DLH#22

3.8K 350 0
                                    

"Bagaimana dengan Soyeon?" Somi mencengkeram kemeja Jimin. "Jawab aku, dosen Park."

"JAWAB!!"

"Sst, Somi." Jungkook melepaskan cengkeraman Somi. "Maaf, Hyung. Emosinya semakin tak terkendalikan."

Jimin menghela napas. "Wajar. Dia mengkhawatirkan sahabatnya."

Jimin yang lelah, semakin merasa lelah melihat Jungkook dan Somi yang mendatangi rumahnya. Tata krama pun Somi lupakan setelah menangkap keberadaan Jimin. Jungkook hanya bisa memeluk Somi yang kembali terisak.

Seokjin yang baru sampai saja langsung diterjang sang ibu dengan pelukannya. Nyonya Kim menumpahkan semuanya pada anaknya. Seokjin hanya bisa menghela napas sembari menenagkan ibunya.

Jimin, Seokjin, Jungkook, Somi, maupun Nyonya Kim tidak ada yang berani masuk ke kamar Soyeon untuk sekedar melihat keadaannya. Gadis itu yang bilang jika dia membutuhkan waktu untuk menyendiri.

Entah kenapa, diagnosa Taehyung terus saja menggema di kepalanya.

"Traumanya cukup berat," ucap Seokjin. "Hanya kita yang Soyeon percaya."

Jimin menghela napas. "Hyung, punya usulan untuk mengobati trauma yang Soyeon alami?"

Seokjin mengerjap. Tangannya terangkat untuk menggenggam tangan kanan Nyonya Kim. "Ibu, apa... kau setuju dengan usulanku semalam?"

Jimin dan Jungkook membulatkan matanya.

"Tunggu, kau sudah--"

"Tenang, aku paham kalian berdua mengkhawatirkannya. Aku hanya memberi usulanku pada Ibu," sela Seokjin. "Aku memberi waktu pada Ibu untuk memikirkannya."

"Biarkan mereka tahu tentang usulanmu, Jin," ucap Nyonya Kim sambil menepuk punggung tangan Seokjin. "Ya? Beritahu saja. Mereka berhak tahu."

Seokjin menatap ibunya dengan dalam. "Aku hanya takut mereka kecewa akan keputusanku," ucapnya dengan lirih.

"Kim Seokjin."

Seokjin menoleh, mendapati Somi yang memandanginya dengan mata memerah. Gadis itu terlalu banyak mengeluarkan air matanya. Tangannya terangkat untuk mengusap kelopak matanya yang basah.

"Apapun keputusanmu, kami akan menerimanya. Bukankah semua ini untuk kebaikan Soyeon?"

***

Soyeon.

Gadis itu duduk di sofa panjang berwarna hitam dengan tatapan kosong, lurus ke arah jendela kamar yang terkunci rapat. Bulir-bulir air jatuh mengenai kaca jendela luar dan menghasilkan embun di sisi lainnya.

Tangannya terangkat untuk memeluk kedua lututnya. Tatapannya tidak lepas dari jendela kamar. Bahkan, Soyeon tidak sadar jika pintu kamarnya terbuka.

Sebuah tangan mendarat pada kepala Soyeon. Dia merasa sangat hangat. Tangan itu menuntunnya untuk berbaring dengan posisi memyamping. Usapan halus pun mulai Soyeon rasakan.

"Ji-Jimin..."

"Kenapa?"

Soyeon menahan tangan Jimin yang asik mengelus kepalanya. Gadis itu menarik tangan Jimin agar menyentuh pipinya yang dingin. Jimin yang merasakannya pun hanya bisa menahan air matanya agar tidak keluar.

"Jimin..."

Soyeon terkejut karena bibirnya dibungkam sepenuhnya oleh Jimin. Pria itu melumat bibirnya dengan pelan, tidak kasar seperti biasanya. Yang membuat Soyeon bingung adalah...

Daddy's Lil Harley [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang