❄️2: Weekend terganggu❄️

555 113 21
                                    


❄️❄️❄️

Nara merebahkan tubuhnya di kasur, ia berusaha menenangkan pikirannya, semua kejadian hari ini membuatnya pusing. Ia menatap langit-langit kamarnya, di sana ia seperti melihat bayangannya saat SMP sebelum akhirnya ia pindah rumah dan sekolah, semenjak itulah hidupnya menjadi tak seceria dulu.

Nara menepis semua ingatan masa lalunya, ia mengubah posisinya menjadi duduk. Ia keluar kamar ingin mencurahkan keluh kesahnya pada ibunya daripada harus menanggung beban sendiri.

Nara duduk di samping Melani-- ibunya yang sedang asik menonton sinetron, ia memanggilnya. Melani menoleh ke samping, ia mematikan televisi yang sedang ditontonnya. Ia tahu dari sorot mata anaknya itu seperti ada hal penting yang ingin di sampaikan. Ia terdiam menunggu Nara melanjutkan kalimatnya.

"Bu, nilai kimia Nara selalu rendah. Dan, aku gak suka di kasih guru privat. Apalagi dia nyebelinnya kebangetan!" jelas Nara penuh penekanan pada saat menjelaskan sifat Vano.

Melani tersenyum. "Jangan gitu, dikasih guru privat 'kan untuk kebaikan kamu juga."

"Tapi dia super nyebelin, Bu." Nara mengulang lagi tentang sikap Vano.

"Yang terpenting sekarang dijalani aja dulu, asalkan dia gak nyelakain kamu," saran Melani.

"Iya dehh," sahut Nara pasrah.

***

Hari Minggu, hari yang menyenangkan menurut Nara. Kenapa? Pertama, ia bisa bersantai di rumah tanpa harus pusing memikirkan materi di sekolah. Kedua, ia bisa terbebas dari guru privatnya yang menyebalkan dan soal kimia yang membuatnya pusing.

Pukul 09.00 Nara masih asik di kamarnya, duduk meluruskan kakinya dan bersandar pada kepala ranjang ditemani sebuah novel bergenre romantis yang belum sempat ia selesaikan karena terhalang oleh waktu belajarnya yang bertambah.

Dering ponsel berulang kali berbunyi nyaring. Tapi, Nara tak menghiraukannya. Nara memang begitu jika sudah hanyut dalam dunia novelnya apapun yang mengganggu tak akan dapat mengalihkan pandangannya pada novelnya. Padahal dari bawah Melani sudah memanggilnya tapi tak ada sahutan. Ia memutuskan menuju kamar anaknya itu.

"Astagfirullah ... Nara!" Melani terkejut mendapati Nara yang masih setia di atas kasur ditemani sebuah novel. Ia menghampiri Nara dan mengambil novel yang dipegang Nara.

"Kenapa, Bu?" Nara sedikit jengkel, padahal ceritanya sudah masuk puncak konfliknya. Tapi, bukunya tiba-tiba direbut ibunya.

"Itu ada temen kamu, katanya mau belajar bareng." Setelah mengucap itu, Melani segera keluar dari kamar anaknya.

Nara yang mendengar penuturan Melani mengernyit bingung, bukannya ia tak punya janji belajar bersama? Eh? Jangan-jangan itu Vano. Nara bergegas menuju kamar mandi.

***

Nara berjalan mengendap-endap. Ia bersembunyi dibalik lemari kaca untuk memastikan apakah itu si menyebalkan Vano atau bukan. Ia memiringkan kepalanya dengan hati-hati, ia kembali bersembunyi. Ternyata benar itu si menyebalkan.

"Nara."

"Ibu, ngagetin aja."

"Itu cepet temuin, kasian."

Nara mengangguk, kemudian berjalan menuju ruang tamu, ia duduk di kursi yang bersebrangan dengan Vano.

"Ngapain ke sini? Inikan hari libur."

"Belajarlah," sahut Vano ketus.

"Ini 'kan weekend, refresh otak masa harus belajar aja, sih," cibir Nara tak suka.

"Lo lupa, kemarin gue udah kasih PR. Mana?"

Mata Nara seketika membulat, bagaimana mungkin si menyebalkan itu berpandangan seperti itu.

"Yaa ... belum di kerjain lah, 'kan gue pikir entar diperiksanya pas masuk sekolah."

Vano menatap Nara datar, ia tak peduli dengan ocehan gadis itu. Ia yakin gadis itu hanya mencari-cari alasan saja. Bilang saja malas mengerjakan. Tanpa banyak bicara Vano menyuruh gadis itu mengerjakan PRnya sekarang juga dalam waktu 30 menit.

Nara hanya menghela napas, sifatnya itu yang membuat ia tak tahan seenak jidat saja. Menurutnya itu gak adil, tapi mau bagaimana lagi ia tak mungkin membantah yang ada ia kena semprot mulut pedas si menyebalkan Vano.

"Waktu habis."

Nara memberikan bukunya pada Vano, ia tak yakin jawabanya benar pasalnya ia menjawab asal-asalan.

"Lo, gak ngerti di bagian mana sih?! " Vano memijat pelipisnya, ia pusing mengajari gadis di hadapannya ini. Kenapa sulit sekali mengajarinya?

Vano memberikan latihan soal kimia lagi, kali ini ia menjelaskan kembali materi kemarin.

Nara menerima buku yang di berikan Vano berisi latihan soal, ia berusaha konsentrasi dengan soal kimia di hadapannya. Semoga ia bisa dan membuktikan pada Vano bahwa ia tak sepayah yang ada di pikirannya.

❄️❄️❄️

Semoga suka❤️

See you next part ❤️

SULIT [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang