8. Haruskah?

3.6K 393 23
                                    

Shihyun menemaniku seperti permintaanku padanya. Sungguh, aku merasa takut berbicara dengan Haruto. Padahal biasanya aku akan cerewet padanya. Lucu bukan. Secepat itu keadaan terbalik.

Haruto bilang pada Shihyun kalau dia baru bisa menelepon diatas pukul 12 malam. Karena dia harus berlatih penuh hari ini. Dan karena itu aku memilih tinggal dikamar Shihyun. Awalnya memang ibu asrama curiga pada kita, tapi setelah Shihyun meyakinkan, ibu asrama tidak melarang lagi.

Ima tadi berada disini bersamaku juga setelah dia pulang dari keliling di Hongdae bersama teman-teman lainnya. Sebenarnya aku dan Shihyun juga sempat berjalan-jalan di Hongdae sebentar. Berkuliner dan melihat busking. Setelah itu kita kembali ke guest house.

Ini sudah lebih dari pukul 12 malam, dan Haruto belum juga menelepon. Dia memamg bilang diatas pukul 12, jadi bisa jadi itu sekitar setengah 1 atau bisa jadi pukul 1. Aku akan menunggu, selagi Shihyun disini menemaniku.

"Sudah mengantuk?"

Aku mengangguk. Karena memang aku tidak terbiasa tidur diatas pukul 10 malam. Suatu hal langkah melihatku masih terbangun sampai pukul 12 malam.

"Kalau sampai pukul 1 tidak juga telepon, tidur saja."

Aku terdiam tidak merespon Shihyun. Aku ingin berbicara padanya, tidak apa sebentar. Tapi jika dia memang tidak memiliki waktu, kenapa dia berjanji meneleponku.

Sampai pada akhirnya ponsel Shihyun berdering. Sebuah panggilan dari seorang yang sudah ditunggu-tunggu masuk.

"Halo."

Bukan aku. Shihyun yang lebih dahulu menjawab panggilan Haruto.

"Maaf. Aku baru selesai latihan setengah 1. Harumi mana?"

Shihyun menoleh padaku, memberi kode bahwa Haruto ingin berbicara padaku. Aku mengangguk paham, lalu Shihyun memberikan ponselnya padaku.

"Haruto?" Panggilku.

Haruto tidak langsung membalasku. Dia terdiam terlebih dahulu sampai akhirnya membalasku.

"Harumi-"

Menggantung. Entah dia memanggilku atau dia ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Yang kulakukan hanya diam, aku menunggu Haruto.

"Aku merindukanmu."

Aku tersenyum tipis. Setelah lama terdiam, akhirnya dia bersuara kembali.

"Aku juga." Balasku.

Selanjutnya, hanya ada hening diantara kita. Shihyun melirikku sekilas, karena memang tidak ada percakapan diantara diriku dan Haruto.

Shihyun memberikan kode meminta ponselnya. Dia sepertinya lelah menunggu Haruto meragu disana.

"Katakan, cepag. Kau lupa ini sudah lebih dari jam tidur Harumi. Dia tidak bisa tidur kurang dari 4 jam."

Setelah mengatakan itu Shihyun memberikan ponselnya kembali. Aku sempat memanggil Haruto sebentar lalu diam mendengarkan apa yang akan dia sampaikan.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu. Tapi, sepertinya semua ini ada hubungannya denganku. Aku hanya tau perwakilan agensiku menemuimu. Sebatas itu. Kalau ada sesuatu, aku mohon katakan. "

Aku tidak langsung membalas Haruto, aku terdiam sebentar untuk memikirkan apakah aku harus mengatakan ini secara langsung atau aku membuatnya secara tersirat. Tapi memikirkan waktu yang terbatas, sepertinya aku harus berterus terang. Haruto tipikal laki-laki lemah dalam menerima pengkodean.

"Haruto, sebenarnya bagaimana aku dihatimu sekarang?"

Aku tidak peduli raut wajah Shihyun yang terkaget karena aku langsung menanyakan itu pada Haruto. Tujuanku memang hanya ingin tahu bagaimana aku dihatinya. Tidak lebih. Jadi terlalu lama jika aku harus berputar-putar untuk sampai dipertanyaan ini.

[3] IDOL - Haruto | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang