❄️❄️❄️
Nara melirik Vano yang sibuk memainkan ponselnya. Padahal Nara mengira dengan Vano membantu menyelesaikan masalahnya, dia akan lupa pada tanggung jawabnya. Tapi, nyatanya tidak sama sekali. Lihat saja sekarang Nara sibuk menyelesaikan beberapa soal kimia.
Sekali lagi Nara melirik Vano. Tapi, kali ini ia tertangkap basah memandangi laki-laki di hadapannya.
Vano balas memandang tajam, seolah memperingatinya agar tidak mencuri-curi pandang padanya. Setelah itu Vano kembali kekegiatan awalnya, bermain ponsel.
"Van."
"Hm," jawab Vano tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.
"Van, lihat ke sini dulu, dong."
"Apa sih?! Tinggal bilang aja," ketus Vano.
"Van." Kali ini Nara berdiri, lalu mengulurkan tangannya dan menggoyang-goyangkan bahu Vano.
Vano menepis tangan Nara. "Apa?" Vano memasukan ponselnya dengan gerakan cepat. Lalu, menatap Nara sebal.
"Bisa, gak belajarnya dipending dulu, sampai masalah Kak Riki tuntas?" tanya Nara, kembali duduk dengan tenang.
Vano merotasikan kedua bola matanya. "Gak!" tegas Vano.
"Yah, kok gitu," keluh Nara dengan bibir cemberut. "Ayo dong, libur beberapa minggu gak apa-apalah," mohon Nara.
"Gak!"
Nara menyerah. Sulit sekali sih memohon pada Vano. Dasar gak bisa di ajak kompromi. Kan setidaknya Nara bisa fokus pada masalah Riki. Ya kali pikirannya di bagi dua setiap hari. Dikira gampang.
Nara mendorong bukunya ke hadapan Vano. "Udah," ucap Nara dengan perasaan sebal. Ia beranjak dari kursi, lalu melangkah ke luar perpustakaan.
Vano memeriksa hasil pengerjaan Nara. It's oke menurut Vano pengerjaan Nara cukup bagus dari hari ke hari. Tapi, hanya satu kekurangannya. Dia selalu mengerjakannya terlalu terburu-buru. Sehingga terkadang salah menggunakan rumus.
***
Hari menyebalkan. Nara membawa setumpuk buku yang cukup banyak ke perpustakaan, karena terlambat masuk jam pelajaran terakhir. Jadi, Nara di minta untuk membawa buku paket di kelas untuk di bawa ke perpustakaan. Yah, memang salah Nara sih telatnya kebangetan. Masuk pas sudah pelajaran sepuluh menit mau berakhir. Jelas salah bahkan alasan apapun tidak akan dipercaya.
Nara masuk ke perpustakaan dengan perasaan kesal. Ia berjalan menuju penjaga perpustakaan bahwa buku di kelasnya dikembalikan. Setelah selesai, Nara membawa setumpuk buku, lalu mengembalikannya ke tempatnya. Tapi, kenyataannya tempat buku itu tinggi sekali. Lebih parah ada diurutan paling atas. Mau jinjit pun susah.
Nara celingukan ke kanan dan ke ke kiri. Tapi, tidak ada siapa-siapa. Terpaksa Nara harus mencoba cara ekstrim. Yah, sedikit memanjat lemari buku. Tapi, baru saja Nara akan menyimpan buku. Tepukan dipundaknya membuat Nara terkejut. Dan alhasil Nara terjatuh dari lemari. Untung lemarinya tidak ikut jatuh. Kalau iya habis sudah.
"Aduh." Nara meringis memegangi punggungnya yang terasa remuk. Tanpa peduli siapa yang membuatnya begini.
"Sorry," ucap seseorang, kemudian sebuah uluran tangan mengarah pada Nara.
Akhirnya mau tak mau Nara melihat juga orangnya. Walau kesal Nara tetap menerima bantuan Vano. Terpaksa, karena ia juga tidak bisa berdiri sendiri.
Setelah membantu Nara, Vano membereskan beberapa buku yang paket yang berserakan. Lalu, menaruhnya pada tempatnya.
Nara menatap Vano sebal saat pandangannya bertemu. Ia melangkah ke luar perpustakaan dengan perasaan kesal, marah, dan tak suka atau bahkan muak bercampur jadi satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SULIT [TERBIT]
Novela Juvenil[PART SUDAH TIDAK LENGKAP] Gara-gara kelemahannya di pelajaran kimia, Kinara harus bertemu dengan Divano. Walaupun sikap Vano yang terkesan dingin, bermulut pedas dan tukang perintah kerap kali membuat Nara kesal. Divano yang menganggap Kinara sebag...