❄️❄️❄️
"Kinara Adelia Azzahra, kamu dipanggil Bu Mira di kantor," ucap Bu Mely.
"Baik, Bu."
Kinara atau yang lebih akrab di panggil Nara, ia keluar kelas bergegas menuju kantor guru, sepanjang perjalanan pikirannya dipenuhi dengan banyak pertanyaan. Apa yang telah ia lakukan? Apa ia membuat masalah? Rasanya ia tak membuat masalah. Semua pertanyaan itu ia simpan, saat sudah di depan kantor guru. Ia menghampiri seorang guru berkaca mata, berperawakan tinggi, dan berisi. Dia menatap Nara seolah ada yang ingin disampaikan.
"Iya Bu, ada apa memanggil saya?" tanya Nara.
Bu Mira menatap Nara. "Kinara, ibu benar-benar pusing memikirkan nilaimu. Terutama di pelajaran kimia," kata Bu Mira.
"Ibu panggilkan seseorang yang akan membantumu belajar," ucap Bu Mira lagi.
Bersamaan dengan ucapan Bu Mira selesai, seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap, kulit putih, dengan hezel mata biru mudanya menyejukkan hati. Nara menatap laki-laki itu, ya ... ia akui laki-laki itu tampan. Tapi, semoga saja dia tak menyebalkan.
"Nahh ... Kinara, ini Vano. Dia yang akan membantumu."
Nara mengangguk, sebelum pergi ia sempat melirik ke arah laki-laki itu. Dari raut wajahnya ia bisa menyimpulkan, dia orang yang tegas.
Saat di koridor menuju kelas, tiba-tiba ada yang memanggilnya. Nara menghentikan langkah kakinya. Lalu berbalik. Ternyata, laki-laki tadi.
"Nanti pulang sekolah ke perpustakaan dulu," ucap Vano sekilas.
Belum mendapat persetujuan, Vano sudah berlalu pergi begitu saja.
***
Pulang sekolah, Nara segera menuju perpustakaan. Sampai di sana, saat masuk ke perpustakaan masih sepi. Tak ada Vano, hanya ada penjaga perpustakaan. Ia memutuskan duduk di salah satu kursi dan mengambil beberapa novel. Baru beberapa menit ia membaca, ada suara deheman. Ia menoleh ke sumber suara.
"Pantesan aja nilai lo jelek, bacanya aja yang begitu. Bukan pelajaran!" sindir laki-laki tersebut. Yang tak lain adalah Vano.
Vano duduk di kursi yang bersebrangan dengan Nara, ia memberikan sebuah buku paket kimia yang cukup tebal. Ia mulai menjelaskan materi itu dengan singkat supaya mudah dipahami. Lagi pula, ia tak ingin berlama-lama terjebak dengan seorang gadis yang menurutnya sangat mengganggu. Selesai menjelaskan, ia memberikan beberapa soal.
Nara membulatkan matanya begitu melihat soal yang diberikan Vano, yang benar saja, dia pikir ia bisa sudah ahli dalam pelajaran ini. Ia sempat protes tapi laki-laki menyebalkan itu hanya berdehem saja. Ia terpaksa mengisinya, ya ... walaupun tidak paham.
Nara menyodorkan hasil jawabannya. Ia sudah was-was, takut jawabannya salah. Raut wajah laki-laki itu berubah, seperti menahan amarah.
"Lo, gak ngerti di bagian mana sih?! Soal gini aja gak bisa! Payah!" kecamnya dengan nada meremehkan.
Nara menunjuknya. Laki- laki itu kembali menjelaskan materi yang ditunjuk Nara sekali lagi. Dan memberikan soal lagi berulang kali. Namun, Nara gagal mengisi dam hal itu semakin memancing emosi Vano. Pada akhirnya ia bisa mengerjakannya dengan benar. Tapi, tetap saja. Vano memarahinya. Padahal ia sudah mumet dengan soal tersebut.
"Dasar cewek payah!" ucap Vano, kemudian ia pergi meninggalkan Nara yang sudah mengumpatnya dalam hati.
Seenaknya saja jadi orang! Baru juga hari pertama belajar udah kayak monster gimana nanti.
❄️❄️❄️
Gimana ceritanya?
Semoga suka yaa
See you next part❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
SULIT [TERBIT]
Teen Fiction[PART SUDAH TIDAK LENGKAP] Gara-gara kelemahannya di pelajaran kimia, Kinara harus bertemu dengan Divano. Walaupun sikap Vano yang terkesan dingin, bermulut pedas dan tukang perintah kerap kali membuat Nara kesal. Divano yang menganggap Kinara sebag...