasih ya sudah datang," ujar Kia tulus sambil menyentuh lengan Ikram sekilas. "Masuk, yuk!"

Ketika masuk, berbaur dengan ibu-ibu pengajian yang sedang makan bergerombol sambil mengobrol, Ikram dan Kia diserbu empat orang anak kecil yang berlarian menghampiri mereka. Tiga orang anak laki-laki yang umurnya kira-kira tujuh sampai delapan tahunan dan satu anak perempuan yang masih balita.

After BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang