❄️8: Why?❄️

364 64 6
                                    


❄️❄️❄️

Sudah dua hari ini gadis berambut lurus itu terbaring di kasur, rasa bosan melandanya. Siapa yang bakal tahan seharian di rumah tanpa melakukan apapun. Dan semenjak masalah dirinya dengan kakaknya, kedua orang tuanya tidak ada di rumah. Dengan tiba-tiba ibunya memberitahu bahwa mereka sedang berada di Bandung karena perihal pekerjaan. Menyebalkan!

Nara mengambil ponselnya yang terletak di meja kecil dekat kasurnya. Rasanya ia harus mengurus diri. Ia memang tak memberitahu kepada sang ibu bahwa ia sedang sakit, mungkin jika ia bilang ibu sudah dari kemarin datang.

Tring!

Nara membuka kunci layar, ada notifikasi pesan dari kakaknya. Hah! Siapa peduli, ia hendak mematikan ponselnya tapi notifikasi pesan kembali muncul dan itu dari kakaknya lagi. Nara memutuskan membuka pesan itu.

Kak Riki
Gue udah beli obat, obatnya ada di kamar gue. Ambil aja.
Jgn lupa minum obat.

                                               Me
                                               Iya, makasih.

Ada apa dengan laki-laki batu itu, sejak kapan ia peduli dengannya. Apa mungkin itu hanya rasa kasihan, sejujurnya Nara tak membutuhkan belas kasihannya. Dia pikir ia tak mampu melakukannya sendiri. Jangan berpikir ia lemah.

Nara memutuskan beranjak dari kasur untuk mengambil obat di kamar kakaknya. Langkah Nara memelan begitu sampai di depan kamar kakaknya. Ia membuka pintu dengan perlahan. Yang pertama kali ia lihat begitu memasuki kamar kakaknya adalah suasana kamar itu. Rapi dan nampak elegan. Perpaduan warna hitam dan abu-abu terdapat pada cat dindingnya, juga ada sebuah gitar yang tergeletak di kasur.

Nara menepis semua kekagumannya, ya ... Ia akui kamar kakaknya memang bagus tapi tetap saja orangnya tak sebagus kamar ini. Ia mengambil plastik putih yang ada di meja kecil dekat kasur. Ia hendak pergi tapi rasa penasaran menggelayutinya, sebuah bingkai foto yang di balik. Ia penasaran sebenarnya foto siapa itu.
Ia mengambil bingkai foto itu, sebuah foto keluarga. Di sana ada ayah, ibu dan Riki. Tapi ada sebuah surat di meja itu. Rasa penasarannya semakin bertambah. Ia meletakan foto itu di kasur dan mengambil surat itu, lalu membukanya.

Kenapa di saat gue mulai berubah justru orang yang gue sayang pergi, apakah ini balasan? Gue berusaha melindungi tapi apa yang gue lakukan semuanya sia-sia. Ibu ... Riki pasti akan menemukan orang itu.

Nara baru memahaminya, tapi apa ibu Riki di bunuh seseorang? Ahh ... sudahlah Nara buru-buru melipat surat itu dan meletakan bingkai foto ke tempatnya semula.

***

Gadis yang sudah siap dengan baju panjang berwarna putih dibaluti jaket kulit dan celana jeans juga sepatu kets putih yang sudah terpasang di kakinya. Nara berniat untuk keluar rumah untuk menghilangkan kebosanannya. Padahal ia masih sakit, tapi ia merasa sudah mendingan jadi ia memutuskan untuk keluar. Lagi pula tak ada yang melarangnya keluar rumah.

Di sinilah gadis itu, di sebuah taman yang tak jauh dari rumahnya. Mungkin dengan melihat keadaan sekitar taman ia akan merasa lebih baik. Keramaian, yup taman ini cukup ramai di kunjungi orang meskipun tak ada yang spesial dari taman ini. Namun suasananya yang mampu membuat orang merasa nyaman.

Nara memilih duduk di kursi taman yang terletak di bawah pohon yang rindang. Menikmati setiap lalu lalang orang menjadi pelajaran untuknya. Seperti saat ia melihat seorang perempuan yang seumuran dengannya mengejar seorang laki-laki yang juga sedang jalan berdua dengan perempuan lain. Aish ... kisah cinta yang menyakitkan. Ia jadi teringat dengan kisah cintanya dulu.

SULIT [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang