Part 6 Numb

2.3K 160 3
                                    

Satu lemparan bantal kursi mendarat di kepala Kia. Sontak kakak-beradik itu tertawa terbahak mengingat cerita yang baru saja disampaikan Kia. Kak Tara bahkan sempat meneteskan air matanya mendengar cerita Kia. Perutnya yang buncit sampai harus ia pegang, meskipun itu sempat menimbulkan tanya di benak Kia, Memangnya kalau perutnya nggak dipegang bakalan copot begitu saja? Tapi toh mereka kembali terbahak.

"Kamu nggak ngarang cerita kan, soal cowok ini?" tanya Kak Tara masih sangsi.

Kia terkekeh geli. "Buat apa Kia ngarang?"

"Tapi kasihan juga ya si cowok ini," ucap Kak Tara prihatin.

"Memangnya Kakak mau adiknya 'jadi' sama cowok ini?" goda Kia.

Kak Tara melirik waspada pada Kia dengan kening mengerut tampak berpikir, tapi kemudian tertawa lagi. "Ya nggak laaahh."

Mereka berdua kembali menertawan hal yang sama.

Satu jam yang lalu Kak Tara benar-benar dibuat penasaran mengenai si pengirim pesan via WA tadi. Ketika meminta konfirmasi, Kia malah senyam-senyum, sok misterius. Sampai gemas dibuatnya.

"Ayo dong, Dek, kasih tahu Kakak itu siapa?" desak Kak Tara satu jam yang lalu.

Sementara itu Kia terlihat menahan tawanya yang membuat mukanya seolah bisa menularkan tawa yang ditahannya. Kak Tara semakin curiga.

"Heh, gebetan kamu ya?" tebak Kak Tara.

Kia tertawa geli. "Nanti ah ceritanya. Kia mau ngabisin bubur sama minum obat dulu!"

Kak Tara manyun tapi tak lama kemudian ia mengambil satu buah pisang dan obat-obatan milik Kia dan menyimpannya di meja di depan mereka. Menyuruh adiknya itu cepat-cepat meminum obatnya.

"Terobsesi banget sih, Kak." Kia terkekeh melihat tingkah laku Kak Tara.

"Ayo buruan abisin tuh bubur terus minum obatnya. Cepetan."

Sambil menunggu Kia menghabiskan buburnya, Kak Tara memainkan game di ponsel Kia. Beberapa menit berselang, pisang yang diambilkannya tadi tahu-tahu sudah tandas saja. Tak lupa sebelumnya Kak Tara juga mengingatkan untuk menyelipkan pil obatnya diantara kunyahan pisang di mulut Kia. Dan itu sudah dilakukan Kia sebelum diingatkan. Kak Tara takjub. Kia lalu memamerkan cengirannya dengan bangga.

"Jadi cowok ini tuh namanya..." ujar Kia tiba-tiba, padahal Kak Tara masih asyik main Candy Crush.

"Pak Abdulah."

Kak Tara menoleh dengan kening mengernyit setelah menyelesaikan level 380 Candy Crush-nya itu. "Kok manggil 'Pak' sih?"

"Ya karena beliau bapak-bapak lah, Kak."

"Aku pikir dia nggak mungkin setua itu sampai-sampai kamu yang rekan kerjanya saja harus manggil 'Pak'. Atau dia kayak semacam atasan kamu gitu ya?"

Kia menggeleng mantap. "Umur Pak Abdulah mungkin sekitar empat puluh lima tahun atau lebih."

"Wow. Nggak kelihatan setua itu sih. Terus?"

"Ya masa Kia manggil dia 'Mas' sih? Kegirangan entar dia."

Kak Tara tertawa mendengarnya.

"Pak Abdulah ini hmm.... Belum menikah, Kak," lanjut Kia.

Kak Tara terkejut.

"Masih perjaka ting-ting. Eh nggak tahu deng, kalau masih perjaka atau nggak. Nggak minat ngecek sih."

"Gimana ngeceknya, coba!" Jitakan pelan mendarat di kepala Kia. Cengiran terbit lagi di bibir Kia.

After BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang