Dias membanting semua perabotan yang ada dihadapannya. Menggerang meruntuki semua yang sudah terjadi, ia tidak terima Yoesan mengatainya seperti itu. Ia merasa sangat direndahkan, dalam pikirannya berkata, selama ini tidak ada yang berani berkata seperti itu pada seorang Dias Candra Wijaya, harga dirinya benar - benar terinjak oleh seorang Yoesan. Pikirannya tiba - tiba menerawang siapa pelaku penculik Zahana, muncul satu nama di otaknya. Segera ia merogoh handphone di sakunya dan memencet nomor orang itu.
" Hei.... Apa benar kamu yang bermaksud menculik Zahana? " seketika matanya membulat menahan emosi mendengar jawaban di seberang sana.
" Dasar Bajingan, kenapa kau selalu saja menghancurkan rencanaku, bukankah aku sudah katakan untuk bersabar karena waktunya pasti akan segera tiba saat Zahana menjadi milikku. Sekali lagi aku peringatkan, jangan lakukan hal - hal bodoh yang dapat menggagalkan rencanaku, atau kau tak akan pernah bisa bertemu dengan putrimu!" Dias segera menutup telvon dan melangkah keluar dari rumahnya, sebuah mobil hitam mewah telah menunggunya tepat di depan pintu rumah, tanpa menunggu aba - aba mobil itu segera melaju ketika Dias telah masuk ke dalam.
Pagi - pagi sekali Meldi dan Faliq telah sampai di rumah sakit untuk kembali menjenguk Reihan. Kali ini tak ada lagi dua orang yang menjaga pintu masukknya, namun keamananya masih saja di jaga ketat. Meldi dan Faliq harus meminta ijin terlebih dahulu untuk masuk ke dalam. Akhirnya mereka bisa masuk, terlihat seorang pria tergeletak tak berdaya dengan berbagai peralatan medis di tubuhnya. Medengar ada orang datang, Reihan segera membuka matanya dan tampak sedikit bahagia melihat siapa yang datang.
"Bagaimana keadaan anda Pak Reihan? "
Tanya Faliq sambil tersenyum,
" Ya seperti yang terlihat, aku masih hidup, " jawabnya dengan kekehan renyah.
"Kami turut berduka atas apa yang menimpa bapak, kami benar - benar tidak menyangka, pesta yang menyenangkan berubah menjadi tragedi mengerikan, " Ucap Meldi
" Terima kasih Meldi, ini bisa menjadi pembelajaran bagi saya untuk memperketat penjagaan di lain waktu saat pesta, " Timpal Reihan
" Apakah pelakunya sudah berhasil di temukan? " tanya Faliq
" Belum, para penjahat itu belum berhasil ditemukan, anak buah dan polisi telah aku kerahkan tapi hasilnya nihil. Mereka seakan lenyap dari dunia ini, mungkin mereka keturunan alien, " mendengar itu membuat suasana menjadi pecah dengan tawa. Setelah cukup berbincang, Meldi dan Faliq memutuskan untuk undur diri.
" Saya rasa anda harus istirahat kembali Pak Reihan, kami akan segera undur diri, " ujar Faliq yang di tanggapi anggukan oleh Meldi.
" Kenapa kalian sangat terburu - buru, sebenarnya saya masih ingin terus berbincang, sendirian disini sangat membosankan bagi saya, " Kata Reihan
" Besok kami akan datang kembali kemari, jadi Pak Reihan tenang saja, " Meldi menenangkan.
" Baiklah saya tunggu kalian kembali besok, hati - hati dijalan, " Seru Reihan sambil tersenyum bahagia. Meldi dan Faliq pun segera melangkah keluar dari ruangan itu.
Saat keluar ruang rawat Reihan, terdengar telvon Faliq berdering. Ia segera mengangkat telvon itu dan pergi menjauh sejenak dari Meldi. Di saat sendirian itu, ada seorang yang memanggil namanya dan seseorang itu adalah Yoesan Zellino.
" Meldi, apa yang sedang kamu lakukan di sini? " tanyanya
" Pak Yoesan, saya baru saja menjenguk Pak Reihan, " jelasnya
" Kamu kemari dengan siapa? " tanyanya lagi
" Saya bersama Faliq, tapi dia tadi sedang menerima telvon, " tiba - tiba Meldi mendapat telvon dari Faliq,
" Ada apa, sepertinya serius sekali? " Yoesan melontarkan pertanyaan tanpa ragu
" Ini telvon dari Faliq, dia bilang ada urusan mendadak, sepertinya saya harus pulang sendiri, kalo begitu saya mohon undur diri Pak Yoesan, " saat Meldi hendak melangkah pergi, Yoesan dengan segera mencekal tangan Meldi.
