Jatuh Hati 4.0

1.6K 130 9
                                    

Seseorang dengan keringat dingin mulai membasahi dahinya berjalan mendekati Fajar dan Clinton.

"Nih Jar buat kamu"

Suara lembutnya terdengar rapuh. Fajar menoleh untuk melihat wajah Rian yang sedikit tegang. Rahangnya mengencang berusaha menahan emosi yang sudah membludak.

"Eh ian, kamu u—"

Dengan sigap Rian membalikkan tubuhnya. Melangkah cepat menuju pintu gor, menghiraukan suara Fajar yang menyuruhnya untuk berhenti. Fajar dengan susah payah melawan rasa sakit di kakinya berlari mengejar Rian yang sudah menghilang di balik pintu.

"Rian!"

Panggilan dari Fajar tak membuahkan perubahan. Si pemilik nama tetap mantap melangkah menjauhi gor.

"Ri—AH!"

Fajar membungkuk, menatap ke arah mata kaki kanannya yang terlihat lebih merah dari sebelumnya. Ia baru saja ingin merabanya ketika tangannya ditarik oleh seseorang. Dilingkarkan tangan itu pada bahu yang lebih rendah.

"Pelan-pelan jalannya"

Ucap Rian seraya memimpin langkah Fajar kembali ke dalam ruang. Di tribun tempat ia duduk, Clinton sudah tak terlihat batang hidungnya. Rian mendudukan Fajar sebelum menggapai botol minyak yang masih terbuka. Membalurkan dan memijat titik cedera pada kaki Fajar hingga membuat pemiliknya meringis. Tidak ada yang kalimat yang terlontar di antara mereka. Fajar terlalu larut dalam tatapnya pada Rian sementara yang ditatap berusaha menahan diri untuk tidak membalasnya. Namun usahanya gagal total. Mata mereka akhirnya bertemu sekejap sebelum Rian mengembalikan perhatiannya pada kaki Fajar.

"Kamu denger semuanya ya?"

Tidak terdengar jawaban. Yang terdengar hanyalah tarikan dan hembusan napas dari Rian.

"Aku tau kamu pasti kecewa banget. Perkataan maaf ngga akan cukup buat kembaliin kepercayaan kamu. Tapi aku mau kamu percaya satu hal..."

Mata kaki Fajar terasa basah. Senyum getir terpatri pada wajahnya saat mengetahui darimana airnya berasal. Fajar menangkup pipi kanan Rian untuk mengangkat wajahnya. Memperlihatkan kedua netranya yang mengkilap.

"Kalau semua yang aku rasain sejak kencan pertama kita itu ngga ada yang palsu. Aku beneran bahagia bisa deket sama kamu, nyenengin kamu, jadi pacar kamu"

Tangan Rian yang masih setia berada di tempatnya di ambil oleh Fajar. Menggenggamnya hebat dan mengusapnya.

"Dan aku bakal buktiin. Besok di classmeet badminton, aku bakal jadi juara satu buat kamu. Piala paling tinggi aku persembahin buat kamu, ya?"

Air muka Rian mulai menampakkan keraguan. Satu kecupan Fajar berikan pada punggung tangan dalam genggamannya. Mencoba meyakinkan Rian.

"Boleh kasih aku satu kesempatan?"

Rian melirik ke arah mata kaki Fajar. Menarik napas panjang dan menganggukan kepalanya perlahan. Rasa lega bercampur bahagia merekah dalam diri Fajar. Ia sandarkan pipinya pada punggung tangan Rian sembari melukiskan senyum yang secerah namanya.

-

Lapangan dalam SMA Bina Mulia telah dipenuhi oleh para murid. Mereka terlebih kaum hawa terlihat sangat antusias untuk menyaksikan sang idola bermain. Fajar mendapat urutan ketiga pada babak pertama. Sekarang ia tengah berada di kelas menunggu namanya dipanggil. Terduduk di bangku ditemani raket dan tas punggungnya.

"Oy jar"

Sang pemilik nama menoleh ke arah ambang pintu di mana Clinton berdiri. Melempar senyum padanya sebelum berjalan mendekati meja Fajar.

HALLUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang