Part 5 Dapat Cara Pedekate

2.7K 174 2
                                    

Batang rokok yang diisapnya masih panjang, mengepulkan asap yang sudah terbiasa bertandang ke paru-parunya. Orang-orang silih berganti keluar-masuk gedung perkantoran 21 lantai di belakangnya, dan dia hanya memerhatikan mereka. Biasanya ia merokok di depan lobi gedung perkantoran ini rame-rame bersama teman-temannya yang lain yang tidak terbiasa bermulut asam jika tidak tersentuh nikotin. Tapi kali ini ia hanya sendirian. Temannya si Medok Jawa itu belum muncul juga padahal ia yang membuat janji untuk merokok sepagi ini di depan lobi.

Ikram baru saja menempelkan jempolnya di mesin presensi jam delapan pagi tadi ketika Rachmat meneleponnya via aplikasi WhatsApp (WA). Si medok itu memaksanya untuk menemaninya di depan lobi gedung sambil merokok. Terpaksalah ia turun lagi ke lobi. Niat utamanya bukan merokok, tapi untuk mencegat Lidya di depan gedung kantornya. Rachmat ingin menagih janji perempuan agresif itu karena ID Card-nya tak kunjung ia terima. Padahal Rachmat sudah menepati janji untuk makan siang bersama beberapa hari lalu sebagai persyaratan jika ia menginginkan ID Card-nya lagi. Namun Lidya seperti amnesia. Malah semakin banyak modus perempuan itu untuk bisa berkali-kali bertemu Rachmat. Laki-laki medok itu jadi kesal sendiri.

Sambil menunggu kedatangan Rachmat, Ikram iseng membuka aplikasi Instagram (IG) dan melihat-lihat posting-an terbaru dari akun Kia. Tidak ada yang berubah. Kia memang jarang mem-posting foto-fotonya. Kia berbeda dengan Cindy yang sangat aktif di media sosial apalagi di Instagram. Kalau Cindy, hal-hal yang tidak penting saja ia posting. Seperti pagi ini, ia sampai tahu kalau Cindy sedang makan bubur ayam di kantin belakang. Dan Ikram juga sampai tahu kalau Cindy termasuk tim bubur diaduk! Ih nggak penting juga buat dirinya. Tapi, ya terpaksa, wong saat membuka aplikasi itu yang muncul di timeline IG-nya foto dari bubur ayam yang diaduk milik Cindy, dengan caption "Aku tim bubur diaduk. Kalau kamu?". Iya, ini sama sekali tidak penting. Ikram sampai geleng-geleng kepala.

Ketika ia beralih untuk membuka aplikasi Facebook dan berinisiatif mencari akun Kia di sana, Rachmat datang dengan sebatang rokok yang belum dibakar terapit di antara telunjuk dan jari manisnya. Ikram langsung menyimpan ponselnya ke saku kemejanya.

"Jadi gimana?" tanya Ikram.

Rachmat menyalakan rokoknya yang kini beralih diapit bibirnya. "Kita tunggu saja dia di sini, Mas. Males aku kalau harus nyamperin dia di mejanya. Pasti diresekin sama teman-temannya itu," jawab Rachmat.

"Emangnya nggak bisa sendirian aja ngelabraknya? Gue belum sarapan, Mat."

"Biar Mas bantuin aku buat bikin Lidya tersudut," ujar Rachmat sedikit merengek.

"Sampe segitunya. Kan cuma minta doang."

"Itu kalau yang aku hadapi perempuan normal. Lha ini, Lidya bukan perempuan normal, Mas. Nenek lampir ganjen!"

Ikram langsung tertawa. "Jangan benci-benci banget sama cewek. Entar malah jatuh cinta," ledek Ikram.

"Jatuh cinta ndasmu! Pokoknya Mas bantuin aku, ya biar setidaknya si Lidya agak takut gitu."

Ikram hanya mengangguk asal sambil agak berpikir mengenai kegigihan Lidya. Ya, gigih dan tidak tahu malu memang beda tipis. Merasa salut juga sama usaha Lidya untuk mendapatkan Rachmat, meskipun caranya memang bikin kesal orang. Tapi jika dibandingkan dengan dirinya, ia malah merasa kalah jauh dari Lidya. Ia tidak pernah segigih Lidya dalam usaha mendapatkan perempuan. Bukannya ia tidak pernah suka sama perempuan sampai-sampai tidak pernah berusaha segigih Lidya. Dulu ia pernah beberapa kali pacaran. Tapi kebanyakan dirinya yang ditaksir bukan dirinya yang naksir. Pacaran pun tidak ada yang serius. Paling lama saja hanya enam bulan dengan perempuan yang terakhir ia pacari. Lalu momen ini datang. Momen di mana sebenarnya ia bisa saja mendapatkan perhatian lebih dari Kia. Tapi usahanya ya, hanya segitu saja. Ia bahkan merasa bahwa ia tidak berusaha sama sekali.

After BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang