Part 17

63 7 0
                                    

   Sinar matahari menerobos masuk melalui cela - cela tirai. Meldi menggeliat merasakan sinar matahari menerpa wajahnya. Meldi membuka matanya perlahan,  saat telah terbuka sepenuhnya tatapannya berubah menjadi kosong. Sedetik kemudian air mata mulai menetes dari pelupuk matanya. Ia merasakan tubuhnya terasa remuk dan ia juga merasakan sakit di vaginanya. Meldi sekarang dalam keadaan yang sangat mengenaskan,  tubuhnya hanya di balut selimut dengan rambut yang acak - acakan. Pakaiannya sekarang sudah berserahkan di entah dimana. Ia mengingat bagaimana semalam Yoesan memperlakukannya dengan sangat kasar hingga membuat ia sangat tersakiti dan terhina. Yoesan memperlakukan Meldi seperti seorang pelacur. Meldi merasakan dadanya sangat sesak.
" Yoesan kenapa kamu tega memperlakukan ku seperti ini,  apa salahku. Apakah aku salah jika aku mencintaimu,  ke... Ken... Kenapa Yoesan, hiks... Hiks.... " Meldi kemudian bangun dari tempat tidur dan melangkah tertatih - tatih menuju kamar mandi. Ketika hendak mencapai kamar mandi,  ia merasakan kewanitaannya sangat sakit hingga membuatnya terjatuh tersungkur ke lantai.
" Faliq.... Faliq..... Faliq...... Aku sudah kotor Faliq, Faliq aku merindukanmu,  Fa... Liq, " Meldi meraung - raung menangis sejadi - jadinya. Gadis itu sekarang benar - benar merasa hancur.

     Reihan berdiri menatap beberapa orang yang kini berpakaian serba hitam,  di sebelahnya terdapat Dias yang memasukkan tangannya di saku celananya,
" Ingat,  kalian harus berhasil membawanya hidup - hidup! "
Setelah itu,  Reihan mengistruksikan mereka agar segera pergi.
" Apa kau yakin ini akan berhasil? " Reihan menatap Dias sedikit  ragu,
" Tenanglah,  kita pasti berhasil,  inilah yang diinginkan mendiang Faliq, " Dias berkata dengan mantap,
" Aku sungguh kagum dengannya,  meskipun sekarang ia sudah tak ada tapi dia merencanakan semua dengan matang dan berjalan sesuai rencananya,  jika saja Faliq masih hidup,  pasti semua akan semakin baik, "
Mendengar itu Dias hanya menyunggingkan senyum.
" Dia sungguh banyak berjasa, " Ujar Dias yang diangguki oleh Reihan.

      Meldi mengendap - endap memasuki kamar Yoesan. Ia berencana untuk mengambil kembali kalung yang pernah Yoesan rampas darinya. Karena menurut Meldi kalung itu lah satu - satunya harta berharga untuknya saat ini. Meldi memasuki kamar besar dengan nuansa cokelat dan pastel,  dekorasi ruangan ini sangat khas dengan gaya Skandinavia. Sangat berbeda dengan kamarnya yang bergaya Eropa Barat. Kamar ini luas dengan perabotan yang bisa di bilang sederhana namun tetap elegant. Meldi menuju laci sebelah ranjang dan mulai mencari kalungnya. Membutuhkan waktu cukup lama Meldi mencari,  ia membuka dari laci satu ke laci yang lain namun hasilnya nihil. Kemudian pandangannya menatap sebuah lemari dan menemukan sebuah brankas di dalamnya. Meldi mengotak - atik kodenya dan akhirnya ia berhasil membukanya. Meldi tersenyum puas berhasil menemukan kalungnya. Ketika mengambil kalungnya,  ia melihat sebuah dokumen. Rasa penasarannya pun membuatnya mengambil dan membaca dokumen itu,
" Hem... Dokumen apa ini,  kok aku gak pernah tahu ya, " Gumam Meldi seraya membaca isinya. Beberapa saat kemudian,  Meldi berdiri mematung dan menjatuhkan dokumen itu. Air matanya mulai mengalir deras,
" Ke... Ke... Kenapa kalian menjadikanku sebuah mainan,  Fa... Faliq aku tak percaya kau melakukan ini padaku, a.. Aku... Ke.. Ce... Wa.... Pa... Da... Mu, " Gumam Meldi yang mulai terbata - bata,  merasakan syok yang luar biasa.

       Albert berjalan tergesah - gesah menyusuri lorong kaca dengan pemandangan gedung - gedung pencakar langit.  Tanpa izin ia membuka pintu besar berwarna cokelat,  membuat Yoesan terkejut dan sedikit marah karena Albert masuk tanpa izin darinya,
" Pak Albert apa yang anda lakukan? " Yoesan berdiri mengahampiri Albert,
" Me... Me.... Mereka sudah menjalankan aksinya,  mata - mata ku bilang, sekarang mereka sudah mengepung mansion anda, " Ujar Albert sambil terengah - engah,
" Apa,  kenapa jadi tiba - tiba seperti ini,  bukannya kau bilang rencananya masih akan di mulai 3 hari lagi,  kita belum mempersiapkan apapun, " Yoesan mulai frustasi,
" Tak ada waktu lagi,  ayo kita segera pergi,  dan semoga saja mereka belum menculik Meldi! " Ajak Albert,
Mereka berdua meninggalkan gedung itu dengan tergesah - gesah. Albert pun tak lupa membawa banyak anak buah yang mengikuti di belakang mobilnya.

      Beberapa saat kemudian,  mereka tiba di mansion keluarga Zellino. Yoesan langsung menerobos masuk,  mencari keberadaan Meldi di kamarnya. Ternyata tak ada tanda - tanda apapun dari Meldi. Yoesan menggerang frustasi,  semua ruangan di rumah itu telah ia jelajahi,  namun ia tak mendapatkan Meldi dimanapun.  Semua pelayan juga tak mengetahui keberadaan Meldi. Saat memasuki kamarnya ia terkejut,  karena ada dokumen perjanjiannya yang tergeletak di tanah dan brankas miliknya terbuka. Sesaat ia terdiam karena pasti Meldi tahu ini dan sekarang ia kabur. Dalam pikirannya bergejolak,  hanya ada dua kemungkinan,  Meldi sekarang kabur atau di culik. Ia juga merasa aneh,  kenapa Meldi kabur tapi tak ada seorang pun yang tahu. Lalu ia teringat bahwa mansionnya memiliki ruang bawah tanah yang katanya ternyata jalan rahasia.  Yoesan memang tak pernah sekalipun ke sana selama hidupnya.
" Pak Albert,  Meldi tak ada dimanapun, hanya ada dua kemungkinan saat ini,  ia kabur atau ia diculik, " Yoesan berlari menghampiri Albert,
"Apa,  Tapi kenapa kau bisa bicara kalau ia kabur? " Tanya Albert penasaran,
" Untuk sekarang tidaklah penting,  aku ingin anak buahmu mencarinya di rumah orang tuanya atau dimakam temannya.......,  Faliq, " Ujar Yoesan dan Albert pun segera memberi instruksi pada anak buahnya,
" Dan anda,  ikut aku! " Albert pun mengikuti Yoesan.

     Meldi membuka mengerjapkan matanya,  kepalanya terasa berat dan pusing. Saat ia terbangun ia sudah dalam keadaan terikat di sebuah ruangan mirip apartemen. Memorinya berputar di kepalanya,  bagaimana tiba - tiba ia bisa berada disini. Meldi pun ingat,  bahwa dirinya hendak keluar dari mansion itu untuk menemui Andrian melewati jalan rahasia yang biasa ia gunakan. Namun,  saat ia sudah di luar dan menunggu mobil Andrian datang,  tiba - tiba ada seseorang yang mendekapkan kain hidunya,  dan setelah itu ia tak ingat apapun. Pintu ruangan itu perlahan - lahan terbuka,
" Well,  kamu sudah bangun rupanya,  baguslah, " Suara lelaki dari balik pintu itu,
Meldi tercengang mendapati sosok yang menculiknya kini berada di depannya,
" A... A... Apa,  ti.. Tidak mungkin, Dias kak Reihan, "

Hai readers setelah lama gak muncul,  kali ini aku up tiga bagian sekaligus,  hehheehe.... Maaf ya kalo gak teratur,  karena sikon lah yang memaksaku begini😅 but,  jangan bosen - bosen dan ikuti terus ceritanya,  salam hangat author😘😘

Tanpa Matahari ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang