Tugas Suami Lebih Ringan?

6K 424 47
                                    

Akhir-akhir ini (nggak tahu sih kalo sebenernya udah sejak lama tapi saya baru nyadar), ada banyak perempuan yang membanding-bandingkan tugas mereka dengan para laki-laki. Dalam hal ini, tugas istri dengan tugas suami.

Kata mereka, tugas istri itu jauh lebih berat daripada tugas suami. Soalnya tugas suami cuma cari nafkah, yang mana istri pun bisa melakukan hal itu.

Untuk pendapat itu, saya nggak bisa bilang setuju atau nggak setuju. Soalnya apa yang mereka bilang, secara kasatmata emang bener. Lagian saya kan belum berkeluarga, jadinya belum tahu fakta yang sebenarnya.

Tugas istri itu, sepemahaman saya itu ada banyak. Ya ngurus suami, ngurus mertua (kalo tinggal dalam satu atap), ngurus anak, ngurus rumah, mendidik anak, ngatur keuangan sedemikian rupa, dll. Katanya, waktu istirahat si istri juga nggak ada.

Tugas si istri pun makin berat kalo punya mertua yang cerewet, yang ketika bener sering dicari salahnya, dan ketika salah ya didamprat habis-habisan.

Belum lagi kalo si suami yang udah nggak perhatian, sisi romantisnya berkurang, yang ketika sampai rumah nggak mau denger curhatan si istri karena langsung tidur.

Makanya banyak yang menuntut, "Wahai para suami, hargailah istrimu yang telah mengurus anak-anak dan harta kalian selama kalian bekerja. Berilah perhatian kepada mereka. Dengarkan keluh kesah yang sudah mereka tahan selama kalian tidak di rumah, sebelum kalian mendengkur."

Itu hak para istri. Itu mah emang udah seharusnya. Haha.

Cuma kalo sampai ada yang sampai membanding-bandingkan tugas mereka yang begini begitu, dengan tugas suami, saya kok jadi geregetan sendiri.

Kadang ada juga gitu yang minta tukaran posisi sama suami, karena 'ringannya' tugas para suami.

Yakin, masih mau tukaran posisi sama laki-laki? Serius?

Asal kita tahu, ya, para istri dan calon istri. Tugas kita yang katanya berat itu sifatnya keduniawian. Cuma yang berurusan sama hal-hal di dunia. Ngurus suami, ngurus rumah, ngurus mertua, ngurus anak, mendidik anak, itu di dunia, kan, bukan di akhirat?

Tugas kita yang sifatnya keduniawian itu, nantinya harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Siapa yang bertugas mempertanggungjawabkan? Ya suami, bukan istri.

Kita tuh istilahnya lebih enak dari suami, kalo berurusan sama tanggung jawab di akhirat nanti.

Kita nggak becus ngurus suami, anak, dan rumah tangga, yang ditanyai sama Yang Di Atas di akhirat, ya suami.

Kita yang berbuat dosa, yang bertanggung jawab ya suami.

Anak kita makan makanan yang halal maupun haram, ya suami juga yang bertanggung jawab.

Baik atau buruknya perempuan sebagai istri, ya tergantung bagaimana suami membimbing.

Kalo suami nggak berperan sebagaimana mestinya, kita masih bisa menjuluki mereka sebagai 'suami yang nggak sayang istri', 'bapak dan imam yang nggak bertanggung jawab', dll.

Pada akhirnya, harus menyadari bahwa nggak ada tugas yang lebih ringan maupun berat. Intinya, suami dan istri itu kerja sama untuk menuju keluarga yang lebih baik setiap harinya. Nggak usah cek-cok. Nggak usah saling menuntut, tapi sama-sama menuntun.

Mengutip salah satu pernyataan Abdurrahim Arsyad, yang kurang lebih isinya begini, "Perempuan dan laki-laki diciptakan bukan untuk saling beradu siapa yang lebih maju, tapi untuk saling membantu dalam doa penghulu."

Tuh, kaaan?

Rahasia Cewek!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang