Suasana terasa canggung antara Mick dan Yoesan, tak ada percakapan di antara mereka hingga Gia datang membawa nampan berisi minuman hangat dan camilan.
" Seharusnya tak perlu repot - repot nona Gia, " Ujar Mick tak enak hati,
" Ah.... Tidak kok, ini tak merepotkan sama sekali, " Gia tersenyum ramah,
" Bagaimana kau tahu aku berada disini? " Lanjut Gia
" Aku tahu dari asistenmu, dan kebetulan aku sedang disini jadi aku menghubungimu tadi pagi dan mampir sebentar, " Jelas Mick, yang diangguki oleh Gia.
" Seharusnya kau tak usah repot - repot mampir tuan Mick aku yakin pasti kau kemari untuk banyak pekerjaan penting, ini bisa membuang - buang waktumu, " Sahut Yoesan dengan senyum yang dipaksakan, dan dari pernyataannya tersirat larangan datang.
" Ah tidak, aku tak merasa membuang waktuku atau Apakah aku datang di waktu yang tidak tepat? Maaf kalau menganggu waktu kalian, " Akhirnya terlontar pernyataan itu dari Mick membuat Gia sangat tak enak hati, dan melempar tatapan tajam pada Yoesan.
" Ah..... Kau bicara apa, tentu saja tidak mengganggu, justru aku senang sekali karena ada kau disini jadi kita bertiga bisa berbincang - bincang ringan tentang bisnis kita atau mungkin hal yang lain, sangat jarang kan kita bisa berbincang santai, " Akhirnya Gia mengalihkan arah pembicaraan dan mereka pun mulai berbincang - bincang banyak hal bersama, meskipun beberapa kali Yoesan melontarkan sindiran.Lama mereka berbincang - bincang tak terasa hari sudah mulai gelap, saat ini malam memang lebih cepat datang karena sudah mulai memasuki musim dingin. Mick pun undur diri,
" Terima kasih atas waktunya nona Gia dan Tuan Zel... lino, jika kalian tak keberatan besok malam aku mengundang kalian ke perjamuan makam malam di mansionku tepat pukul 7, " Undang Mick dengan tersenyum ramah,
" Terima kasih atas undangannya, akan saya usahakan datang, " Jawab Gia membalas tersenyum ramah juga,
" Baiklah saya pamit undur diri terlebih dulu, selamat malam, " Mick meninggalkan apartemen Gia.Beberapa saat kemudian, kini lagi - lagi hanya tersisa Yoesan dan Gia di apartemen itu,
" Hei... Tuan pulanglah, ini sudah malam! " Ujar Gia sakratis,
" Pulang kemana? " Jawab Yoesan santai sambil melenggang menuju kamar tidur,
" Hei.... Berhenti, ngapain kamu masuk kamarku, Hei...?? " Gia mengejar Yoesan hingga sampai di kamar,
" Dengar ya tuan idiot, cepat pergi dari sini! " Gia sudah kehabisan kesabarannya,
" Pulang kemana sih, kan kita pulangnya ke Indo sampai semua ini Selesai, " Jawabnya santai dan mulai melucuti pakaian hendak mengganti pakaiannya,
" Hei.... Idiot apa yang kau lakukan, cepat gunakan lagi pakainmu itu! " Gia berteriak sambil menutup matanya,
" Tak usah berlebihan seperti itu, lagian kau juga sudah melihat aku hingga ke bagian dalam, aku pun juga Sama, bahkan saat itu kau sangat menikmatinya, " Mendengar itu muka Gia langsung memerah seperti udang rebus, ia ingin berteriak marah tapi kemudian Yoesan sudah mengganti pakaiannya membuat Gia semakin bingung.
" Loh.... Kenapa ada barang - barangmu disini? " Tanya Gia panik saat baru menyadari semua barang Yoesan ada di apartemennya,
" Yaiyalah sayang, kan aku juga tinggal disini, " Jawab Yoesan yang sudah merebahkan tubuhnya,
" Hei... Aku tak pernah mengijinkan kau tinggal disini ya, cepat kemasi barangmu dan pergi dari sini! " Gia menatap Yoesan tajam,
" Aku tidak mau, " Jawab Yoesan yang bangun duduk dengan santai,
" Aku kan sudah janji akan selalu melindungimu, dengan selalu bersamamu akan lebih mudah untukku, lagian apa kau tega mengusirku, aku tak ada tempat untuk kusinggahi di sini, " Tambahnya,
" Baiklah kau boleh tinggal selama disini, dan aku mau kau pindah ke kamar lain, ini kamarku, " Sahut Gia,
" Tapi aku sudah nyaman di kamar ini, dan sebenarnya aku juga takut jika tidur sendirian di kamar yang asing, " Yoesan memasang wajah memelas dan manja menatap Gia,
" Kumohon sayang, biarkan aku disini aku janji tak akan macam - macam, " Pintanya dengan sangat menyedihkan,
" Oh.... Tuhan, baiklah tapi awas kau berani macam - macam! " Mendengar itu Yoesan tersenyum penuh kemenangan padahal sebenarnya ia memiliki apartemen dan mansion keluarga di negara ini, dan juga ia tidak takut, dia hanya ingin selalu bersama Gia." Sayang aku lapar, ayo kita makan! " Yoesan menarik tangan Gia keluar dari kamar menuju ke dapur,
" Gak ada makanan matang di sini, harus masak dulu, " Ujar Gia saat memeriksa kulkasnya,
" Ya kamu masak dong, hehehehe, " Yoesan menyengir kepada Gia, sementara Gia memutar bola matanya sebal menghadapi mahluk dihadapannya ini,
" Sudah numpang, tuan rumah dijadikan pembantu pula, dasar tak tahu diri, " Umpat Gia kesal, Yoesan berpura - pura tak mendengar ucapan Gia dan asyik mengupas apel.
Beberapa saat kemudian, Gia sudah berkutat dengan masakannya, Yoesan diam - diam memperhatikan Gia yang menggelung rambutnya asal menampakkan tenguknya yang putih menggoda dan mengenakan celemek, sangat manis sekali, benar - benar istri idaman dalam pikiranya. Andai waktu bisa diputar tentu Yoesan tak akan mau berbuat bodoh hingga kehilangan banyak moment manis seperti ini. Saat Gia tengah menggoreng, ia tersentak kaget karena ada tangan yang tiba - tiba memeluknya dari belakang. Ia dapat merasakan aroma tubuh yang maskulin khas milik Yoesan,
" Apa yang kau lakukan he? " Gia merasa sedikit risih,
" Diamlah, kumohon sebentar saja, aku hanya ingin menikmati moment ini, " Suaranya terdengar parau,
" Tapi kalau kau begini, aku tak bisa menggoreng dan ini akan gosong, " Sahut Gia, kemudian Yoesan melingkarkan tangannya ke pinggang Gia,
" Seperti ini tak akan menganggu kan, " Jawabnya dengan kepala yang ia sandarkan di bahu Gia menghirup aroma khas bunga - bunga dan perpaduan bahan - bahan alami yang memabukkan menguar dari tubuh Gia. Gia pun hanya diam dan melanjutkan menggoreng.Setelah menunggu cukup lama makanan pun telah siap,
" Hei..... Tuan gila makanan sudah siap, apa kau akan terus begini? " Ujar Gia pada Yoesan yang masih memeluknya,
" Wah ide bagus itu, kita makannya gini aja! " Sahut Yoesan bersemangat,
" Dasar Gila, Indiot, Absurd, cepat duduk sana! " Gia mulai habis pikir dengan Yoesan, Akhirnya mereka makan berdua di meja makan yang tak terlalu besar ukurannya. Menyantap hidangan lezat yang sudah di siapkan oleh Gia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Matahari ( Tamat )
RomanceMeldina Giavani Seorang wanita karir yang cerdas jatuh cinta pada bosnya. Ia tak menyangka bahwa bosnya juga memiliki perasaan yang sama dan menikahinya. Namun, semua itu hanyalah kebohongan belaka atas dasar perjanjian yang dilakukan oleh sahabatn...