10 ; hari-hari di pelatnas

8K 584 25
                                    

🏸🏸🏸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🏸🏸🏸

"Dok, mari makan siang." Kata Mbak Dewi— Staff kesehatan di PBSI.

"Duluan mbak, nanti saya nyusul." Jawab gue yang masih berkutat sama macbook.

Lagi balesin e-mail dari beberapa tawaran untuk jadi narasumber. Ada yang dari universitas, seminar terbuka, sampai wawancara tv yang mau nanya keadaan atlet pelatnas.

Sok sibuk kali aku ini. Padahal masih sibuk juga Hotman Paris— Iya sibuk mikirin gimana cara ngabisin hartanya.

"Akhirnyaa yaaa selesai!" Seru gue sambil merenggangkan badan-badan gue yang kaku selama duduk diem di depan macbook.

Gue menoleh ke arah jam dinding. Dan kini jam menunjukkan pukul 2 siang. "Mampus, jam segini mah udah pada abis makanannya di kitchen. Mana gue tumbenan ga bawa bekel lagi."

Gue akhirnya minum segelas air putih dan lebih memilih untuk menyandarkan kepala gue ke tangan gue yang ada di atas meja.

Setidaknya tidur bisa buat gue lupa sejenak sama rasa lapar.

"Nad?"

"Nadia."

"Nadia Emanuella."

"Nadia Emanuella Gideon!"

Gue terbangun dari tidur sejenak gue dan gue mencoba ngefokusin mata gue yang masih aja nge-blur.

"Makan dulu, dokter juga manusia. Butuh di jaga juga kesehatannya." Kata orang yang ada di hadapan gue ini.

Gue mengucek mata gue lagi. Ini gak salah kan yang gue lihat ini sosok makhluk astral tak kasat mata si Kevin Sanjaydut? Sumpah demi Ginting di gantung?

"Nih makan, gue tungguin juga di pantry lo gak dateng-dateng. Terus kata mbak Dewi lo nyusul, tapi sampe makanan habis juga lo gak dateng-dateng. Ini makan dulu, lo cuma inget kalo atlet harus jaga kesehatan, tapi lo sendiri gak inget kalo dokter juga harus jaga kesehatan." Omel Kevin.

Ini anak, baru juga gue bangun udah nyerocos aja sepanjang jalan kenangan.

"Lo ngomong apa sih? Gue gak mudeng." Celetuk gue sambil ngucek-ngucek mata.

Kevin maju dan dia duduk di hadapan gue sambil meletakkan nampan yang gue lihat berisi minuman dan box makanan.

"Gemes banget si, kuliah tinggi-tinggi jadi dokter diajak ngomong tetep gak mudeng." Kata Kevin sambil ngacak-ngacakin rambut gue.

Gue menepis tangannya, ya gak enak lah anjir. Kalo tiba-tiba ceweknya ngelihat Kevin mesra-mesraan sama gue yang notabenenya mantannya bisa mampus gue di acak-acak balik gue sama ceweknya.

"Iyadeh, iya. Sekarang lo makan dulu. Nih makanan kesukaan lo, gue tadi go-food. Abisnya makanan di kitchen udah habis." Kata Kevin.

Emang bener tenyata di nampan coklat ini ada rice box makanan kesukaan gue yaitu chicken teriyaki rice-nya ichiban dan segelas ocha. Kevin langsung mengambil sumpit dan membuka bungkus sumpit-nya lalu dia menggosok-gosokkan antara sumpit satu dan sumpit pasangannya agar serpihan bambunya terpisah.

"Aaaaa." Kata Kevin yang mau nyuapin gue dengan makanan kesukaan gue ini.

"Vin, gue bukan anak kecil lagi. Gue udah dewasa, gue bisa makan sendiri gak perlu disuapin juga ih." Kata gue menolak.

"Sekali aja, abis itu lo makan sendiri deh. Beneran." Katanya. Gue langsung makan suapan Kevin lalu mengunyah-nya dan mengambil alih sumpit yang di pegang Kevin.

Gue terus makan sendiri lunch box dari Kevin. "Lo ngapain ngeliatin gue. Lagi makan juga diliatin mulu." Kata gue yang merasa risih diliatin saat makan.

"Gue cuma flashback aja. Inget gak waktu kita makan di Ichiban, gue juga ngelakuin hal sama kan kan sama kayak sekarang? Cuma kali ini beda tempat, waktu, dan status aja." Katanya.

Gue terdiam, dan mencoba mengingat kembali. Bener, tanpa sadar Kevin emang mengulang hal yang pernah gue lalui sama dia. Setiap gue gak mood, gue di ajak dia makan di Ichiban, dia yang selalu orderin makanan kesukaan gue— chicken teriyaki rice dan ocha, dia juga yang bersihin sumpit kayunya, dan terkadang dia juga suapin di awal sebelum gue makan sendiri, dan dia selalu ngeliatin gue makan.

Kenapa gue gak sadar? Apa gue masih menjelajah di alam mimpi?

Plak!

"Aduh." Kata gue sambil ngusap-ngusap pipi gue yang barusan aja gue tabok sendiri. Gue cuma mau mastiin gue udah bangun apa masih tidur.

"Lo ngapain sih nabok diri sendiri. Ini beneran kali, lo udah bangun. Gue yang bangunin. Masih gak percaya? Apa mau gue cium biar lo percaya?" Kata Kevin dan gue langsung bergidik ngeri mendengarnya.

Bocah kolot, santai banget bilang mau cium gue. Mending lo cium anjing Koh Sinyo tuh di rumah.

"Habisin gih, nanti ayam-nya mati."

"Lah kan emang udah mati, kalo kaga mati gimana gue makannya njir." Kata gue sambil nunjuk potongan fillet ayam yang di goreng crispy dan di bumbui saus teriyaki serta taburan wijen di atasnya.

Kevin terkekeh mendengar ucapan gue. "Lo dari dulu ga berubah ya. Masih stubborn, lucu, gemesin, makanya gue sayang."

"Iya sayang, tapi dulu sebelum selingkuh."

"Kata siapa? Bahkan sampe sekarang gue masih sayang sama lo. Even lo bukan pacar gue lagi, tapi rasa sayang gue ke elo ga sepenuhnya luntur gitu aja. Because you're a woman that gave me such a wonderful moment in my life that's why I never forgot you no matter what."

Gue berhasil bungkam mendengar kata-katanya.

Kevin beranjak dari kursi dan mengacak-acak rambut gue. "Di habisin, I should go right now. It's time to exercise again. Bye Nadia." Lalu dia pergi dari hadapan gue sementara gue masih bertahan dengan rasa bungkam dan terkejut mendengar kalimatnya tadi.

Nad, jangan goyah. Dia nyelingkuhin lo, dia playboy. Don't trust him anymore.

🏸🏸🏸

🏸🏸🏸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menangkis Rindu • Kevin SanjayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang