Prolog

442 24 1
                                    

        Seorang wanita berdiri di sebuah balkon yang menyuguhkan pemandangan gedung - gedung serta menjulang sebuah menara indah yang sangat terkenal di seluruh dunia. Bulu mata lentiknya beberapa kali mengerjap. Rambut hitam panjangnya yang bergelombang berkibar di tiup angin yang berhembus sepoi - sepoi. Pandangannya menerawang jauh menembus cakrawala. Tiba - tiba suara seorang lelaki memanggilnya berhasil membuyarkan lamunannya,
" Nona, ada yang ingin menemui anda, "
Wanita itu membalikkan badannya penasaran,
" Siapa dia andrian? " Lelaki itu mendekat dan membisikkan sebuah nama yang sukses membuat mata wanita itu terbuka lebar.
" Sampai kapan dia akan melakukan ini?  " Gumam wanita itu dengan malas,
" Baiklah ayo kita temui dia! "Tambahnya,  mereka berdua pun pergi meninggalkan balkon.

       Seorang lelaki berjas biru dongker dengan dasi bergaris berwarna senada duduk di sebuah ruangan mewah bergaya khas eropa barat. Salah satu kakinya ia silangkan di atas kaki satunya. Eksperesinya menunjukkan keangkuhan atas segala hal yang ia miliki. Beberapa saat,  datanglah orang yang ia tunggu.
" Well,  akhirnya kau mau menemuiku nona Gia, " Ujar lelaki itu tersenyum manis,
" Tak usah basa - basi,  apa tujuanmu datang kemari?  " Kini mereka berdua sudah duduk berhadapan,  sedetik kemudian ekspresi mereka berubah semakin serius.
" Tujuanku masih sama dengan terakhir kali aku kemari, " Lelaki itu menatap wanita yang dipanggil Gia dengan tajam,
" Dan jawabanku masih sama, " Jawab Gia dengan dingin, lelaki itu mulai menggerang frustasi menghadapi wanita keras kepala dihadapannya itu.
" Sampai kapan kamu akan terus seperti ini,  Apakah kamu tidak lelah terus - terusan menghindar? " Gia hanya menatap lelaki itu dengan dingin,
" Sudahlah Dias,  aku bahagia dengan kerajaan bisnisku sekarang,  semuanya telah aku dapatkan,  aku menikmati setiap detik hidupku saat ini,  "
" Tolong lah pikirkan kembali, kau tak bahagia dengan semua ini aku tahu itu,   kembalilah,  banyak orang - orang yang sayang padamu tengah menunggumu, termasuk-, " Dias tak melanjutkan kata - katanya lagi,  karena Gia menatapnya memperingatkan.
" Aku tak tahu lagi harus berbuat apa, tapi kumohon pikirkan kembali ! " Setelah itu Dias beranjak dari tempat duduknya, dan meninggalkan Gia yang kini sendirian di ruangan itu.

        Bintang - bintang kini sudah menggantikan posisi matahari. Cahayanya berkelap - kelip menghias indah kota model itu, ditambah lagi lampu - lampu jalan serta menara cantik yang membuat siapapun terbuai dengan suasana menenangkan. Gia masih terus berkutik dengan laptop dan berkas - berkas yang menumpuk di meja kerjanya. Mata lebarnya tak pernah teralihkan fokusnya sedikitpun,  jari - jarinya terus menari  di atas keyboard. Andrian mendekati mejanya membawakan secangkir cappucino yang masih mengepul, pandangannya teralihkan tertarik dengan minuman itu.
" Thanks Andrian,  " lalu tangannya mulai terulur mecicipi cappucino itu,
" Sebelumnya maaf jika saya lancang, apakah nona tidak ada keinginan untuk kembali? " mendengar itu Gia terdiam kemudian ia beranjak dari meja kerjanya menuju sebuah jendela bening besar yang menampakkan indahnya kota Paris.
" Sejujurnya aku tidak tahu Andrian, terlalu naif jika aku bilang tak ingin kembali,  tapi aku masih tak siap untuk menghadapi semuanya,  " Andrian mendekati Gia,
" Tapi anda tak bisa terus - terusan menghindar nona, saya tahu betul trauma serta tekanan yang anda alami, namun menurut saya ini sudah waktunya,  saya berjanji akan selalu bersama dan mendukung anda, " Mendengar itu Gia mengalihkan pandangannya pada Andrian dan tersenyum tipis hingga nyaris tak terlihat,
" Terima kasih Andrian,  aku tahu kau khawatir padaku,  tapi keputusanku masih sama, " Andrian tersenyum mengangguk,  kemudian tangannya terulur memberikan sebuah buku mirip diary dengan sampul kulit berwarna cokelat. Gia memandang berntanya - tanya,
" Mungkin saya ataupun Pak Dias tak bisa merubah pikiran anda,  tapi mungkin ini bisa merubah keputusan anda, " Gia menerima buku itu dan meraba sampul buku yang terdapat ukiran sebuah nama. Pikirannya melayang mengumpulkan potongan memory yang selama ini berusaha ia kubur dalam - dalam. Ia mulai membuka dan membaca isi buku itu. Hingga beberapa saat,  nafasnya mulai memburu,  jemari dan tubuhnya mulai bergetar berusaha menahan air mata yang sudah mengumpul di pelupuknya.
" Menangislah nona,  saya tahu semenjak peristiwa itu anda selalu menahan tangis meskipun sebenarnya anda merasa hancur sekalipun, " Gia mulai terisak,  air matanya kini tak dapat dibendung lagi. Runtuh sudah pertahanan diri yang selama ini berusaha ia buat,  tembok kokoh yang ia jaga selama ini telah roboh. Seorang Gia wanita berpengaruh di dunia bisnis,  monster dingin yang membuat tunduk banyak perusahaan besar dunia kini hanya menjadi seorang Gia wanita biasa yang rapuh.  Rasa sedih,  kecewa sudah tak dapat ia tahan lagi mengetahui fakta yang mengalir begitu saja. Pikirannya kembali mundur mengingat semuanya.

Flashback 4 tahun silam..........

Hai para readers.... Selamat membaca cerita pertamaku ya, semoga semuanya suka, dan mohon maaf kalo ada banyak kesalahan. Dan aku berharap saran, kritik, dan komentar dari kalian agar ceritaku lebih baik lagi.... Oke terima kasih 😘😘

Tanpa Matahari ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang