Part 27

59 5 0
                                    

" Apa Gia pergi ke Paris? " Dias terkejut mendengar kabar dari Andrian,
" Benar, Dan dia hanya pergi sendiri,  bahkan saya tak diperbolehkan untuk ikut, " Jelas Andrian,
" Ya.... Ampun apa sih yang ada di pikirannya itu? " Dias mendengus kesal,
" Menurut saya ada sesuatu yang ia sembunyikan, " Andrian menerka,
" Hem..... Bisa juga,  tapi kita harus tetap mengawasinya, bagaimanapun kita harus menjaganya,  " Dias menatap Andrian tajam.
Tanpa diketahui keduanya seseorang di balik pintu mendengar semuanya,  dan tersenyum dengan mata yang mengkilat,
" Aku pasti akan menyusulmu, kau tak akan kulepaskan sayang, ini kesempatanku yang kedua, " Gumamnya.

     Gia terus mengembangkan senyumnya. Ia berjalan menyusuri trotoar dengan tas belanjaan yang sudah menumpuk di tangannya. Kembali ke Paris adalah pilihan yang tepat saat ini baginya. Ia menikmati udara musim gugur di kota ini,  sungguh sangat menyenangkan. Sejenak ia bisa melupakan kepenatan yang dirasakannya.  Gia tersentak kaget karena tiba - tiba matanya di tutup dari belakang oleh seseorang. Seketika ia langsung menyikut orang yang di belakangnya itu dan orang itu pun melepaskan tangannya serta mengaduh kesakitan.
" Au..... Ah..... Sakit tau, " Gia membalik badannya dan menemukan Yoesan kesakitan memegang perutnya,
" Eh.... Maaf ya aku gak sengaja, " Gia terlihat kawatir dan merasa tak enak,
" Cie..... Kawatir ya, " Goda Yoesan membuat Gia merajuk,
" Aku tarik kata - kataku tadi, salah siapa buat kaget, " Gia mengomel,
" Ya kan aku mau buat surprised, " Yoesan tersenyum lebar menampakkan deretan giginya,
" Ngapain sih kamu juga di sini,  selalu ngikuti aja dimanapun aku ada,  heran deh aku, " Gia memutar bola matanya sebal,
" Ya mungkin karena kita jodoh,  hehehehe, " Yoesan tertawa sementara Gia menatap Yoesan dengan sinis,
" Yauda deh ayo ikut aku,  aku ingin ngajak kamu ke suatu tempat, " Yoesan menarik tangan Gia,  dan kali ini Gia tak menolak dan hanya patuh mengikuti.

      Matahari telah terbenam, malam datang lebih cepat karena sebentar lagi akan memasuki musim dingin. Udara pun sudah mulai terasa dingin. Kini Gia dan Yoesan sedang berada di sebuah gedung yang tinggi dan menampakkan pemandangan indah kota Paris. Di atas balkon itu mereka terdiam menikmati suasana indah malam ini. Beberapa saat Gia mulai merasakan kedinginan karena pakaiannya yang tidak terlalu tebal, melihat itu Yoesan melepas mantelnya dan memberikan pada Gia,
" Sudah tahu cuaca mulai dingin, tapi kau malah menggunakan pakaian yang tipis begitu, " Yoesan menggantung mantelnya di pundak Gia,
" Tadi aku tidak merasakan cuaca dingin,"
" Ah dasar kau ini,  " Yoesan terkekeh dan mengacak rambut Gia gemas,
" Aduh jangan di acak - acak dong rambutku, to the point aja deh buat apa kamu bawa aku kesini? "   Gia mulai memasang wajah seriusnya,  sementara Yoesan hanya tersenyum lembut dan tampak ratusan lentera terbang di sekitar mereka, memperindah langit gelap kota Paris, Gia tercengang melihat keindahan itu dan sebuah senyum mengembang di bibirnya.   Tiba - tiba Yoesan mengenggam tangan Gia dan memandang wajah Gia dalam. 
" Sayang,  aku tahu ini adalah dirimu, bagaimanapun kau menyembunyikan identitasmu dari aku, aku akan tetap selalu mengenalimu, karena hati ini sudah terikat denganmu, " Gia memutus kontak mata mereka berdua dan melepaskan tangannya,
" Apa maksud anda tuan Yoesan Zellino, aku benar - benar tidak mengerti, " Gia menjauhkan dirinya dari Yoesan,
" Cukup.... Berbohongnya,  Meldi aku tahu ini kamu,  lihatlah selama ini kamu selalu memakai cincin pernikahan kita dan itu kalung itu pemberian dari Faliq kan, " Gia langsung mati kutu,  bagaimana bisa ia tak sadar selama ini bahwa ia selalu memakai cincin pernikahan itu,  dan kenapa juga tadi ia memakai kalung dari Faliq,  Gia kini meruntuki kebodohannya,
" Mungkin kau memang benar,  ini adalah aku,  tapi aku bukan lagi Meldi yang dulu,  dia telah mati,  aku yang sekarang adalah seorang Gia Sanders, dan aku anggap pernikahan itu juga telah berakhir, " Gia menatap Yoesan dengan tajam,  dan berusaha sekuat tenaga menahan air matanya,
Greb..... Deg... Deg... Deg
Yoesan memeluk Gia dengan erat, membuat Gia hanya diam mematung dengan jantungnya yang berdegup kencang,
" Aku mohon,  tak peduli siapapun dirimu sekarang,  beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, aku mencintaimu aku sangat mencintaimu, " Yoesan semakin mengeratkan pelukannya pada Gia.  Saat ini Gia tak mampu menahan lagi,  tetesan air bening mengalir dari pelupuk matanya. Dirinya ingin berontak,  namun hatinya tak sanggup dan ingin menerimanya Kembali. Tak dapat ia pungkiri ia tetaplah dirinya yang dulu yang selalu mudah memaafkan orang lain,  apalagi saat ini orang yang sangat ia cintai. Meskipun cintanya itu telah menyakitinya berkali - kali.

       Seorang menggunakan pakaian serba hitam memandang dua insan yang sedang berpelukan di atas balkon gedung  itu. Ia mengepalkan tangannya geram,
" Aku tak akan membiarkan kau merebut semua seenaknya dariku,  akan ku pastikan kau akan menderita tunggu saja Gia Sanders, " Ia menyunggingkan senyum liciknya lalu pergi dari tempat itu.

      Yoesan melepaskan pelukannya dan menjauhkan Gia darinya. Tanpa sepatah katapun,  Yoesan beranjak meninggalkan Gia yang masih kebingungan dengan perilaku Yoesan yang tiba - tiba berubah dengan aura yang terasa  mengintimidasi.

Hola readers,  maaf jika aku lama tidak kembali. Karena rutinitasku yang sekarang mulai padat,  tapi aku selalu berusaha untuk menyelesaikan cerita ini. Jangan bosen - bosen ya😘 salam hangat author

     

Tanpa Matahari ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang