Owi-Butet
(2018)
Suatu hari di bulan Juli. Dua insan yang merupakan pasangan atlet bulutangkis di sektor ganda campuran sedang menikmati minuman mereka di sebuah kafe. Liliyana Natsir, atau lebih akrab di sapa Butet tampak sedang merenungkan sesuatu sementara jarinya dengan lihai mengaduk atau lebih tepatnya memainkan sendok teh dalam cangkir cappuccino hangatnya. Hal itu terlihat dari garis- garis halus yang terdapat pada dahinya.Di seberang meja, Tontowi Ahmad atau Owi terpaku pada layar kaca ponselnya. Mereka sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Bersama dalam diam. Larut dalam pikiran masing- masing berdua.
Namun kali ini berbeda. Sunyi di antara mereka jelas menyiratkan sesuatu yang jauh dari kata nyaman. Owi yang menyadari akan hal itu melirik dari balik ponsel dan menemukan cangkir Butet masih penuh. Lain halnya dengan miliknya yang sudah habis tak bersisa.
"Kok ngga diminum ci? Ga usah sungkan. Udah sering kan kita traktir-traktiran"
Senyum getir terlukis pada paras perempuan kelahiran Manado tersebut. Menyesap cappucinonya yang belum ditambahkan gula. Sedikit pahit pasti, tapi sesuatu dalam benaknya sukses mengalihkannya dari apa yang dirasakan lidah.
"Tujuan saya ngajak Ci Butet minum kopi sekalian buat ngobrol lho. Udah lama saya perhatiin muka Ci Butet kusut gitu. Kalo ada apa- apa, cerita aja sama saya"
Butet menarik napas panjang. Menghembuskannya pelan, seolah mempersiapkan diri sebelum memulai pertandingan.
"Gue udah mutusin buat pensiun wi"
Rasanya bagai disambar petir di siang hari. Owi seketika itu langsung diam mematung. Mengerjap singkat demi menyadarkan diri dari keadaannya.
"Kapan Ci Butet bakal bener-bener pensiun?"
"Masih taun depan sih sebenernya. Ajdi nanti Asian Games gue tetep main sama lo"
Jawaban tersebut memberi Tontowi sedikit ruanh untuk bernapas. Setidaknya semesta masih memberikan waktu kurang lebih lima bulan untuk mereka habiskan bersama.
-
Indonesia Master 2019
Turnamen yang menjadi penutup manis perjuangan seorang Liliyana Natsir seorang atlet bulutangkis. Meskipun harus berdiri di podium yang lebih rendah, hari itu tetap terasa manis. Selain karena 'pesta perpisahan' yang diperuntukkan khusus untuknya dan doa-doa dukungan dari para penggemar olahraga, seorang pria dengan kulit sawo matang di sampingnya juga menjadi pemanis dengan kadar tertinggi. Teman berbagi berbagi kemenangan dan kemalangan. Tempat ia mengukir banyak kenangan selama delapan tahun belakangan. Seseorang yang juga mengambil peran penting untuk melukis gambar dirinya.
Kini keduanya sedang berada di ruang atlet. Setelah beberapa wawancara dan acara tukar kaos, mereka akhirnya diberi waktu sendiri. Sendiri dalam artian hanya berdua. Netra Tontowi mengikuti tiap lekuk kaos jersey dengan warna dasar biru di pangkuannya. Tangan kirinya mengepal, memegang erat bagian leher kaos. Sementara tangannya meraba tiap huruf yang membentuk kata NATSIR L di bagian punggung kaos. Penglihatannya mulai kabur ketika sebuah sentuhan memaksa Tontowi untuk menyeka kedua matanya. Tatapan Butet menghunus Tontowi yang sangat kentara merahnya. Biasanya jika melihat Tontowi dalam keadaan seperti itu, Butet akan melontarkan banyak kalimat cibiran. Tapi sekarang, ia justru mendaratkan tangannya pada pipi Tontowi. Mengusapnya lembut dan langsung membawa Tontowi dalam sebuah pelukan. Tak butuh waktu lama untuk Tontowi membalas pelukan yang sukses meruntuhkan pertahanannya.
"Udah dong wi, jangan nangis. Nanti gue ikutan nangis nih"
Tontowi melepas tawa renyah sambil meredakan isaknya. Melepaskan pelukannya untuk kembali menyatukan tatapnya dengan butet. Seseorang yang juga melakukan hal yang sama pada dirinya. Melukiskan siapa itu Tontowi Ahmad hingga bisa dikenal banyak orang.
"Susah ci, udah terlanjur sayang"
Sebuah pukulan diterima Tontowi sebagai ganjaran perbuatannya.
"Bisa aja lo wi. Gimana mau tahan sampe delapan tahun coba kalo ngga sayang?"
"Eehm... makasih—"
"Eh, lo tuh semenjak gue ngomong kalo gue mau pensiun udah kebanyakan ngucap makasih tau nggak? Ampe bosen dengernya"
Sudah menjadi kebiasaan, apapun yang dilakukan Tontowi selalu aja ada yang salah di mata seorang Butet. Tangan Tontowi terbuka lebar. Siap untuk menerima Butet kembali dalam dekapannya. Tentu saja Butet tidak menolak tawaran itu. Pelukan diantara mereka kini jauh lebih erat. Masih terdapat sedikit keraguan untuk melepas satu sama lain.
"Harusnya gue yang bilang makasih wi. Karena Butet mungkin ngga bisa berdiri di tempat ini kalo bukan karena Owi-nya"
Air mata semakin menumpuk di kedua mata Tontowi. Mencuri kecupan singkat pada pucuk kepala Butet sebelum benar-benar melepasnya.
"Udah ah, balik sana. Nanti istri lo nyariin"
"Lah, istri sa—"
"Yang di luar lapangan Owi"
Sebuah cengiran diberikan oleh Tontowi sebelum beralih pada tas raketnya untuk memasukkan kaos milik butet. Menggantungkan tas tersebut di bahunya sesaat setelah ia selesai.
"Saya duluan ya ci, sampe ketemu lagi"
Tontowi melambaikan tangan pada butet saat ia meninggalkan ruangan. Ia tidak mau mengucapkan "selamat tinggal". "Sampai ketemu lagi" terdengar jauh lebih baik karena ia yakin mereka akan dipersatukan kembali suatu saat nanti.
Cie blom bisa move on
Sama dong :')
KAMU SEDANG MEMBACA
HALLU
Fanfiction🚨BXB NIH KALO GASUKA JANGAN BACA ALRIGHT? 🚨 "Coba bayangin kalo..." Kumpulan cerpen AU nano nano untuk kalian, penumpang kapal lokal.