❄️14 : Misi Berlanjut❄️

271 48 3
                                    

❄️❄️❄️

Nara menatap layar ponselnya tak percaya. Sebuah pesan singkat dari laki-laki dingin itu.

Vano
Belajarnya libur

Berulang kali Nara membaca pesan singkat itu. Mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, hingga mencubit tangannya. Rasanya sakit. Ini berarti semua ini bukan mimpi. Ini nyata.

Senyum di bibir Nara terbit. Meskipun begitu ia masih tak percaya dengan semua ini. Apa mungkin Vano sakit? Hingga mengirim pesan seperti itu. Tak bisa dipercaya. Padahal beberapa minggu lalu Nara berusaha membujuknya agar libur belajar dan hasilnya di tolak mentah-mentah. Tapi, sekarang dengan begitu mudah Vano meliburkannya tanpa alasan. Apa kira-kira yang membuatnya berubah pikiran.

"Din, ayo ke kantin," ajak Nara. Ia menarik tangan Andini yang masih sibuk mencatat materi dari white board.

"Bentar, gue belum selesai. Bukannya lo belajar ya?" Andini memandang bergantian ke arah Nara, white board, dan bukunya.

Nara kembali duduk di samping Andini. "Belajarnya libur."

"Tumbenan."

Nara hanya mengangkat bahu. "Gak tahu."

***

Nara sibuk mengotak-atik ponselnya. Sesekali melirik Vano yang sibuk diam menatap lurus ke depan. Sudah kurang lebih dua puluh menit hening melingkupi keduanya. Tak ada yang mau buka suara duluan. Nara pun sedang malas jika berhadapan dengan Vano yang ada dikacangin.

Menghembuskan napasnya panjang. Nara melirik Vano kesal.  "Van, kita ke sini mau ngapain, sih?! Diem aja, kapan ngebahas misi kita?!"

Melirik Nara, Vano menunjuk ke arah jalanan di depan taman. Nara mengikuti arah telunjuk Vano.

"Itu bukannya mobil waktu itu ya?" Nara melirik Vano sekilas, mengusap-ngusap dagunya nampak sedang berpikir.

Menarik tangan Nara, tanpa sadar Vano menggenggam tangan Nara hingga sampai di depan motor ninja hitam Vano. Setelah itu melepasnya.

"Ayo." Vano melihat Nara yang masih terdiam di samping motornya.

Pak!

Vano menepuk jidat Nara hingga membuatnya tersadar.

Mengusap-usap jidatnya, Nara balik menatap Vano tajam. Tapi, yang di lirik bersikap biasa saja. Hanya memberi kode kepada Nara untuk naik ke motornya.

***

Vano menghentikan motornya di dekat sebuah ruko. Kali ini mobil hitam itu berhenti di depan sebuah rumah yang cukup megah. Dengan beberapa penjagaan yang ketat di sekeliling rumah tersebut.

"Van, gimana, nih?" Nara melirik Vano yang sedang mengamati gerak-gerik orang-orang yang sedang berbincang di depan rumah.

Tak ada jawaban. Hanya helaan nafas saja yang terdengar.

"Van, ada ide gak buat masuk ke sana?" tunjuk Nara ke arah rumah mewah di sebrang.

Vano berdecak. "Diem."

Nara mendengus sebal. Ia tak lagi bersuara. Lebih baik menunggu aba-aba dari Vano. Daripada dikacangi mulu.

Vano menarik tangan Nara tanpa aba-aba, membuat Nara hampir saja tersandung. "Pelan-pelan kek, kalau gue nyungsep gimana?"

Lagi. Ucapan Nara tak direspon oleh Vano. Laki-laki dingin itu terus saja berjalan mengendap-endap ke samping rumah mewah tersebut.

❄️❄️❄️

Terimakasih kepada para pembaca

Semoga suka ❤️

See you next part ❤️

SULIT [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang