Hari ini aku menepati janji akan datang ke pertemuan yang sudah sempat aku janjikan akan datang oleh lelaki gondrong yang sempat mebujukku untuk meliput ke Desa Barat. Atau ia biasa di panggil bang Sam. Bang Sam ini walaupun berparas sangar dan di hiasi rambut gondrong, ia begitu peduli dengan lingkungan sekitar. Pernah suatu ketika, bang Sam berkelahi dengan seorang mahasiswa hanya karena perkara membuang sampah sembarangan. Yang awalnya mereka beradu mulut sampai beradu jotos, tentu saja musuh bang Sam habis babak belur di pukulinya. Bang Sam selalu berkata, jika manusia di muka bumi ini melupakan hal kecil seperti membuang sampah sembarangan lalu bagaimana dunia ini akan baik dengan semua manusia. Beberapa orang kadang tidak sadar bahwa satu sampah yang di buang sembarangan bisa berdampak buruk bagi ekosistem, itu baru satu orang. Bagaimana jika 1 miliyar orang yang ada di bumi ini mengatakan, "kan saya hanya membuang satu sampah". Tidak menutup kemungkinan dunia ini akan tertutup sampah, dan akan berdampak buruk bagi perkembangan makhluk hidup.
Jangan pernah lupa, kita hidup berdampingan dengan alam, ia bisa saja mengeluarkan amarahnya kapan saja saat keseimbangan dunia terganggu, maka perhatikanlah beberapa hal penting, tidak perlu melakukan hal besar untuk merubah dunia. Bisa jadi dari tidak membuang sampah sembarangan kita bisa mengurangi dampak besar yang akan terjadi nantinya.
Setibanya aku di gedung pertemuan, aku melihat bang Sam yang sudah melambaikan tangan dari kejauhan. Terlihat juga beberapa mahasiswa yang ikut serta meliput. Ada Acha dan Randy dari kelas Jurnalis. Bang Sam sempat mengatakan bahwa satu tim terdapat 5 anggota, namun aku sempat melihat sekeliling dan menghitung ulang anggota yang menurutku ada yang kurang.
"Sam, kita hanya berempat saja?" kataku setelah bersalaman dan berkenalan dengan Acha dan Randy.
"Masih ada satu anggota lagi, katanya sih sudah dekat. naahh itu dia" ucap Sam sambil menunjuk seseorang dari kejauhan.
Aku lantas menengok ke arah yang di tujukan oleh Sam. Aku sempat memicingkan mata dan memastikan bahwa aku tidak salah melihat. Seseorang yang datang menghampiri kami sepertinya begitu familiar bagiku. Ya, ternyata benar dia Abel gadis yang baru saja aku kenal namun seperti kawan yang sudah bertahun tahun bersama.
"Loh kamu." kata Abel dengan nada yang sedikit terkejut.
"Kamu ikut juga?" sambil menunjuk kearahnya.
"Kalian sudah saling kenal? baguslah kalau begitu. Tim kita akan semakin kompak."
Aku hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Sam. Dan akhirnya kami memulai rapat kecil di dalam gedung tersebut. Sam selaku leader tim mempresentasikan apa saja yang harus di persiapkan sebelum kami berangkat esok hari ke Desa Barat. Sam memberi tahu bahwa di Desa Barat sedang terjadi konflik antara pemerintah desa dan warga sekitar, serta membahas minimnya pendidikan yang ada di Desa Barat.
Dan kamipun mulai berbagi tugas. Randy yang mengerti tentang kamera di tugaskan untuk menjadi kameramen. Acha yang ditugaskan sebagai pewawancara.Abel bertugas mencari narasumber yang bisa di wawancarai. Dan aku sendiri di beri tugas menulis skenario atau menulis beberapa pertanyaan-pertanyaan yang pantas untuk di tanyakan pada warga desa nantinya. Dan bang Sam selaku leader mengemban tugas menghendel segala aspek yang kami butuhkan saat kami berada di sana selama tiga hari.
***
Keesokan harinya kami berkumpul di gedung kampus untuk bersiap-siap berangkat ke Desa Barat yang jaraknya 5 jam perjalanan menggunakan kendaraan roda empat. Di sepanjang perjalanan aku hanya berkutat pada pertanyaan apa saja yang akan aku tulis, yang tidak dapat menyinggung beberapa pihak saat di wawancarai nanti, karena yang saya tau Desa Barat sedang sensitif untuk masalah keadilan atau bahkan kesejahteraan manusia. Ada beberapa pertanyaan yang menurut aku sudah cocok dan masuk dalam tema. Yaitu mengangkat sulitnya pendidikan yang ada di Desa Barat.
Beberapa jam kemudian saat perjalanan yang melelahkan berakhir akhirnya kami sampai di desa tersebut. Saat kami turun dari mobil, beberapa warga desa melihat aneh kearah kami. Namun kami berlima tersenyum sopan dengan anggukan kepala. Baru saja kami sampai, beberapa pemuda warga desa atau lebih di sebut premannya desa menghampiri kami dan menjatuhkan pertanyaan.
"Mau ada apa rame-rame kesini. Apa kalian ini orang suruhan dari kepala kepala desa?" kata salah satu warga desa dengan wajah yang sudah mengencang, dan siap mengeroyoki kami berlima.
Kemudian bang Sam menghadapi pemuda itu dan memberitahu apa tujuan kami datang kemari. Kami berlima cukup ciut, bagaimana tidak. Baru saja sampai ke desa ini bukannya di berikan ucapan selamat datang tapi malah berhadapan dengan warga desa yang sudah siap memukuli kami. Namun saat bang Sam menjelaskan semuanya, akhirnya beberapa warga mengerti dan mengijinkan kami meliput beberapa masalah yang ada di desa ini. Terutama tentang sulitnya pendidikan.
Satu hal yang bisa di simpulkan saat sampai kedesa ini. Desa ini sebenarnya baik-baik saja, tapi semenjak bergantinya kepemimpinan kepala desalah yang membuat warga desa begitu marah. Beberapa ladang dan sawah desa telah digusur oleh pemerintah dan digantikan gedung tinggi yang isinya adalah pabrik-pabrik yang mana membuat beberapa warga desa kehilangan pekerjaannya sebagai petani. Pemerintah memakai kekuasaannya dengan cara yang semenah-menah. Untuk memajukan kesejahteraan rakyat dan menumbuhkan lapangan pekerjaan, katanya. Namun semuanya nol besar. Warga terbengkalai dan ekonomi desa yang awalnya cukup sejahtera namun kini berada jauh dari kata sejahtera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang
Short StoryKau masih lagu-lagu yang sering aku nyanyikan. Kau bukan hanya orang yang ingin aku bagi ketika aku mendapat kebahagiaan. Kau adalah momen-momen bahagiaan yang pernah aku bayangkan. Kau masih doa-doa yang sering aku panjatkan. Mata yang ingin aku t...