Bond 1.0

7.8K 382 32
                                    

Baysan-AU, usia 15 tahun dan baru lulus SMP

Masa ospek SMA layaknya kopi Go*dD*y. Bisa menyajikan banyak rasa. Cemas dan gembira bercampur jadi satu. Masa ospek menuntut kita untuk melatih berbagai aspek. Salah satunya kepercayaan diri untuk membuat teman baru.

Ihsan adalah salah satu anak lulusan SMP swasta di Jakarta. Dia bisa dikategorikan anak yang cukup baik. Lulus dengan rata-rata 86,8 dan peraih nilau UN Bahasa Inggris tertinggi di sekolahnya. Tapi jangan salah, walau terbilang pandai Ihsan sering menjadi buah bibir guru-guru karena masalah sikap. Untung saja kenakalan Ihsan masih bisa ditoleran. Masih wajar untuk kalangan anak sekolah menengah pertama.

Selama hidupnya, Ihsan tidak pernah merasakan apa yang namanya 'pacaran'. Karena dia juga belum pernah merasakan bahkan bersentuhan dengan yang namanya benar- benar suka dengan seseorang. Paling hanya sekedar kagum. Itu pun karena penampilan, jadi tidak pernah bertahan lama. Berbeda dengan teman-teman satu komplotannya. Jonatan dan Anthony. Kalau mantan mereka disatukan, mungkin sudah memasuki kriteria girl band dengan 48 orang. Banyak memang, terlebih dari sisi Jonatan yang terkenal genit.

Tiga serangkai yang sudah saling mengenal sejak masuk SMP kini sedang menjalani tahap orientasi di SMA yang sama pula. SMA swasta dari yayasan yang sama dengan sekolahnya dulu, Bina Mulia . Pihak SMA Bina Mulia memberi julukan masa ospek ini MPLS. Singkatan untuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Sebelum membagi kurang lebih 150 pelajar ini ke dalam dua jurusan, IPA dan IPS selama MPLS mereka dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kelompok kelas oleh kakak-kakak OSIS. Ada kelompok Eta Hiss Hiss, Roar Omega Roar, Oozma Kappa, Slugma Kappa, dan Phyton Nu Kappa. Ihsan dan Jonatan mendapat kelompok yang sama, Eta Hiss Hiss. Sedangkan Anthony terpisah dari dua sahabatnya karena ia masuk kelompok Oozma Kappa.

Bagi Ihsan MPLS di SMA nya sekarang biasa saja. Tidak membawa banyak orang baru karena kebanyakan teman-temannya dari SMP memilih melanjutkan pendidikan di tempat yang sama. Di hari kedua pun, tidak ada perubahan. Paling hanya semakin banyak kabar burung beredar di angkatannya. Tentang kakak-kakak OSIS yang cantik atau ganteng, guru-guru yang terkenal killer, dan lain-lain. Salah satunya yang cukup menarik perhatian Ihsan adalah ada kabar dari kelompok sebelah bahwa ada anak negeri yang terkenal bandel. Langganan guru konseling di SMP-nya.

"Kata temen sebangku gw nih, dia sering ketauan ngerokok sama temen-temennya"

Es teh manis yang tersisa setengah gelas diteguk habis oleh anak berkumis tipis.

Setiap jam istirahat Ihsan, Jonatan, dan Anthony memang selalu berkumpul di kantin. Sekarang jam istirahat ke-2, Ihsan sedang menghabiskan nasi goreng pesanannya. Sementara Anthony menyuapi bakso pada Jonatan yang sedang disibukkan dengan permainan di ponselnya. Manik Ihsan mengitari piring plastik yang masih di hiasi beberapa butir nasi. Mengangkat wajahnya lalu menoleh ke arah dua manusia kesayangannya itu.

"Seriusan nyk?"

"Iya serius, dia juga— Jo, a a'— pernah kencing di wastafel toilet. Mana disumbat lagi, jadi nggenang gitu"

Ihsan bergidik geli mendengar jawaban Anthony. Sendok bebek di tangannya ia gunakan untuk mengoreti sisa nasi goreng.

"Jo, udah napa mainnya. Kasian itu Ony belum makan"

Laki-laki dengan rahang yang sudah terpahat rapi itu tidak menggubris perkataan Ihsan. Ibu jarinya masih asyik menari di atas layar.

"Selo san, gw tadi udah makan kok istirahat pertama. Masih kenyang jadinya"

"Ck, yaudah serah. Ini gw mau balikin piring, ada yang mau nitip ngga?"

"Titip permen sug*s san"

Dua lembar uang 2000-an diserahkan pada Ihsan. Dahinya mengerut, melirik Anthony yang kini sudah larut dalam permainan yang dimainkan Jonatan.

"Serius nyk empat ribu? Lumayan banyak lho ini dapetnya"

"Iyee, mayan kan buat kunyah-kunyah di kelas. Soalnya abis ini sesinya Pak Agung. Kata kakak kelas dia kalo ngomong kayak ngedongeng, bikin ngantuk"

Kedua alis Ihsan dinaikkan, berjalan gontai ke arah salah satu warung di mana dia tadi memesan nasi goreng.

"Bu, ini piringnya tarok di mana ya?"

Ibu kantin terlihat membelakangi Ihsan. Beliau sedang berhadapan dengan kulkas minuman yang hampir kosong.

"Tarok situ aja nak"

Pandangan Ihsan terlempar pada meja kosong yang bersebelahan dengan barisan toples berisi berbagai merk permen. Matanya langsung menangkap toples berisi permen dengan perisa nanas, strawberry, dan jeruk pesanan Anthony. Baru saja Ihsan hendak menjulurkan tangannya, toples tersebut sudah disambar oleh seseorang.

"Buk, saya beli permen ini. Berapa harganya?"

Ibu kantin akhirnya berdiri tegak dan membalikkan badannya. Di tangannya terdapat kardus yang dulunya menampung air mineral kemasan gelas.

"Gopek tiga"

Anak itu meraih plastik bening dibalik kardus b*ng-b*ng dan mengisinya dengan seluruh isi toples yang berisi 60 permen. Memberikan selembar uang 10.000 pada si ibu.
Tatapan Ihsan enggan dibagi pada anak perebut permennya.

"Makasih bu'"

Mata Ihsan masih terpaku pada toples-toples permen dan cemilan lain.

"Nih"

Tangan kurus dengan arloji bercorak army melingkar di pergelangannya menyodorkan sebuah permen dengan bungkus pink tua. Sorot keraguan jelas terlihat pada wajah Ihsan.

"Ambil aja elah, lu juga tadi kepengen kan?"

Ujung bungkus permen itu akhirnya digamit oleh Ihsan. Tak lupa Ihsan mengucap 'makasih' seraya menoleh. Sayangnya anak itu sudah berjalan keluar dari warung sehingga Ihsan belum sempat melihat rupanya.

-

KRIIIIING

Bel yang menandakan waktu masuk menambah riuh suasana kantin. Dengan langkah tergopoh-gopoh Ihsan menghampiri Jonatan dan Anthony yang hampir pergi meninggalkan meja.

"Ini anak beli permen apa nyari jodoh si? Lama amat"

Jonatan yang mendengar keluhan sahabatnya hanya terkekeh pelan. Tangannya merangkul lelaki mungil disampingnya. Baru beberapa langkah meninggalkan area kantin mereka sudah mendengar suara yang tak asing meneriakan nama Anthony.

"Nih permen lu!"

"Lah, kok permen karet. Kan gw mintanya sug*s"

"Terlanjur di borong sama orang nyk"

Jawab Ihsan dengan napas yang tersengal. Ketiganya pun berjalan menuju kelas mereka masing- masing. Dengan kata lain, Anthony memisahkan diri dari Jonatan dan Ihsan.

-

Benar kata Anthony, mendengarkan Pak Agung berbicara itu sama halnya mendengar buku audio. Lama-lama kelamaan bikin ngantuk. Helaan napas terdengar dari anak bermarga Mustofa itu. Dagunya tertopang oleh tangan selagi matanya yang terasa berat berusaha fokus menatap layar LCD. Sayup-sayup terdengar suara dengkuran lembut dari seseorang. Ihsan pun mengalihkan perhatiannya pada Jonatan yang duduk disampingnya. Sudah terlelap dengan jaket Anthony menjadi bantalannya. Untuk mengusir kantuknya Ihsan merogoh semua saku yang melekat pada pakaiannya, siapa tahu dia dapat harta karun.

Saku celana sebelah kiri

Nihil

Saku celana sebelah kanan

Nihil

Saku kemeja

...

Suara decit gesekan plastik membuat Ihsan terkesiap. Ujung jarinya merasakan ada sesuatu dalam saku tempat logo SMP-nya tersemat. Bagian bungkus yang terpelintir dtarik. Memperlihatkan permen dengan perisa strawberry yang diberikan anak di kantin tadi. Tanpa Ihsan sadari, sebuah senyuman perlahan terulas selama matanya mengamati benda yang ia mainkan dengan memlintir bungkusnya.

Tbc

Lanjut?

HALLUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang