Chaca?
Untuk apa dia kemari?
Kuteguk air putih yang ada di depanku untuk melegakan tenggorokan yang entah kenapa kini terasa tersumbat.
Benarkah apa yang kulihat ini?
Apakah rasa cemburu yang telah membawanya datang padaku sekarang?
Ah, tidak mungkin!
Segera kutepis segala pikiran itu dari otakku.
Jangan terlalu pede, Ma'ruf! Nasihatku pada diri sendiri.
Chaca duduk disebuah meja kosong di pojok ruangan. Dari tadi dia tak menoleh ke arahku. Jadi, Chaca ke sini bukan untuk menemuiku?
Ada apa sebenarnya?
Kuambil hape dan mengetikkan pesan via whatsapp padanya.
[Kamu lagi di Cafe & Resto, Cha?]
Send!
Kutatap layar hapeku. Double Tick. Pesan sudah terkirim. Tinggal menunggu bluetick saja.
Pandanganku beralih ke arah Chaca. Dia sedang memegang hapenya. Dan akhirnya centang dua itu berubah warna menjadi biru.
Ting!
[Iya, lagi nunggu ibu-ibu yang mau ngambil pesanan desain baju seragamnya, sekalian singgah makan.]
Ting!
[Eh, kamu kok tau aku lagi di sini, Ruf. Emangnya kamu sekarang di mana?]
Aku langsung membalas pesannya.
[Di meja no 6, tak jauh dari mejamu.]
Baru beberapa detik setelah pesan tentang keberadaanku itu terkirim, kulihat Chaca sedang mencari-cari di mana tempatku. Tangan yang sengaja kulambaikan ke arahnya membuat Chaca lebih mudah menemukan posisiku.
"Siapa, Ruf?" tanya Aya yang sedang bingung melihat tingkahku.
"Istriku."
Aya membalikkan badannya ke arah Chaca.
Kemarin memang dia tidak sempat hadir ke acara pernikahanku karena ada kesibukkan yang lain.
"Cantik banget, Ruf. Serasi sama kamu."
Aya yang seorang wanita saja kagum pada kecantikan Chacaku, apalagi aku.
Chaca mengulurkan tangannya padaku saat sampai di depan meja kami. Ah, mungkin dia ingin bersalaman.
Idih! Mulai lagi dramanya. Aku menepis rasa hangat yang tiba-tiba menyusup ke hati dengan perlakuan Chaca tadi.
Aku menyambut uluran tangannya dan dia mencium punggung tanganku lalu kemudian mengulurkan tangannya lagi kepada Aya.
"Chaca," ujarnya mengenalkan diri.
"Aya," balas Aya menyambut uluran tangan Chaca.
"Aku kira tadi kamu makan di kantin kampus, soalnya biasanya kan makan di sana kalo siang," ucap Chaca yang sekarang telah duduk di sampingku.
"Lagi pengen aja, kebetulan lagi diskusi tentang penelitian sama si Aya," jawabku sambil terus menyantap nasi goreng. "Eh, kamu udah makan belum?" sambungku.
"Aku baru pesan tadi sama pelayannya," balas Chaca.
Aku menganggukkan kepala, mengerti.
"Emang janjiannya jam berapa?"
"Harusnya sih sekarang, tapi ini belum nyampe-nyampe juga, Ruf." Chaca terlihat kesal. Namun berusaha tetap tenang.
Aku melanjutkan makanku, sedang Chaca terus mengajak Aya bercerita. Dari tempat tinggal semenjak lahir sampai tempat tinggal sekarang, semua ditanyakan. Cerewetnya memang belum hilang. Kurasa itulah caranya untuk lebih akrab dengan seseorang yang baru dia kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepercik Doa Cinta
RomanceCinta itu tidak selamanya akan terbalas. Aku cukup tahu akan hal itu. Oleh karenanya, aku memendam rasa padanya hingga 9 tahun. Tanpa diketahui siapapun. Aku cukup sadar diri, gadis yang selalu membuat jantung ini berdebar tidak akan pernah membalas...