❄️7: Problem❄️

365 71 16
                                    


❄️❄️❄️


Nara berjalan gontai menuju perpustakaan, tubuhnya masih lemah mengingat kejadian kemarin yang sangat pilu. Bagaimana tidak, hari itu Nara menangis seharian di kamar, ia tak keluar lebih parahnya lagi ibu dan ayahnya tak ada di rumah. Ia hanya berdua bersama kakaknya. Meskipun begitu Nara seolah berjauhan dengan Riki walau jarak yang sebenarnya dekat.

Nara melangkah pelan memasuki perpustakaan. Hawa dingin seakan menusuk kulit. Ia menghampiri Vano yang sedang memainkan ponselnya.

"Van," panggil Nara lirih.

Vano menghentikan aktifitasnya, ia memasukan ponselnya ke saku celana. Ia memandang wajah Nara sekejap setelah itu ia segera mengalihkan pandangannya ke arah buku.

Sebenarnya dalam hati Vano merasa kasihan dengan Nara, gadis itu sepertinya kurang sehat. Terbukti dari bibirnya yang mulai memucat dan tubuhnya yang menggigil.
Vano mulai menjelaskan materinya, walau ada rasa khawatir terhadap Nara. Takut tiba-tiba gadis itu pingsan.

Vano melihat dengan jelas tangan Nara yang gemetar ketika sedang mengisi soal yang di berikan olehnya. Ia bimbang, ia merasa kasihan di sisi lain gengsinya mengalahkan semua rasa ibanya.

"Gue duluan." Nara beranjak dari kursi begitu selesai mengerjakan soal.
Langkahnya terhenti di rak buku yang tak jauh dari tempatnya belajar tadi, ia menumpukan telapak tangannya di sisi lemari buku, sebelah tangannya memegang kepalanya. Ia mendadak merasa pusing dan lemas. Selang beberapa detik Nara sudah terkulai lemah, ia pingsan.

Vano yang mengamati Nara sejak tadi dari kejauhan, begitu melihat gadis itu pingsan ia segera berlari menghampiri Nara. Ia segera membawanya ke UKS.

***

"Sepertinya penyakit lambung Nara kambuh," ucap seorang dokter.

"Dia sudah sering masuk UKS gara-gara lambungnya, apa mungkin kamu tidak tahu kenapa bisa penyakitnya kambuh." Dokter itu menatap Vano yang duduk tak jauh darinya.

"Saya tidak tahu, Dok."

"Baiklah, kamu tunggu di sini dulu."
Setelah itu dokter tadi keluar dari UKS.

Vano hanya memandang ke arah Nara yang terbaring di kasur UKS. Entah kenapa ia merasa tak tega meninggalkan gadis itu dalam keadaan sakit.

***

Cahaya matahari seolah sengaja mengarah kepada gadis berambut lurus itu. Langit sudah berwarna jingga semakin jelas, sebentar lagi matahari akan berganti posisi dengan sang rembulan.

Nara menatap jam tangan cokelatnya, pukul 16.25 sudah sore. Namun, gadis itu masih belum pulang juga. Ia masih berada di sekitar minimarket setelah membeli beberapa makanan. Nara enggan pulang, ia tak mau bertemu dengan Riki.

Dering ponsel berbunyi. Nara merogoh saku roknya, panggilan telepon dari ibunya. Ia segera mengangkatnya.

"Ada apa, Bu?"

"...."

"Iya, iya sebentar lagi Nara pulang."

Klik. Nara mematikan sambungan teleponnya.

Dari kejauhan seorang laki-laki berpakaian hitam dilengkapi jaket khasnya juga topi yang menutupi kepalanya. Mata laki-laki itu lurus menatap seorang gadis berambut lurus yang berada di depan minimarket

Laki-laki itu menelepon seseorang.

"Target sudah ditemukan."

"...."

SULIT [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang