❄️❄️❄️
Nara menyusuri koridor yang masih terbilang sepi, ia melirik arloji berwarna cokelat di pergelangan tangannya, pukul 06.00 tepat. Pantas saja area sekolah sepi. Ia duduk di kursi panjang yang menghadap ke lapangan, di depan kelas X. Sambil menunggu ia mengeluarkan buku paket kimia, kemudian membaca dan berusaha memahami penjelasan materi yang ada di buku.
"Gitu dong, dibaca bukunya," ucap Vano yang tiba-tiba sudah duduk di samping Nara.
Nara tak menanggapi ucapan Vano, ia hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus pada bukunya. Entah apa yang diinginkan laki-laki itu. Tak sampai di situ, Vano tiba-tiba merebut buku kimia yang ada di pangkuan Nara.
Nara melirik sinis Vano. "Apaan sih," sewot Nara.
"Gak nyadar atau pura-pura gak nyadar. Gue ada di sini."
"Yaa ... terus, kalau lo ada di sini apa urusannya?" jawab Nara tak kalah, ia heran mau Vano itu apa sih? Sikapnya itu loh yang aneh. Kemarin galaknya minta ampun, sekarang jadi gak jelas.
Vano tak menjawab pertanyaan Nara, ia menyimpan buku paket kimia itu di samping Nara kemudian berlalu pergi tak peduli ekspresi Nara yang menahan kesal.
***
Nara menatap beberapa buku tebal di hadapannya, kepalanya mulai pusing karena dipaksakan berpikir keras. Ia membaca kembali soal kimia itu, diam-diam ia melirik Vano. Laki-laki itu asik memainkan ponselnya. Nara kembali fokus pada soal itu. Ia menyodorkan hasil jawabannya itu.
"Lumayan, sisanya kerjakan di rumah." setelah mengatakan itu, ia beranjak dari kursi dan berlalu pergi.
Nara yang melihat sikap Vano seperti itu hanya menghela napas dan mengelus dada. Sabar ... ia harus tahan dengan si menyebalkan itu. Memang berhadapan dengan si menyebalkan harus extra tenaga dan pikiran. Ia tak tahu berapa lama ia harus terjebak dengan makhluk dingin ini. Semoga semuanya segera berakhir dan ia bisa menjalani keseharian dengan tenang.
***
Nara memperhatikan Pak Burhan yang sedang menjelaskan beberapa rumus kimia. Ia memijat pelipisnya, sudah cukup waktu istirahatnya membuat pusing. Kenapa harus ditambah lagi dengan pelajaran kimia setelah istirahat.
"Kinara."
"Iya, Pak."
"Maju ke depan, kerjakan soalnya."
Pak Burhan sudah hafal betul murid-muridnya yang memiliki nilai rendah dipelajarannya. Termasuk Nara.
Nara beranjak dari kursi, ia melangkah ke depan. Ia mulai mengisi soal di papan tulis itu. Selesai mengerjakan ia kembali duduk di tempatnya.
"Baiklah Nara, jawabanmu benar. Semoga minggu depan ulangan harian kimia, kamu mendapat nilai tinggi."
Nara tersenyum bangga, tapi seketika senyumnya hilang dalam sekejap saat Pak Burhan mengatakan minggu depan ulangan harian. Oh no! Ia belum siap.
"Baiklah, waktu saya sudah habis. Sampai jumpa dipertemuan berikutnya, jangan lupa minggu depan ulangan!" Pak Burhan berlalu pergi meninggalkan kelas
Nara berpikir, ada untungnya juga Pak Burhan mengadakan ulangan minggu depan. Jadi, ia bisa membuktikan pada si menyebalkan itu bahwa ia bisa. Dengan begitu, ia akan segera terbebas dari si menyebalkan. Ia tak sabar.
Kenapa ia ingin sekali segera bebas? Alasannya simple karena pertama, gara-gara Vano ia harus rela mengorbankan waktu istirahatnya untuk belajar. Kedua, ia tak suka dengan cara belajar Vano yang menurutnya terlalu keras. Terakhir, ia tak suka dengan sikap Vano yang seenak jidat.
Jika bisa ia ingin melempar kaleng kosong ke kepalanya agar melupakan bahwa ia sedang mengajari Nara. Jahat. Dan ia tak setega itu, sekalipun ia orang yang paling menyebalkan di dunia ini. Itu hanya perumpamaan saja.
❄️❄️❄️
Maaf pendek🙏🙏
Semoga suka❤️
See you next part ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
SULIT [TERBIT]
Fiksi Remaja[PART SUDAH TIDAK LENGKAP] Gara-gara kelemahannya di pelajaran kimia, Kinara harus bertemu dengan Divano. Walaupun sikap Vano yang terkesan dingin, bermulut pedas dan tukang perintah kerap kali membuat Nara kesal. Divano yang menganggap Kinara sebag...