Part 15

64 4 0
                                    

Yoesan membanting pintu kamar Meldi dengan penuh amarah,  " Bruak... ",  Meldi terkejut bukan main melihat orang di depannya yang kini sudah seperti kerasukan setan.
" Siapa yang suruh kamu menerima kedatangan mereka, hah? " Yoesan menjambak rambut Meldi hingga Meldi merasa sangat kesakitan,
" Au.... Lepaskan Yoesan,  kau menyakitiku,  kumohon lepaskan!  " Pinta Meldi berusaha melepas genggaman Yoesan dari rambutnya,
" Dengarkan aku,  kau bukan siapa - siapa di rumah ini,  aku yang berhak atas segalanya disini,  bahkan termasuk menyakitimu,  jadi jangan berbuat  seenaknya kau disini, "
" Ta.... ta... tapi dia adikmu Yoesan,  dia juga punya hak untuk kemari, " Mendengar itu membuat Yoesan semakin geram dan menjambak rambut Meldi semakin kencang.  Sementara Meldi merasakan kepalanya semakin pening hingga membuatnya menitihkan air mata.
" Kau dan sahabatmu itu benar - benar sampah menjijikan,  aku semakin muak dengan mu!" Yoesan membentak Meldi seraya mendorong tubuh Meldi hingga terbentur tepi ranjang,  hingga sukses membuat Meldi merintih kesakitan. Yoesan hendak meninggalkan Meldi yang masih menangis,  namun langkahnya tercekat ketika tangannya ditahan oleh tangan Meldi.  Meldi berdiri memberanikan diri menatap wajah Yoesan dengan air mata yang masih berlinang.
" Apa salahku hingga kau begitu membenciku, jika kau memang muak denganku kenapa kau menikahi aku,  dan sekarang tolong ceraikan aku! " Mendengar pernyataan Meldi,  Yoesan mendelikkan matanya lebar menatap tajam Meldi.  Lagi - lagi,  tangannya mencengkram rahang Meldi kuat,
" Tidak dan tidak akan,  aku akan membuat hidupmu semakin menderita di setiap detik hidupmu seperti yang sudah sahabatmu lakukan padaku, "
Lalu Yoesan kembali mendorong Meldi hingga terjatuh di lantai. Meldi semakin terisak,  menumpahkan semua kesedihannya. Dalam batinnya ia berkata,
" Kenapa..... Kenapa semua ini terjadi padaku, apa salahku hingga aku diperlakukan seperti ini? "
Kemudian ia mengingat sahabatnya Faliq,  jika saja Faliq masih ada mungkin ia tidak akan membiarkan Meldi hidup dengan pernikahan yang menyesakkan ini,  andai waktu dapat diputar ingin sekali Meldi memeluk Faliq dan menumpahkan semua keluh kesahnya seperti dulu.

     Zahana dan Dias kini sudah sampai di sebuah kota yang indah dengan museum louvre de art yang terkenal.  Mereka sekarang tengah menyusuri jalanan yang ramai dengan pejalan kaki. Zahana merona bahagia merasakan suasana yang sangat indah ini. Ia bersyukur dengan semua yang terjadi di hidupnya. Tuhan memberinya kesempatan untuk hidup lebih lama,  bahagia dengan orang yang ia cintai dan kini akan segera hadir buah hati kecilnya.
" Bagaimana apa kamu suka disini sayang? " Tanya Dias memecah keheningan,
" Tentu saja ini sangat luar biasa,  aku selalu memimpikan saat ini sejak dulu, " Jawab Zahana seraya bergelanyut manja di tangan Dias,
" Aku juga bahagia melihat kamu bahagia sayang, " Ujar Dias mengecup kening Zahana. 
Perjalanan mereka terus berlanjut hingga sebuah telvon berdering di saku celana Dias.
" Halo ada apa? " Tanya Dias,  lalu dijawab di sebarang sana membuat Dias mengertakkan giginya sebal,  setelah itu percakapan mereka pun selesai.
" Apa ada sesuatu yang buruk? " Zahana penasaran,
" Kita harus kembali ke mansion sayang, dia datang kemari, " Mendengar jawaban Dias membuat raut muka Zahana berubah tegang. Beberapa saat kemudian sebuah mobil Range rover berwarna putih mengahampiri mereka dan membawa mereka pergi dari tempat itu.

     Reihan menunggu dengan tidak sabar di ruang tamu sebuah Mansion berwarna putih pastel. Pikirannya mulai berkelana hingga seseorang memecahkan lamunannya,
" Kakak, " Panggil Zahana menghambur ke pelukan Reihan,
" Hei.... Are you oke,  babe? " Reihan mengelus rambut Zahana lembut,
" Baiklah kurasa sudah temu kangennya,  to the point aja,  what are you doing in here,  you know you disturb me, " Ujar Dias dengan sedikit malas. 
Kini mereka bertiga terduduk saling berhadapan dengan suasana yang sangat serius,  Zahana sesekali menghela nafas berat mendengar semua fakta yang ada,
" So,  kita harus melakukan dengan secepat mungkin,  karena mereka sudah mulai bergerak, " Ujar Dias yang di jawab anggukan oleh Reihan,
" Apakah kak Yoesan tahu rencana ini? " Tanya Zahana ragu,
" Tentu saja tidak,  bahkan kurasa dia tak tahu apapun,  anak manja seperti dia tidak akan mengurusi masalah seperti ini,  dan sebaiknya dia tidak tahu,  atau semua akan kacau, " Jelas Reihan
" Tapi aku minta tolong jangan sakiti dia,  aku mohon! " Pinta Zahana,
" Tentu sayang,  kami tidak akan melakukan itu,  kami hanya memancingnya, " Dias mencoba menenangkan Zahana.

       Suasana mansion keluarga Zellino kini sudah sangat sepi.  Lampu - lampu di semua titik sudah dinyalakan.  Tampak hanya dua orang satpam yang berjaga di depan mansion itu. Meldi lagi - lagi menyibukkan dirinya dengan pekerjaan. Ia sekarang menjadi seorang yang gila kerja terlebih lagi dia harus mengurus 2 perusahaan sekaligus. Di saat sedih seperti inilah pekerjaan menjadi hiburan tersendiri untuknya. Meldi terus berkutat dengan berkas - berkas,  beberapa saat kemudian ia merasa sangat haus. Ia memutuskan turun ke dapur,  lalu  menengguk segelas air putih.  Suara keributan di luar mansion terdengar oleh daun telingannya membuat ia bergegas menuju tempat itu. 

       Antony tergesah - gesah dengan menopang tubuh Yoesan yang sudah lemas babak belur. Ia berteriak memanggil satpam untuk membukakan pintu gerbang. Setelah pintu gerbang terbuka,  seorang wanita cantik berambut hitam panjang bergelombang tercengang melihat Yoesan dalam keadaan yang sangat buruk.  Saat Yoesan telah dibaringkan di kamarnya dan beberapa pelayan mengobati lukanya.  Meldi meminta penjelasan dari Anthony,
" Apa yang terjadi, kenapa dia seperti itu?"
Anthony menghela nafas dan mulai menjelaskan,
" Seperti biasa ia pergi ke club malamku dan minum banyak sekali,  setelah itu kesadarannya mulai hilang dan dia tidak terkendali,  ia tiba - tiba memeluk seorang pengunjung wanita,  lalu ia mengoceh dan menangis tidak jelas. Pengunjung wanita itu meronta berusaha melepaskan diri dari Yoesan tapi Yoesan semakin memeluknya erat, pasangan wanita itu tidak terima kekasihnya dipeluk Yoesan dan langsung menghajar Yoesan habis - habis an.  Untungnya kami berhasil melerai mereka, " Meldi murung mendengar penjelasan Anthony, tatapannya berubah menjadi sendu.
" Maaf kalo aku ikut campur,  apa kalian sedang ada masalah,  soalnya sejak di mobil tadi ia menangis meraung - raung  agar seseorang tak meninggalkannya, " Mendengar itu Meldi hanya tersenyum hambar.

       Jam telah menunjukkan pukul 1 dini hari,  Meldi melangkah mendekati ranjang Yoesan. Ia melihat sejumlah luka lebam di pipi dan sudut bibirnya. Sejujurnya Meldi merasa sangat sakit melihat lelaki yang ia cintai dalam keadaan seperti sekarang. Rasanya melihat ia seperti ini jauh lebih sakit dari apa yang sudah di lakukan Yoesan padanya. Tiba - tiba Yoesan bergumam,
" Kumohon jangan tinggalkan aku! "
" Aku tidak akan meninggalkanmu, " Jawab Meldi meraih tangan Yoesan dan menenangkannya,
" Kumohon jangan tinggalkan aku Zahana! "
Deg
Mendengar itu Meldi merasa ada sebuah pedang menusuk hatinya, meski Meldi tahu Yoesan sebenarnya masih ada hubungan darah dengan Zahana,  tetap saja membuat hatinya sakit, tapi Meldi berusaha menguatkan diri dan terus berusaha menenangkan Yoesan hingga akhirnya Yoesan bisa tenang.
" Sebenarnya apa maumu,  kamu itu sangat aneh dan tak mudah di tebak, aku sekarang bingung dengan apa yang harus kulakukan, " Meldi bergumam dengan menggenggam tangan Yoesan erat.  Seakan tahu ada yang memegang tangannya,  dengan setengah sadar Yoesan balik mengeratkan genggamannya.
" Kumohon jangan tinggalkan aku,  hanya kamu yang aku miliki saat ini, Meldi " Yoesan membuka matanya setengah,  dengan suara yang parau. Meldi merasakan sebuah ketulusan dari Yoesan yang selama ini tak pernah ia rasakan. Yoesan tiba - tiba menarik Meldi mendekatkan wajahnya. Tanpa diduga Yoesan melumat bibir Meldi,  Meldi awalnya terkejut dengan tindakan Yoesan ini.  Namun lama - kelamaan Meldi menyambut lumatan bibir Yoesan dan merasakan sensasi yang penuh kasih sayang.  Setelah cukup lama mereka melepaskan tautan bibir mereka dengan terengah - engah.  Yoesan kembali menarik Meldi dan mendekapnya dengan erat dan menenggelamkan kepalanya di tenguk Meldi. Meldi mengelus rambut Yoesan lembut,
" Tidurlah,  kamu pasti sangat lelah, "
" Jangan tinggalkan aku,  ku mohon sayang,  jangan tinggalkan aku seperti yang lain, " Ujar Yoesan dengan parau,
" Tentu,  aku akan selalu disini, " Meldi mengecup puncak kepala Yoesan lembut. Keduanya pun terlelap di tengah keheningan malam itu,  berpelukan merasa tidak ingin saling kehilangan.

Tanpa Matahari ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang