"Kau baik-baik ya di sini. Aku akan terus mengabarimu dan Bunda saat aku berada di kota." Ucap Nara sambil memelukku.
Ia melepaskan pelukannya. Aku menatapnya dalam. Waktu berperan penting dalam perubahannya. Anak kecil bergigi ompong kini sudah lebih tinggi dari saat pertama kali ia datang ke Yayasan ini.
"Jaga dirimu disana Ra. Jangan lupa, sering-seringlah mengunjungiku dan Bunda disini." Pintaku.
"Jaga diri baik-baik ya sayang." Kata Bunda sambil mengelus halus rambutnya.
Taklama kemudian sepasang suami dan istri datang menghampiri kami, mereka adalah orang tua angkat Nara. Mereka sempat berbincang sebentar dengan Bunda, tapi aku tak memperdulikannya. Aku hanya meratapi kepergian sahabat kecilku ini yang akan lama tak akan ku jumpai. Ku tatapi terus wajah lugu perempuan ini. Ku ingat-ingat wajahnya.
Aku akan selalu merindukanmu, Ra.
***
Aku memandangi kepergian satu-satunya sahabat baikku yang ada di Yayasan ini. Kulihat ada genangan air mata yang membasahi pipi yang ia usap berkali-kali. Di lambaikkan kedua tangannya yang terlihat dari dalam kaca mobil. Kau tahu? tak ada yang menyenangkan dalam sebuah perpisahan. Sekuat-kuatnya seseorang tak akan mampu menghalangi sebuah perpisahan. Sebuah perpisahan akan selalu di alami oleh semua manusia dimuka bumi ini. Entah itu perpisahan dengan keluarga, teman, sahabat, atau bahkan kekasih.
Tapi waktu akan terus berjalan, lambat laun jika ada kesempatan pasti kita akan di pertemukan kembali, gumamku dalam hati.
***
Minggu-minggu yang sulit ku lalui tanpa seorang yang bernama Nara. Sepulang sekolah tak banyak kulakukan. Tak seaktif saat Nara masih ada di sini. Hidup yang kujalani kembali membosannkan, tak jarang aku hanya bermain sendiri di rumah pohon sambil menunggu senja tiba dari atas sana.
Sudah hampir sebulan ini aku dan Bunda tak menerima pesan apapun dari Nara, melalui surat maupun melalui telepon. Ia sudah berjanji akan selalu mengirimkan kabar saat berada di kota namun tak ada satu kabarpun yang kudapat setelah kepergiannya dari Yayasan ini.
Bunda mendapatiku yang sedang duduk termangu di teras Yayasan.
"Bima yang sabar ya, pasti Nara baik-baik saja disana. Mungkin besok Nara mengirimkan surat untuk kita" ucap bunda sambil mengelus lembut rambutku.
Aku mengangguk.
Setiap hari aku hanya menunggu kabar dari Nara. Aku bingung harus melakukan apa. Akupun tak tau dimana ia akan tinggal saat berada di kota. Perasaanku sedang gundah dan khawatir, di kepalaku terus bermunculan pertanyaa-pertanyan tentang dia. "Bagaimana keadaannya sekarang? Apa yang dia lakukan? Apakah dia betah tinggal di kota? Pertanyaan itu yang terus menerus mengganggu isi kepalaku.
***
Tepat sebulan, ada satu surat yang datang ke rumah Yayasan ini. Aku melompat kegirangan saat kulihat surat itu dari Nara. Ku panggil Bunda yang terlihat sedang sibuk di dapur.
"Bunda ada surat dari Nara. yeee yee yeeee." Kataku sambil melompat-lompat.
"Ohiya? Bunda ingin lihat." Jawab bunda sambil meletakkan kembali pisau yang di genggamnya tadi.
Teruntuk Bunda dan Bima
Halo Bima. Halo Bunda
Bagaimana kabarnya disana? Nara harap semuanya baik-baik saja ya. Ohiya, maaf baru mengabarkan sekarang. Nara disini baik-baik saja. Hanya sedikit sibuk dengan sekolah baru Nara. Disini selalu macet dan panas, beda dengan suasana di desa sana. Nara rindu Bunda dan Bima, kalau ada waktu Nara akan main-main kesana lagi ya. Dan untuk Bima, jangan sedih kalau setiap hari melihat senja sendirian. Setiap sore aku juga melihat senja kok disini hanya saja tanpamu Bima. Kita hanya di lerai jarak Bim, tapi kita di satukan dengan langit yang sama. Mungkin sampai disini dulu surat dari Nara. Bunda dan Bima jaga diri baik-baik ya disana.Salam,
Nara.Ada senyuman yang menghiasi wajahku. Aku seperti terlepas dari ikatan belenggu yang sangat kuat. Perasaanku tenang, bersamaan dengan pelukan Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang
Short StoryKau masih lagu-lagu yang sering aku nyanyikan. Kau bukan hanya orang yang ingin aku bagi ketika aku mendapat kebahagiaan. Kau adalah momen-momen bahagiaan yang pernah aku bayangkan. Kau masih doa-doa yang sering aku panjatkan. Mata yang ingin aku t...