Part 11

49 5 0
                                    

Semua jalan takdir memang sebuah rahasia dari yang maha kuasa. Tak ada siapapun yang dapat menolak jalannya sebuah takdir kehidupan. Usaha, doa, perilaku merupakan media untuk menjalani takdir yang sesungguhnya. Dias tak henti - hentinya bersyukur dan tersenyum. Istrinya, Zahana telah dinyatakan sembuh dari penyakitnya setelah melakukan operasi transplantasi jantung milik Faliq. Dias menggenggam jemari manis milik Zahana dan terus melemparkan senyuman pada istrinya itu apalagi dia mengetahui bahwa istrinya itu tengah hamil. Sungguh anugrah yang luar biasa untuk Dias dan Zahana.
" Terima kasih sayang karena selama ini selalu mencintaiku bagaimanapun keadaanku, " Ujar Zahan sambil menyandarkan kepalanya di bahu Dias,
" Itu sudah menjadi tugasku untuk selalu mencintai kamu, justru akulah yang berterima kasih karena kamu telah banyak memberi warna dihidupku, " Kata Dias sambil mengusap kepala Zahana dan mencium keningnya.
" Sayang aku ingin sekali menemui kakak, " Suara Zahana sangat pelan dan hampir tak terdengar,
" Nanti ada saatnya, sayang, " Jawab Dias tersenyum manis dan memeluk Zahana.

Meldi memandang sebuah kalung yang merupakan pemberian dari Faliq saat Faliq akan pindah 5 tahun yang lalu. Meldi masih tidak menyangka bahwa ia akan berpisah lagi dengannya untuk selamanya. Rasanya masih kemarin dirinya bergurau, bermain, bertengkar dengan sahabatnya itu. Meldi sangat menyesal di akhir hidup Faliq ia tak ada di sisinya, padahal setahu Meldi keadaannya sudah membaik kala itu. Ia semakin sedih karena tidak bisa mengunjungi makamnya hingga saat ini. Meldi sangat kesal dengan Yoesan, tidak seharusnya ia bertindak seperti itu. Setelah itu Meldi memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan melihat isi mansion itu untuk sekedar menghibur diri. Meldi melihat banyak sekali pelayan di rumah ini, berlalu lalang dengan tugasnya masing - masing. Mansion itu juga memiliki banyak sekali ruangan, mulai dari ruang tamu, ruang keluarga, dapur, perpustakaan, ruang kerja, dan banyak kamar. Ada sebuah kamar di sebelah kanan ruang utama yang menarik perhatian Meldi. Karena di atas pintunya terdapat ukiran nama adik Yoesan yaitu Zahana.
" Hem.... Benar juga aku selama ini tak pernah melihat keberadaannya, kira - kira apa yang terjadi padanya, apakah ia sakit? " Gumam Meldi yang penasaran. Ia pun memberanikan diri memasuki kamar itu. Kamar itu berwarna pink di setiap sudutnya, dengan berbagai perabotan dan furnitur yang menunjukkan bahwa pemiliknya sangat feminim. Di atas ranjangnya tergantung foto besar memperlihatkan Zahana yang tersenyum manis di antara Yoesan dan Reihan. Ia menyusuri kamar itu dan menemukan sebuah foto di bufet yang membuat Meldi cukup terkejut,
" Apa aku tidak salah lihat, ini kan salah satu clienku, Dias Candra Wijaya, ada hubungan apa mereka berdua? " sebuah suara memecahkan lamunan Meldi,
" Hei apa yang kau lakukan di sini? " Tanya Yoesan memandang Meldi tak suka,
" Aku.... Hanya ing-"
" Keluar dari sini! " Yoesan mencengkram tangan Meldi, menariknya keluar dari kamar menuju kamar Meldi. Saat sudah berada di kamar Meldi, Yoesan mendorongnya hingga terjatuh membuat Meldi meringis kesakitan.
" Jangan berani - berani lagi kau kesana! "
" Kenapa kau sangat marah begitu? "
" Aku tidak ingin sahabat penculik adikku ke kamarnya, membuatku semakin ingat bahwa adikku sudah tak ada disini, "
Meldi tidak terima bahwa sahabatnya di tuduh seperti itu,
" Tidak mungkin Faliq melakukan itu, lagi pula apa untungnya untuk dia, "
" Terserah kau mau percaya atau tidak, yang jelas Faliq lah yang melakukannya karena ia sepupu Zahana, " Tanpa sadar Yoesan keceplosan,
" Apa sepupu, jadi kalian bersaudara? " Tanya Meldi semakin penasaran,
" Bukan aku, aku tak akan sudi menjadi sepupu bajingan itu, " Pernyataan Yoesan membuat Meldi menutup mulutnya cukup terkejut.

Hari demi hari terus berganti, saat ini gadis muda cantik itu tengah terbaring di ranjang sambil menatap langit - langit kamar abu - abu itu. Meldi merasa sangat bosan karena hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun. Ditambah lagi Yoesan memperlakukannya seperti seorang tahanan rumah. Ia sangat ingin kembali disibukkan dengan rutinitasnya seperti dulu. Meldi tak bisa berbuat apa - apa sekarang, Yoesan telah berubah. Ia bukan lagi seorang lelaki hangat dan ramah yang Meldi kenal. Yoesan yang sekarang adalah seorang pria yang dingin dan tak segan menyakiti Meldi jika Meldi berbuat salah. Sesaat membuat hati Meldi sangat pedih, pernikahan yang ia harapkan menjadi sangat menyesakkan dada. Bahkan, selama pernikahannya mereka tidur terpisah. Dan yoesan, lelaki itu tak pernah sekali pun menengok Meldi di kamarnya setelah kejadian yang membuatnya marah besar. Tanpa diduga Yoesan membuka pintu kamar Meldi dengan membawa sebuah laptop dan berkas - berkas di tangannya.
" Hei, apa kau sedang tak sibuk? " Yoesan bertanya menatap Meldi,
" Kau bisa lihat kan, aku tak sibuk sama sekali karena kau melarang semua hal padaku, " Jawab Meldi seraya mengubah posisinya untuk duduk, lalu Yoesan meletakkan semua barang yang ia bawa ke meja di kamar Meldi dan memberi isyarat Meldi untuk mendekat.
" Aku ingin mulai sekarang kau membantuku mengurusi semua hal tentang perusahaan keluargaku yang kini aku kelola, "
" Jadi kau sudah tidak bekerja di perusahaan kita dulu? " Pertanyaan Meldi di balas anggukan oleh Yoesan.
" Kenapa kau melakukan ini? "
" Ini semua karena kakakku mengurusi bisnis di Amerika sehingga semua perusahaan di sini diserahkan padaku, "
"Lalu bukannya kau memiliki anak buah, kenapa menyerahkan padaku? "
" Kau ini banyak tanya ya, karena mereka semua tak bisa dipercaya, "
" Jadi kau percaya padaku? " Tanya Meldi lagi dengan antusias,
" Kau ini benar - benar ya, pokoknya mulai sekarang kau harus membantuku mengurusi bisnis dari rumah. Tak ada lagi pertanyaan dan penolakan! " Tegas Yoesan dengan menatap Meldi mengintimidasi, sedangkan Meldi hanya memutar bola matanya kesal menghadapi suaminya yang sangat suka memaksa. Mereka berdua pun mulai berkutat dengan banyak berkas - berkas hingga tanpa sadar jam menunjukkan sudah larut malam. Saat Yoesan melihat Meldi, ia mendapati gadis itu sudah tertidur dengan sebuah map menutupi wajahnya. Yoesan pun segera menggendong Meldi ala Bridal style membaringkan istrinya di ranjang. Sebuah senyuman tipis terukir di bibir Yoesan,
" Kau cantik jika sedang tidur dan tak membuat masalah, "

Aku gak akan banyak bicara ya gengs, pkok ikuti terus ceritanya dan aku akan berusaha menyelesaikan dengan segera, oke. Salam hangat Author😚😚

Tanpa Matahari ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang