Malam semakin larut, namun hingar bingar kota Paris masih terus berlanjut. Gia dan Yoesan kini telah selesai makan, mereka memutuskan untuk beristirahat setelah seharian lelah beraktivitas. Namun, belum sempat beristirahat keduanya masih saja terlibat adu mulut,
" Hei.... Tuan absurd apa yang kau lakukan di sana? " Gia melihat Yoesan yang sudah terbaring di ranjangnya,
" Tentu saja tidur, apa kau tak tahu tidur? " Jawab Yoesan dengan membuka salah satu mata menatap Gia,
" Maksudku, kau tak boleh tidur disitu dan pergi dari ranjang ku! " Usir Gia seraya menarik tangan Yoesan untuk bangun. Namun tanpa di duga, malah Gia lah yang ditarik oleh Yoesan hingga Gia terjatuh tidur tepat di atas tubuh Yoesan. Tatapan mereka pun bertemu, seketika waktu terasa berhenti, denyut jantung Gia semakin cepat, sementara deru nafasnya pun semakin tak karuan. Di saat yang tak terduga itu, secara spontan Yoesan sudah melumat bibir Gia, mengecap bibir kenyal itu, dan mengulum lembut setiap incinya. Gia terkejut, tapi ia merasa tak kuasa untuk melawannya, ia malah semakin ingin hanyut lebih dalam lagi seakan otak rasionalnya sudah hilang entah kemana. Yoesan membalik tubuh Gia berada persis di bawahnya dengan tautan bibirnya yang belum terlepas. Beberapa saat kemudian Yoesan menghentikan ciumannya dengan nafas yang terengah - engah dari keduanya, tangannya terulur menyibak rambut yang menutupi wajah Gia, ia memandang wajah Gia dengan sendu,
" Maafkan aku atas semuanya sayang, maafkan kebodohan dan ketidak mampuanku melindungimu, maafkan aku yang selalu menyakitimu, " Terdengar suara Yoesan yang parau, Gia hanya melihat intens mata Yoesan berusaha menemukan kesungguhan di dalamnya,
" Kau boleh melakukan apapun semaumu padaku, tapi tolong biarkan aku selalu di sampingmu, " Lanjutnya, kemudian mengecup kening Gia, menyalurkan seluruh cinta, kasih sayang, dan kerinduan yang amat sangat ia rasakan selama ini. Tanpa diduga, sebuah liquid bening mulai merembes dari mata Gia,
" Ke.... Ke.... Kenapa kau melakuka.. Kan i... Ini padaku? " Suara Gia terpatah - patah menahan isak tangisnya, selanjutnya ia mendorong tubuh Yoesan untuk menjauh darinya, beranjak duduk dan menangkup wajahnya yang sudah mulai basah oleh air matanya,
" Ke. . ke... Napa kau datang padaku seakan kau adalah pahlawanku, matahariku, saat aku mulai percaya padamu kau menghempasku begitu saja seakan aku tak ada artinya bagimu, saat aku mulai berusaha menjauh melupakanmu kau datang lagi dengan membawa harapan baru, Ke... Ke... Kenapa k.. Kau melakukan i... Ini padaku? " Terdengar suaranya yang frustasi. Yoesan memandang Gia dengan sangat sakit, sungguh tak ada yang lebih menyakitkan dibanding saat ini melihat wanita yang dicintainya terlihat begitu rapuh, kesakitan, dan tak berdaya akibat dirinya. Yoesan merengkuh Gia dalam pelukannya tanpa satu katapun yang terucap, berusaha menenangkan Gia mengelus pucuk rambutnya dan membaringkan Gia dengan dirinya yang masih memeluk di sampingnya semakin erat hingga perlahan suara isakan itu tak terdengar lagi, Gia sudah terlelap di dalam dekapan Yoesan malam itu.Pagi - pagi buta Gia terbangun karena mendengar suara bel rumahnya yang berdering. Ia duduk terlebih dulu untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya. Sejenak ia teringan Yoesan, namun tak ada sosok itu di pinggirnya sekarang. Lamat - lamat terdengar suara bariton dari ruang tengah, yah itu suara Yoesan yang entah dengan siapa dia berbicara. Gia segera menuju kamar mandi membasuh wajahnya yang sangat berantakan.
Yoesan membuka pintu dan mendapati Andrian sudah berdiri di depan pintu saat hari masih sangat pagi, bahkan matahari pun masih belum muncul,
" Ada apa pagi - pagi buta kemari? " Tanya Yoesan dengan suara khas orang bangun tidur dan sesekali menguap,
" Saya kemari untuk mencari nona saya,
" Andrian melangkah masuk meski belum dipersilahkan menuju ruangan tengah,
" Dia masih tidur, " Ujar Yoesan mengingatkan,
" Lagian kau ini pagi - pagi buta sudah kemari, menganggu saja, " Tambah Yoesan,
" Anda sendiri kenapa ada disini, apa sudah terjadi sesuatu di antara kalian? " Andrian menyelidik melihat Yoesan yang kini hanya mengenakan boxer dan kaus tanpa lengan,
" Kau ini banyak bicara ya, " Yoesan menatap Andrian masam.
Beberapa saat Gia keluar dari kamar menuju Andrian dan Yoesan berada. Ia melihat dua orang lelaki itu sudah duduk di sofa dengan Yoesan yang bergumam tak jelas pada Andrian.
" Kapan kau datang? " Tanya Gia pada Andrian,
" Semalam, aku menuju mansion tapi ternyata tak ada nona di sana, dan dugaanku benar anda ada disini, " Jelas Andrian,
" Apakah tugasmu sudah selesai di Indonesia? " Tanya Gia lagi yang diangguki oleh Andrian,
" Hoam.... Aku masih ngantuk, aku tinggal ya, silahkan berbincang sepuasnya," Yoesan melenggang pergi meninggalkan Gia dan Andrian.
Andrian menatap Gia menyelidik, memperhatikan wanita cantik itu dari bawah ke atas,
" Apa maksudmu kau melihat ku begitu? " Tanya Gia lagi,
" Apakah ini sebabnya anda melarang saya ikut kemari, agar kalian dapat menghabiskan banyak waktu bersama? " Andrian terus melontarkan pernyataan - pernyataan yang membuat Gia mendengus kesal,
" Kalo emang iya emang kenapa? " Sahut Gia santai, dan Andrian hanya senyum - senyum menggoda nonanya itu. Meskipun sebenarnya bukan itu tujuan sesungguhnya Gia dan Yoesan kemari, namun Gia enggan memberitahu rencana mereka pada Andrian.Matahari semakin meninggi, segala aktivitas telah di mulai hari ini tak terkecuali Gia. Gia kini tengah berada di sebuah ruang pertemuan bersama Andrian, seperti biasa Gia harus selalu mengawasi, mengelola, dan mendengar masukan dari setiap anak buahnya tentang perusahaan itu. Setelah satu setengah jam pertemuan itu pun usai. Gia nampak sudah mulai gusar untuk segera meninggalkan ruangan itu yang disadari oleh Andrian,
" Ada apa nona, kenapa kau gusar seperti itu? " Tanya Andrian heran,
" Aku sudah di tunggu Andrian, baiklah aku pergi dulu, kau tolong urus semua ini oke, dan jangan lupa nanti pukul 7 ada perjamuan di mansion Mickleson, " Gia langsung pergi setelah menyelasaikan kalimatnya, dan Andrian pun hanya patuh pada nonanya itu.
Gia melewati lorong - lorong untuk segera menuju ke lift, namun lift itu tak kunjung ada, karena ia sudah sangat terlambat wanita 26 tahun itu pun memutuskan untuk melewati tangga konvensional saja meskipun ia harus berlarian kecil. Saat dirinya tiba di lobi terlihat lelaki jangkung dengan kulit sawo matang sudah menunggu Gia di salah satu sofa di sana dengan majalah di tangannya,
" Maaf.... Maaf.... Aku terlambat, aku tadi masih ada meeting, " Ujar Gia dengan raut wajah menyesal,
" Yasudahlah ayo cepat kita berangkat! " Sahut Yoesan menarik Gia ke sebuah mobil Lamborghini Urus berwarna putih yang sudah menunggu di pintu lobi. Mobil itu melaju kencang, meninggalkan perkantoran yang ramai itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Matahari ( Tamat )
RomanceMeldina Giavani Seorang wanita karir yang cerdas jatuh cinta pada bosnya. Ia tak menyangka bahwa bosnya juga memiliki perasaan yang sama dan menikahinya. Namun, semua itu hanyalah kebohongan belaka atas dasar perjanjian yang dilakukan oleh sahabatn...