" Tunggu, Biar saya antar, "
" Tidak perlu pak, saya nanti merepotkan bapak, lagi pula bapak kan harus menemani pak Reihan, "
" Sudah tidak apa, lagi pula ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pada kamu, "
Lalu, mereka pun segera beranjak dari rumah sakit itu, saat diperjalanan tak ada obrolan diantara mereka. Entah mengapa suasana menjadi canggung, padahal beberapa hari yang lalu mereka bahkan berdansa bersama. Meldi menyadari bahwa mobil yang dikendarai Yoesan tidak mengarah ke arah rumahnya.
" Maaf pak, kita akan kemana? " tanya Meldi ragu .
"Hari ini kan libur, saya ingin kamu menemani dan membantu memilihkan beberapa pakaian untuk adik saya, karena saya rasa ukuran kmu sama dengan adik saya dan saya juga tidak terlalu faham dengan mode untuk wanita yang sesui, apa kamu tidak keberatan? " ujar Yoesan yang terpaksa di beri anggukan oleh Meldi. Karena bagaimanapun mereka sudah melaju ke arah pusat kota, dan tidak etis rasanya jika Meldi menolak ajakan bosnya itu.
" Kalo boleh saya tahu berapa usia adik bapak? "
" Kira - kira sama dengan kamu, tapi dia tidak seperti kamu, dia memiliki kelainan jantung sejak lahir dan membuat kondisinya lemah sehingga tidak ada kesempatan untuk bisa berbelanja, jalan- jalan seperti wanita lain, "
" Saya sangat sedih mendengarnya, baiklah nanti akan saya pilihkan baju- baju yang terbaik untuk adik bapak agar dia selalu terlihat cantik, " ujar Meldi seraya tersenyum ramah,
" Dan satu lagi, saat sedang di luar kantor seperti ini tolong jangan memanggil saya pak, cukup panggil Yoesan saja, "
" Em.... Tapi itu tidak etis, dan saya juga merasa aneh jika memanggil anda seperti itu, "
" Sudahlah, tidak usah merasa seperti itu, pokoknya aku mau kamu panggil aku Yoesan, dan tidak usah terlalu formal denganku, "
" Iya Yoesan, " ucap Melgi ragu, mendengar itu Yoesan terkekeh melihat tingah Meldi yang sangat lucu saat gugup seperti itu.
Sampailah mereka di sebuah pusat perbelanjaan di tengah kota. Mereka berjalan beriringan menyusuri toko - toko di setiap lantai. sudah banyak toko yang mereka singgahi tetapi tidak ada satupun pakaian yang sesuai.
" Sebenarnya pakaian jenis apa yang kamu inginkan? " tanya Meldi
" Aku ingin jenis pakaian casual tapi tetap elegant untuk Zahana, dan dia juga tidak terlalu suka pakaian yang terlalu mencolok, dia suka yang sederhana namun elegan, " jelas Yoesan. Mendengar itu, membuat pikiran Meldi melayang ke sebuah butik yang pernah ia datangi dengan Faliq.
" Aku kira aku tahu dimana tempat yang tepat, " ujar Meldi sambil menarik ujung bibirnya ke atas.
Akhirnya mereka tiba di sebuah butik yang sangat indah, kini arsitekturnya sedikit berubah dari yang Meldi ingat terakhir kali kemari. Bunga - bunga indah yang menjadi khas tempat ini masih tertata dengan indah di tempatnya, bedanya jika dulu ada banyak jenisnya, kini hanya tinggal Bunga Tulip dan Seruni yang berwarna - warni, kontras dengan warna bangunan yang kini di dominasi warna putih. Ketika mereka hendak masuk, Meldi tidak sengaja menabrak seseorang yang keluar dari butik hingga membuat semua belanjaannya terjatuh.
" Aduh.... Maaf kan saya ya, saya tidak sengaja, " ujar Meldi seraya memunguti semua barang yang terjatuh,
" Iya tidak apa, aku juga tak melihatmu tadi, " Sambut lelaki itu dengan ramah, sedetik kemudian ketika Meldi melihat lelaki itu, ia merasa sangat familiar dengan wajahnya, namun bedanya lelaki ini berusia berkisar 40 tahun lebih. Setelah itu lelaki itu meninggalkan Meldi dan Yoesan.
Asley mengembangkan senyumnya melihat Meldi yang datang. Dengan segera ia menghapiri Meldi dan mempersilahkan melihat koleksinya.
" Wah... Siapa ini yang datang, tumben tidak bersama Faliq, " tanya Asley dengan tatapan menyelidik Yoesan dengan bergurau.
" Hei Asley, kenalkan ini Yoesan, Faliq tidak ikut karena dia sedang ada urusan tadi, " Asley mengulurkan tangannya kepada Yoesan.
" Hai aku Asley, pemilik butik ini. Well, apa yang bisa aku bantu untuk kalian? "
" Begini, Yoesan ingin mencarikan beberapa pakaian untuk adik perempuannya, kira - kira seusia denganku, "
"Lalu, model seperti apa yang kamu inginkan Yoesan? " tanya Asley
" Aku ingin model casual sederhana namun tetap terlihat elegan, " jelasnya.
" Baiklah aku tahu apa yang kau inginkan, mari ikut aku, dan Meldi aku butuh kau sebagai modelnya! " ujar Asley dengan terkekeh menarik tangan Meldi.
Sesuai dengan yang dikatakan Asley, Meldilah yang mencoba semua pakaian yang dipilih, mereka telah mendapat banyak pakaian yang sesuai, tapi Yoesan masih belum puas, ia ingin lebih banyak lagi pakaian untuk dikenakan Meldi.
" Yoesan, apakah ini belum cukup, aku rasa ini sudah sangat banyak, " keluh Meldi,
" Tunggu sebentar aku ingin satu lagi, dan sepertinya akan menemukan yang sangat indah, " Yoesan menyerahkan sebuah gaun casual selutut berwarna peach dengan lengan diatas siku, dengan kerah yang lebar dan sedikit rendah, ada pita kecil yang mempermanis tampilannya dibagian pinggangnya. Melihat itu, dengan wajahnya yang sedikit malas Meldi menerimanya dan segera menggunakan. Saat ia keluar dari ruang ganti, Asley berdecak kagum karena gaun itu melekat indah di tubuh Meldi, Yoesan pun juga tampak tertegun sejenak.
" Baiklah aku rasa aku sudah puas, Asley aku juga ingin gaun itu, tapi tolong sendirikan bungkusanya karena gaun itu sangat istimewa, " jelas Yoesan yang disambut anggukan dan senyuman oleh Asley.
Matahari mulai condong ke barat, namun cahayanya masih dapat menerangi. Setelah berbelanja dari butik Asley, Yoesan mengajak Meldi mampir ke sebuah restaurant bergaya klasik abad pertengahan bangsa barat. Desain inyeriornya benar - benar sangat kental akan budaya barat, mulai dari tempat duduk, kursi hingga ornamen dan furniturnya di buat sedemikian rupa dengan gaya Borjuis. Meldi menikmati secangkir cappuccino sambil menunggu makanannya datang, sementara Yoesan menikmati segelas mocacino.
"Aku sungguh terkejut mendengar penyerangan di pesta malam itu, " Meldi mulai membuka pembicaraan,
"Tapi syukurlah kau tidak ada disana saat itu, " jawab Yoesan dengan santai tersenyum pada Meldi,
"Tapi tetap saja, Pak Reihan menjadi korbannya, aku tidak habis pikir dengan mereka, apa yang sebenarnya mereka inginkan?"
"Sebenarnya mereka mengincar diriku, "
Mendengar itu, membuat Meldi hampir tersendak cappuccinonya,
"A... Apa tapi kenapa, lalu bagaimana bisa malah Pak Reihan yang menjadi korban? " mendengar itu, raut wajah Yoesan berubah menjadi murung,
"Salah satu dari mereka berusaha menusukku, aku berusaha menghindar dan alhasil kakakku yang menjadi korban, dan disaat itu juga Zahana hampir saja di culik, beruntungnya saat itu, aku memberi pengamanan ekstra di rumahku, sehingga itu bisa digagalkan. " jelasnya, Meldi merasa sangat sedih mendengar itu, tanpa sadar ia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Yoesan berusaha menenangkan dan menghiburnya.
"Semoga semuanya baik- baik saja, " ujarnya tersenyum hangat pada Yoesan, Yoesan membalas Meldi dengan senyuman dan tatapan lembut ke arah Meldi.
Detik dan jam telah berlalu, tidak butuh waktu lama untuk Meldi dan Yoesan menjadi sangat dekat dan akrab. Semua peristiwa yang terjadi hari ini membuat mereka merasa sangat mengenal satu sama lain. Yoesan mengantar Meldi tepat di depan gerbang rumahnya, sebelum turun dari mobil Yoesan memberikan sebuah bungkusan yang tak lain adalah gaun yang terakhir Meldi coba.
"Eh.... Kenapa kau berikan padaku, bukankan ini untuk Zahana? "
"Terimalah, anggap sebagai ucapan terima kasihku karena telah menemaniku seharian, lagi pula sudah ada banyak untuk Zahana, " Yoesan berkata dengan tatapan memaksa, Meldipun menerimanya dan segera turun dari mobil Yoesan. Yoesan melambaikan tangannya saat mobilnya mulai melaju menjauh dari rumah Melgi. Melihat mobil Yoesan menghilang di tengah gelap malam ada perasaan aneh pada Meldi, ia merasa kehilangan sesuatu yang membuatnya aman. Namun, Meldi tak menghiraukan dan melangkah memasuki rumahnya.Setelah sekian lama akhirnya author mulai menulis lagi, karena banyak urusan menjelang kelulusan. Oke jangan bosen - bosen ya terus baca WTS nya ini, salam hangat Author😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Matahari ( Tamat )
RomanceMeldina Giavani Seorang wanita karir yang cerdas jatuh cinta pada bosnya. Ia tak menyangka bahwa bosnya juga memiliki perasaan yang sama dan menikahinya. Namun, semua itu hanyalah kebohongan belaka atas dasar perjanjian yang dilakukan oleh sahabatn...