part 10

290 7 0
                                    

6 Bulan sudah berlalu semenjak Nara memutuskan untuk pergi ke Berlin. Kami masih bertukar kabar melalui email dan telepon. Aku lebih sering memintanya untuk mengirimkan foto-foto dia saat berada disana. Kesuksesannya mendapat beasiswa kedokteran tidak lepas dari apa yang selama ini ia usahakan. Wanita itu begitu hebat untuk mengejar mimpi-mimpinya dan menghidupkannya satu persatu.

"Hayoo.. lagi ngeliat foto siapa?" kata seseorang perempuan yang muncul dari arah belakang.

"A..aahh tidak bun, bukan siapa-siapa." aku segera menutup laptopku.

"Jangan berbohong, bunda sudah melihatnya. Bagaimana kabarnya? hebat ya si Nara bisa sekolah sampai Jerman."

"Iya bun. Kabarnya baik-baik, barusan dia nitip salam buat bunda."

"Ah gadis itu selalu membuat bunda rindu."

"Jadi selama ini bunda nggak rindu sama Bima?"

"Bunda bosan rindu sama kamu." kata bunda tertawa lalu beranjak pergi.

"Tega amat bun." jawabku sambil melihat bunda yang beranjak pergi.

Aku yang masih duduk di ruang tamu melihat ponsel yang ada di atas meja. Jam menunjukkan puku 17:00 waktu yang tepat untuk menunggu senja. Aku berdiri membawa laptopku dan pergi menuju rumah pohon. Sudah lama aku tak berkunjung, bagaimana rupanya ya?

Aku menelusuri jalanan seperti biasa melewati tumbuhan ilalang yang sudah meninggi. Sambil melihat pemandangan sawah yang terhampar luas sejauh mata memandang. Aku rindu sekali suasana seperti ini, hal yang aku sulit dapatkan ketika aku berada di kota.

Sesampainya aku di tengah tanah lapang ku pandangi dari kejauhan pohon ek dan rumah pohon yang masih terbangun kokoh di atasnya.

Tiba-tiba ingatanku terlempar jauh kebelakang mengingat masa-masa kecilku dengan Nara, bermain di sekitaran pohon ek ini menghabiskan waktu bersama.

Aku berjalan menghampiri rumah pohon dengan senyum yang terhias di wajahku. Sesampainya di atas, di dalam rumah pohon itu sudah terlihat seperti kapal pecah, banyak dedaunan kering bertebaran dan terlihat sarang laba-laba dimana-mana. Aku baru sadar aku meninggalkan tempat ini bukan waktu yang sebentar. Aku membersihkannya sedikit demi sedikit.

Setelah semuanya sudah beres aku memandang ke arah jendela, kearah dimana hamparan desa terlihat dari atas sini. Sinar matahari yang mulai kemerahan kini mulai menyirami bumi desa. Aku tersenyum, bersamaan kubuka kembali laptopku. Kulihat ada email masuk dari Nara.

Selamat siang my dear,

Maaf baru mengabari, aku baru saja menyelesaikan ujian praktik hari ini, tidak terlalu sulit bagiku. Tapi ada beberapa yang membuatku bingung. Kamu sedang apa disana?

Aku hanya tersenyum.

Tak menunggu waktu lama aku langsung menelfonnya.

"Aku sedang duduk." kataku lewat telepon.

"Kebiasaan, tiba-tiba pasti langsung menelfon." jawabnya dari seberang.

"I miss u so much."

"I miss u more."

"Ohiya kamu tau enggak aku lagi dimana?"

"Paling juga di kamar indekos kamu."

"Salah. Aku dirumah. Tepatnya dirumah pohon, aku sedang menunggu senja, sambil menyicil tulisanku."

"Sungguh? kapan kau pulang?

"Kemarin aku pulang dari kota. Tadi pagi baru saja sampai."

"Bagaimana senja di desa? masih mengagumkan?"

Senja Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang