Jatuh Hati 2.0

2.4K 259 70
                                    

Mentari telah menyapa langit Jakarta. Memberi perintah bagi Fajar untuk segera membuka mata. Hal pertama yang ia lakukan adalah meraba nakas di samping tempat tidur dalam upaya meraih ponselnya. Layar yang mempampangkan foto keluarganya me-nunjukkan angka 8 dan 17. Mata Fajar hendak kembali terpejam ketika ia teringat tentang rencananya dengan Rian hari ini.

"Mampus gue, uang gue kan udah abis"

Setelah meregangkan tubuhnya, Fajar lantas beranjak dari tempat tidur. Pintu kamarnya ia buka untuk menemukan kakak perempuannya sedang menikmati sarapan ditemani program yang ditayangkan di televisi.

"Teh, ibu mana?"

"Tuh di dapur"

Berdasarkan informasi Teh Susan, Fajar pun berjalan ke arah ambang pintu yang memisahkan ruang tengah dengan dapur. Di sana ibu dari Fajar sedang sibuk mengeluarkan beragam sayur dan bahan masakan lainnya dari kantung plastik. Tampak sekali bahwa beliau baru saja pulang berbelanja.

"Mau masak apa bu'?"

"Sop buntut, tumben kamu udah bangun"

Bibir Fajar terangkat dalam sebuh senyum sumringah.

"Eehm bu', Fajar boleh minta duit ngga?"

"Loh, duit mingguan mu ngga sisa emang?"

"Sisa tapi cuma lima ribu"

"Emang buat apa?"

Tenggorokan Fajar tercekat. Ia belum bisa mencari alasan yang bagus. Tidak saat di pagi hari karena pikirannya masih lola.

"Mau ngajak temen pergi"

"Yakin temen?

Ibu menghentikan aktivitasnya dan menghadapkan wajahnya pada Fajar. Ekspresi jahilnya yang kentara membuat Fajar tak kuasa menahan malu.

"Demen kali"

"Ih ibu' mah, Fajar serius ini"

"Iya nanti ibu' kasih, udah sana sarapan. Ibu' udah bikinin nasi goreng kornet"

Fajar pun menuruti ibunya dan berjalan ke arah meja makan dimana sepiring nasi goreng kornet sudah menunggu. Membawa piring itu ke dalam kamar untuk ia santap isinya sambil memainkan game kesukaannya.

-

Jujur Fajar masih tidak percaya. Bahwa hanya dalam hitungan jam ia akan melaksanakan kencan dengan Rian Ardianto. Apa kata teman-temannya nanti? Tapi yang namanya laki-laki janji harus dipegang. Ia sudah menyepakati hukuman taruhannya dengan Clinton.

"Nanti pake baju apa ya?"

Lemari pakaian Fajar sedang dalam proses penggledahan. Satu per satu ia observasi pakaian yang tergantung di dalam. Namun belum menemukan yang sekiranya cocok. Fajar berdecak kesal mengetahui waktu lima menitnya ia habiskan sia-sia.

"Pake kaos biasa aja dah"

Tangan Fajar sedang mendorong pintu lemari agar tertutup rapat saat sudut matanya menangkap sesuatu. Jaket berbahan denim yang selalu menjadi andalannya tergantung rapi di belakang pintu.

"Oh iya, nanti pake itu aja. Kaos terus tambahin jaket, fix jadi Dilan gue"

Lemari kembali ia buka untuk menarik kaos hitam polos dari tumpukan kawanannya. Melemparkannya ke kasur untuk ia pakai menemani jaketnya nanti.

-

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga. Memberi mandat untuk Fajar pergi membersihkan diri sebelum menjemput Rian. Fajar baru saja akan beranjak ketika ia ingat bahwa ia belum meng- info kan teman kencannya. Ia segera membuka aplikasi LINE dan membuka grup angkatan untuk mencari kontak Rian. Menu free call pun ia pilih sesaat setelah kontak itu menjadi miliknya. Setelah empat nada dering, sebuah suara menyapanya dari seberang.

HALLUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang