Pagi sekali Kia mendatangi Ikram di parkiran hotel. Laki-laki itu sedang bercengkerama dengan seorang bapak-bapak yang sepertinya tengah menginstruksikan sebuah jalan pada Ikram. Firasat Kia langsung buruk ketika Ikram menyadari kedatangannya dan langsung nyengir tak jelas.
"Pagi, Ki." Cengiran pria itu masih lebar, tapi tampak ragu. Duh, Kia juga jadi ragu dibuatnya.
"Gimana? Semuanya lancar, kan?" tanya Kia memastikan.
Ikram malah menggaruk-garuk tengkuknya yang Kia yakini tidak gatal. Bapak-bapak yang ngobrol dengan Ikram tadi kemudian menyerahkan kunci mobil dan menepuk bahu Ikram pelan.
"Nih, Mas, saya serahkan mobilnya sama Mas. Selamat bersenang-senang, yo." Si Bapak pun kemudian pergi dari hadapan Ikram dan Kia. Kia hanya sempat membalas dengan anggukan dan senyuman canggung pada Bapak tadi.
Kini Ikram yang menghela napas panjang kemudian mengembuskannya keras.
"Ayo! Sebelum terlalu siang," instruksi Ikram dengan sedikit menarik lengan Kia untuk masuk ke dalam Avanza putih yang Kia yakini itu hasil Ikram menyewa dari bapak-bapak tadi.
"Ki, kamu nyalain google maps, ya," pinta Ikram ketika menyalakan mobil.
"Hah? Kia buta arah, Mas."
Ikram langsung menoleh dengan cepat. "Serius kamu?"
Dan Kia hanya mengangguk lemah, tapi kemudian tertawa kecil membuat Ikram lega. Itu artinya Kia hanya bercanda, kan? batin Ikram.
"Nah, kamu bisa kan?" tanya Ikram lagi.
Kia masih tertawa kecil lalu menggeleng. Tawanya tampak geli, tapi kelihatan tidak mau mengaku. "Kia serius nggak bisa baca peta. Tapi Mas Ikram ini lucu, deh. Mas kan yang ngajakin Kia jalan keluar gini, sok-sokan, padahal ini di luar kota. Eh, ternyata nggak tahu jalan. Gimana, sih?" ledek Kia.
"Ya... gimana, dong?" Ikram menggaruk-garuk lagi tengkuknya.
"Kalo tanya bapak-bapak yang tadi gimana?"
"Puyeng, Ki."
Kia kembali tertawa.
"So? Mau batal aja?" tawar Kia.
Ikram menggeleng mantap. "Kamu buka aja google maps, deh. Terus suaranya nyalain biar saya juga bisa dengar arahnya. Lagipula pakai google maps itu gampang, kok."
"Hmm. Gitu, ya." Kia pun kemudian membuka aplikasi tersebut dan melakukan hal-hal yang diperintahkan Ikram. Sedikit terkejut karena jarak tempat tujuan mereka sampai 70 km.
"Nanti jarak tempuh yang jauh ini bakalan terbayar kok, setelah kita sampai. Saya janji ini bakalan seru," ucap Ikram menenangkan Kia.
Avanza putih pun melesat di jalanan Yogyakarta yang masih tampak lengang. Tepat pukul enam pagi mereka meninggalkan hotel dengan detak jantung yang bertalu kencang di balik dada Ikram tanda dirinya terlalu bersemangat tapi takut. Takut salah. Takut Kia tidak berkenan. Takut akan penolakan yang kemungkinan akan perempuan itu berikan. Takut akan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya.
***
Di pertengahan jalan Kia tertidur. Ikram lalu menemukan sebuah padang ilalang yang tampak tidak terawat, tapi terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Ia lalu turun sejenak untuk berfoto. Tanpa sepengetahuan Ikram, Kia terbangun dan memerhatikan Ikram dari balik pintu mobil dengan kaca terbuka, mendaratkan dagunya di lengan yg bersandar pada pintu mobil, tersenyum melihat tingkah Ikram yg tulus. Laki-laki itu memang selalu tampak tulus melakukan apa pun. Melakukan pekerjaannya, membantu orang-orang yang bermasalah dengan koneksi internet, bahkan pada saat berbicara dengan dirinya pun laki-laki itu selalu terlihat tulus. Kia tidak bisa untuk tidak tersenyum melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Broken
RomanceKegagalan pernikahan membuat KIA rapuh dan selalu tidak siap untuk menjalin hubungan dengan lelaki mana pun. Bukan karena trauma akan kegagalannya, tetapi bayang-bayang masa lalu masih saja terus menghantuinya. Ia adalah perempuan yang penuh luka ka...